close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Presiden Joko Widodo memberikan pengarahan saat penyerahan sertifikat tanah di halaman Skadron 21/Sena Puspenerbad Pondok Cabe Ilir, Tangerang Selatan, Banten, Jumat (25/1/2019). Presiden menyerahkan sebanyak 40.172 sertifikat kepada masyarakat di wilayah
icon caption
Presiden Joko Widodo memberikan pengarahan saat penyerahan sertifikat tanah di halaman Skadron 21/Sena Puspenerbad Pondok Cabe Ilir, Tangerang Selatan, Banten, Jumat (25/1/2019). Presiden menyerahkan sebanyak 40.172 sertifikat kepada masyarakat di wilayah
Pemilu
Minggu, 17 Februari 2019 22:18

Bagi-bagi lahan ala pemerintahan Jokowi belum selesaikan ketimpangan

Greenpeace Indonesia menyebut sertifikat yang dibagikan oleh pemerintahan Jokowi bagi petani merupakan bagian dari program reforma agraria.
swipe

Klaim Joko Widodo selaku petahana terkait programnya yang akan membagi-bagikan lahan kepada masyarakat hingga 12,7 hektare (ha) dinilai belum dapat menyelesaikan perkara soal ketimpangan kepemilikan lahan. 

“Pasalnya, jika dibandingkan dengan penguasaan lahan khususnya Hak Guna Usaha (HGU) dan izin konsesi lainnya masih memiliki gap yang besar,” kata Ketua Tim Juru Kampanye Kehutanan Greenpeace Indonesia, Arie Romapas saat dihubungi Alinea.id pada Minggu (17/2) malam.

Arie mengakui, sertifikat yang dibagikan oleh pemerintahan Jokowi kepada petani merupakan bagian dari program reforma agraria. Namun, menurutnya, program itu belum menjawab ketimpangan terkait struktur penguasaan lahan. Karena itu, izin penguasaan lahan yang saat ini diterapkan harus dievaluasi.

“Izin yang merampas (berkonflik dengan petani dan mayarakat adat) harus diselesaikan (resolusi konflik) dan kawasan yang memiliki nilai ekosistem yang tinggi konservasi harus dilindungi,” ujarnya.

Sementara itu, Arie mengatakan, konsep yang ditawarkan calon presiden nomor urut 02, Prabowo Subianto, soal hak penguasaan lahan dikelola negara sudah tepat. Namun, jika itu dikerjakan oleh para petani untuk sektor pertanian. Sebab, dari situlah petani bisa merasakan manfaat ekonomi dari struktur penguasaan tanah dan mekanisasi produksi pertanian. 

“Sayangnya posisi Prabowo juga salah satu yang menguasasi lahan yang besar,” kata Arie.

Dalam debat capres, sebelumnya kedua capres saling beradu argumen terkait persoalan reforma agraria. Calon presiden nomor urut 01, Joko Widodo, menyebut pemerintah telah membagi konsesi atau pemberian hak dan izin atas tanah kepada masyarakat adat, petani dan nelayan sebanyak 2,6 juta hektare (ha) dari 12,7 juta ha yang telah disiapkan. 

"Kami juga mendampingi mereka agar tanah-tanah menjadi produktif. Pentingnya retribusi aset reforma agraria, 12,7 juta hektare harus didistribusi bukan untuk yang gede-gede," kata Jokowi.

Lebih lanjut, Jokowi juga menyinggung soal lahan milik negara yang dikuasai oleh pihak yang besar-besar. Salah satunya dikuasai oleh politikus yang juga calon presiden dari nomor urut 02, Prabowo Subianto.

“Saya tahu Prabowo punya lahan luas di Kalimantan Timur sebesar 220.000 ha dan Aceh Tengah 120.000 hektare,” ungkap Jokowi.

Menanggapi pernyataan Jokowi, capres 02, Prabowo Subianto, memiliki pandangan strategis yang berbeda. Menurutnya, pemerintahan Jokowi harus bisa melihat ke depan saat keberadaan tanah tidak akan bertambah, sedangkan populasi rakyat terus bertambah.

"Jadi kalau bangga target 12 juta-20 juta hektare, tapi ke depan tak punya lahan untuk kita bagi lagi. Gimana masa depan anak-cucu kita? Bumi dan kekayaan air harusnya dikuasai oleh negara," kata Prabowo.

Adapun yang disebut Jokowi terkait lahan negara yang dikuasai Prabowo di Kalimantan dan Aceh, capres 02 itu membenarkannya. Namun, Prabowo merelakan lahan yang telah dikuasainya itu bila sewaktu-waktu negara akan mengambilnya. 

“Saya siap menyerahkannya kembali kepada negara bila ingin mengambil alih,” kata Prabowo.

img
Eka Setiyaningsih
Reporter
img
Tito Dirhantoro
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan