Sering tampil di layar kaca tak membuat Brigita Purnawati Manohara percaya diri saat melangkah ke dunia politik. Meskipun tergolong figur publik, Brigita mengaku tak yakin modal popularitas cukup untuk 'mengongkosi' perjalanan politik ke Gedung DPR RI.
"Saya ini bukan orang Lampung, saya ini orang Surabaya. Jadi saya tak tahu dengan kondisi sosial politik Lampung. Realistis, tapi optimis mah harus. Namanya juga berjuang," ujarnya saat berbincang dengan Alinea.id di Jakarta, Kamis (31/1).
Brigita ialah bekas presenter berita TV One. Pada perhelatan Pemilu 2019, dara berusia 33 tahun itu memutuskan maju menjadi calon legislatif (caleg) DPR RI dari PDI-Perjuangan. Dapil Lampung 1 dipilih menjadi palagan politiknya.
Mengaku tak punya dompet tebal, Brigita blusukan di berbagai daerah di Lampung dengan mengandalkan program-program berbiaya murah. Salah satunya ialah pelatihan kehumasan dan public speaking.
"Lumayan lho keluar masuk pengajian ibu-ibu dan ngelatih mereka. Saya enggak bisa ngasih uang soalnya karena saya mantan jurnalis. Saya bisanya ngasih ilmu," ujar dia.
Tak punya basis massa yang besar dan relatif bukan 'orang kuat' di struktural kepartaian PDI-P Lampung membuat Brigita realistis. Tak muluk-muluk, ia memandang pileg kali ini sebagai ajang investasi politik.
"Yang penting PDI-Perjuangan menang dan Jokowi-Ma'ruf menang. Andaikan saya tak terpilih saat ini, mungkin di (Pileg) 2024 nanti terpilih," ujarnya.
Lain Brigita, lain pula Dedek Prayudi. Caleg muda dari Partai Solidaritas Indonesia (PSI) itu mengaku optimistis bisa melangkah ke Senayan dari Dapil Jawa Barat IX. Dari jauh-jauh hari, Dedek sudah melakukan pemetaan politik guna memastikan kemenangan. "Jadi saya tahu daerah mana yang saya masih kurang tingkat keterpilihannya," jelasnya.
Dapil Jawa Barat IX meliputi Subang, Majalengka dan Sumedang. Di dapil itu, Dedek bakal bertarung dengan para caleg petahana, semisal Lilis Santika (PKB), Nurhasan Zaidi (PKS), Venni Devianti (Golkar), Oo Sutisna (Gerindra), Linda Megawati (Demokrat), dan Ratieh Sanggarwaty (PPP).
Dedek mengungkapkan, ia bakal membidik lumbung suara PDI-P di Kabupaten Subang. Menurut dia, banyak suara dari konstituen PDI-P 'tercecer' di daerah itu sepeninggal politikus PDI-P Maruarara Sirait yang hijrah ke dapil Bogor dan Cianjur. "Ini peluang untuk saya garap," ujar pria kelahiran 23 April 1984 itu.
Sejumlah 'peluru' pun disiapkan Dedek untuk memikat para pemilik suara di dapil itu. Dari hasil kajiannya di Subang, Majalengka dan Sumedang, menurut Dedek, persoalan paling utama yang dihadapi masyarakat di tiga daerah itu terkait bias gender.
"Perempuan di sana saya lihat kurang mendapat akses untuk perkerjaan di sana. Saya ingin dorong adanya home industry (usaha rumahan) di sana untuk perempuan dan saya ingin masuk Komisi IX untuk mengawal itu melalui legislasi," jelasnya.
Pentas kasta kedua
Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Lucius Karus mengatakan, perlu usaha super keras dari para caleg anyar untuk mempromosikan program-program mereka ke masyarakat. Pasalnya, Pileg 2019 kini dianaktirikan lantaran masa kampanyenya berbarengan dengan Pilpres 2019. "Jadi, pileg ditinggalkan," ujarnya.
Kegaduhan di pentas pilpres, menurut Lucius, membuat pentas pileg layaknya laga elektoral kasta kedua. Ia pun khawatir, nama-nama baru yang punya kualitas dan kapabilitas memimpin justru bakal tersingkir. Terlebih, caleg-caleg baru relatif tak punya modal dan jejaring politik yang kuat di daerah.
"Saya mengkhawatirkan pileg hanya akan melahirkan orang-orang lama yang kompetensinya di DPR pun tak memuaskan publik saat ini," ujar Lucius.
Meskipun situasinya muram, Direktur Indopolling Wempy Hadir berharap para caleg muda tak patah arang. Pasalnya, gedung parlemen butuh regenerasi. "Kalau (anggota DPR) yang sekarang parah. Jadi saya harap caleg muda itu jangan mau menyerah dengan caleg incumbent," tuturnya.
Ia pun berbagi saran dengan para caleg muda. Menurut dia, sebelum terjun ke lapangan, para caleg baru harus riset terlebih dahulu. "Jadi jangan kaya caleg lama, sporadis. Kalian harus survei di mana yang masih lemah, datangi. Jangan yang didatangi yang sudah yakin menang," paparnya.
Setali tiga uang, Direktur Lingkar Madani Ray Rangkuti, menyarakan agar para caleg baru menghindari cara-cara lama dalam meraup suara pemilih. Apalagi, menggunakan politik uang sebagaimana yang 'lazim' dilakukan caleg petahana.
"Kalau kalian menggunakan cara mereka, maka kalian akan kalah karena kalian kalah banyak uangnya. Masyarakat itu akan main hitung-hitungan, di A ngasih besar, dan kalau kamu ngasih kecil bisa ditinggalkan. Pakai cara-cara yang lebih eleganlah," tuturnya.
Salah satu cara yang ditempuh, kata Ray, ialah dengan membangun hubungan emosional dengan para pemilih. "Lihat masalahnya apa. Dekati, bangun ikatan emosional. Otomatis mereka akan memilih. Jangan enggak pernah nemui mereka, tak tahu masalah, tiba-tiba nawarin solusi," pungkas Ray.