Debat terakhir para kandidat di Pilpres 2024 yang digelar di JCC, Senayan, Jakarta Pusat, Minggu (4/2), terasa berjalan membosankan. Alih-alih terlibat adu gagasan yang tajam, para calon presiden justru lebih sering mengamini pendapat kompetitor mereka. Kritik-kritik lugas tak meluncur deras.
Direktur Eksekutif Indonesia Political Opinion (IPO) Dedi Kurnia Syah menilai garingnya debat pamungkas terjadi lantaran para kandidat cari aman. Ketiganya tak mau memicu sentimen negatif dari publik jelang pencoblosan.
"Secara umum, debat penutup ini justru kurang ada perdebatan. Lebih banyak saling menyetujui. Di satu sisi, ini tidak bagus karena minim elaborasi. Di sisi lainnya, tentu antiklimaks jika mengikuti debat sebelumnya yang justru saling serang," ujar Dedi kepada Alinea.id, Senin (5/2).
Debat mempertemukan capres nomor urut 1 Anies Baswedan, capres nomor urut 2 Prabowo Subianto, dan capres nomor urut 3 Ganjar Pranowo. Tema yang diambil ialah kesejahteraan sosial, pembangunan sumber daya manusia (SDM) dan inklusi.
Dalam debat, ketiganya menyampaikan visi-misi yang relatif mirip. Di bidang kesehatan, Ganjar, misalnya, berencana membangun satu desa, satu faskes, dan satu nakes. Sasaran utama yang akan dibidik ialah ibu, anak, lansia, kelompok disabilitas dan masyarakat adat. Pada bidang pendidikan, Ganjar akan memperluas akses pendidikan yang lebih inklusif serta memperbaiki nasib guru dan dosen.
Serupa, Prabowo berencana membangun rumah sakit modern di setiap kabupaten dan puskesmas di setiap desa. Untuk mengatasi kekurangan sekitar 140 ribu dokter, ia berniat menambah fakultas kedokteran dari 92 menjadi 300 fakultas.
Pada kesempatan itu, Prabowo juga kembali mempromosikan program makan siang dan susu gratis. Mantan Danjen Kopassus itu juga akan memberi beasiswa kepada siswa berpretasi ke luar negeri pada bidang kesehatan matematika dan sains.
Di antara janji-janji lainnya, Anies mengungkapkan akan memastikan hidup sehat dengan biaya yang terjangkau. Selain itu, mantan Gubernur DKI Jakarta itu juga berjanji membuat keluarga lebih sejahtera dengan memastikan upah yang layak dan menggelontorkan bantuan sosial (bansos) plus yang berorientasi pada kebutuhan penerima.
Sepanjang debat, Dedi menilai hanya Anies dan Ganjar yang mampu mengartikulasikan pemikiran-pemikirannya secara lugas. Prabowo, kata Dedi, masih terlihat sama seperti debat sebelumnya, yakni mengutarakan wacana-wacana hambar dan terkesan hanya mempromosikan kinerja Jokowi.
"Anies tampil sangat baik, statemen dan gagasannya cenderung tersampaikan. Bahkan, dalam pernyataan penutup, Anies berhasil merangkum aktivitas kampanye dan pemikirannya dengan lugas. Sementara itu, Ganjar konsisten dengan posisi sebagai penengah," kata Dedi.
Jika dibandingkan dengan debat ketiga yang salah satu topiknya tentang pertahanan, debat terakhir terasa adem ayem. Pada debat ketiga, Anies dan Ganjar kompak "menguliti" Prabowo. Ganjar bahkan memberikan nilai 5 untuk kinerja Kementerian Pertahanan di bawah Prabowo.
Di debat pamungkas, satu-satunya serangan yang "menohok" ialah saat Anies dan Ganjar beradu gagasan soal bansos yang kerap diselewengkan sebagai bantuan pribadi atau kelompok. Padahal, pembiayaan bansos berasal dari duit rakyat.
Tujuan Anies dan Ganjar tentu untuk mengkritik Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang sedang rajin menebar bansos. Jokowi bahkan menyiapkan bantuan langsung tunai hingga lebih dari Rp11 triliun. Ada indikasi penyebaran bansos jelang pencoblosan merupakan siasat untuk mendongkrak elektabilitas Prabowo-Gibran.
Lebih jauh, Dedi menilai para kandidat ingin meninggalkan kesan sebagai pemimpin yang "cinta damai". Itulah kenapa tak terlihat ada serangan-serangan tajam antarkandidat di debat. "Untuk itu, nuansa sendu dibangun agar publik melupakan serangan-serangan yang telah lalu," kata Dedi.
Kemiripan gagasan
Analis politik dari Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, Bakir Ihsan menilai debat pamungkas tampak sebagai forum mencari titik temu antarkandidat ketimbang adu gagasan. Dalam memaparkan gagasan terkait tema, ketiga kandidat cenderung punya kemiripan, meski punya kemasan yang beda.
"Selain itu, mereka cari selamat dan tidak saling serang itu karena secara substansi sebenarnya mereka berangkat dari fakta yang sama, yaitu realitas negara yang belum sempurna. Saling serang yang selama ini terjadi itu lebih pada personal, bukan pada gagasan," ucap Bakir kepada Alinea.id.
Meski punya gagasan serupa dalam membangun bangsa, menurut Bakir, Anies dan Ganjar tetap konsisten mengkritik kinerja pemerintah yang masih buruk di berbagai bidang. Di lain sisi, Prabowo juga tak lagi sepenuhnya memposisikan diri seolah sebagai petahana.
"Minimal tagline perubahan paslon nomor 1 semakin menemukan signifikansinya. Citranya justru semakin bagus dengan konsistensi pada tagline. Yang relatif berubah justru paslon nomor 2 yang mulai mengonfirmasi pandangan-pandangan kritis paslon nomor 1 dan 3," ucap Bakir.