close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Politikus PKS Muhammad Nasir Djamil. Foto fraksi.pks.id
icon caption
Politikus PKS Muhammad Nasir Djamil. Foto fraksi.pks.id
Pemilu
Selasa, 08 September 2020 08:42

Ambang batas presiden 20% dinilai dapat membunuh demokrasi

Aturan ambang batas presiden sebesar 20% tercantum dalam Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.
swipe

Politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Muhammad Nasir Djamil menilai, ambang batas presiden atau presidential treshold sebesar 20% dapat membunuh sistem demokrasi Indonesia.

Pernyataan itu dilontarkan untuk menanggapi adanya uji materi atau judicial review ketetentuan ambang batas presiden sebesar 20% yang tercantum dalam regulasi pemilu ke Mahkamah Konstitusi (MK).

"Memang 10% atau 15%, atau 20% itu istilahnya bisa membunuh demorkasi dan menyia-nyiakan suara rakyat," kata Nasir, dalam keterangannya, Selasa (8/9).

Aturan ambang batas presiden sebesar 20% tercantum dalam Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Dalam diktum itu menyebutkan, pasangan calon yang diusulkam partai maupun koalisi harus memenuhi syarat perolehan kursi paling sedikit 20% dari jumlah kursi DPR, atau memeroleh 25% dari suara sah secara nasional pada pemilihan anggota DPR sebelumnya.

Menurutnya, penetapan ambang batas tersebut akan menutup kandidat calon presiden yang potensial untuk maju dalam gelaran pemilihan presiden lantaran perlu mendapat dukungan banyak partai politik. Bahkan, ambang batas itu hanya menguntungkan para pemodal.

"Itu juga terkesan menguntungkan para pemodal, menguntungkan orang yang punya kuasa uang dan tentu akan menyebabkan ke depan Inpres itu seperti 2019, ada polarisasi. Karena tingginya angka presidential threshold sehingga sulit untuk bisa menghasilkan banyak kandidat," ucapnya.

Kendati demikian, dia meminta agar pemangku kewenangan dapat merefleksikan persoalan ambang batas tersebut. Tujuannya agar tidak terjadi polarisasi pada pemilihan umum di masa mendatang.

"Oleh karena itu, kami berpikir memang ke depan harus dicermati oleh partai besar. Kita sudah punya pengalaman di 2019 di mana ada polarisasi yang begitu kuat dan tajam, dan sampai sekarang itu belum selesai," tutur dia.

Diketahui gugatan uji materi ambang batas presiden ke MK dilayangkan oleh Mantan Menteri Koordinator Kemaritiman Rizal Ramli. Dia menilai presidential treshold itu telah bertentang konstitusi.

Di sisi lain, Rizal merasa ambang batas tersebut telah mengabaikan prinsip perlakuan yang sama di hadapan hukum. Pasalnya, masyarakat tidak dapat mencalonkan menjadi presiden jika tidak didukung oleh partai politik.

Menanggapi gugatan tersebut, Nasir mengaku bahwa saat ini Badan Legislasi DPR tengah menggodok aturan tersebut di dalam pembahasan RUU Pemilu.

"Soal itu nanti akan dibahas di RUU Pemilu. Saat ini RUU itu sedang disinkronisasi dan harmonisasi di Baleg DPR," ucap Nasir.

img
Achmad Al Fiqri
Reporter
img
Hermansah
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan