Calon presiden nomor urut 02 Prabowo Subianto kembali menegaskan ia dan pasangannya Sandiaga Uno telah memenangi Pilpres 2019. Menurut Prabowo, meskipun angkanya turun, kemenangan Prabowo-Sandi tidak dapat diganggu-gugat.
"Menurut ahli-ahli statistik kami, angkanya paling hanya berubah sedikit," ujar Prabowo di depan para pendukungnya saat memberikan sambutan di acara 'Mengungkap Fakta-Fakta Kecurangan Pilpres 2019' di Hotel Sahid, Jakarta Pusat, Selasa (14/5).
Berbasis real count dari 444.967 tempat pemungutan suara, Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandi mengklaim pasangan jagoannya meraup 54,24% suara atau 48.657.483 suara. Angka kemenangan itu turun. Pasalnya, Prabowo sempat mendeklarasikan memenangi kontestasi dengan raupan 62% suara.
Dalam sambutannya, Prabowo meminta para pendukungnya tetap tenang. Namun demikian, ia mengungkapkan tidak akan terima jika KPU menetapkan Jokowi-Ma'ruf sebagai pemenang Pilpres 2019.
"Kami masih menaruh harapan kepadamu (KPU). Tapi, sikap saya yang jelas saya akan menolak hasil penghitungan pemilu. Hasil penghitungan yang curang. Kami tidak bisa menerima ketidakadilan dan ketidakjujuran," ujar Prabowo.
Pernyataan Prabowo tersebut muncul di sela-sela gelombang aksi unjuk rasa kecil di Gedung Bawaslu RI dalam beberapa hari terakhir. Aksi massa menolak hasil Pilpres 2019 itu dimotori sejumlah tokoh pendukung Prabowo-Sandi, semisal Eggi Sudjana, Kivlan Zein dan Bachtiar Nasir.
Bertepatan dengan pengumuman resmi KPU terkait hasil penghitungan suara Pilpres 2019, kubu Prabowo pun berencana menggelar aksi unjuk rasa besar-besaran.
Anggota Dewan Pengarah BPN Prabowo-Sandi, Fadli Zon menegaskan berbagai kecurangan yang telah terjadi dalam penyelenggaraan Pemilu 2019 harus diprotes. Ia pun memastikan kubunya tidak akan mengambil jalur kompromi.
"Masa kemudian kalau sudah curang, mau damai? Harus diprotes dulu dong kecurangan ini. Mana saya tahu (22 Mei akan damai atau tidak). Saya bukan peramal. Tergantung rakyat maunya bagaimana nanti. Kita lihatlah," ujar dia.
Aksi protes sepertinya bakal jadi pilihan Prabowo-Sandi menyikapi hasil Pilpres 2019. Pasalnya, politikus Gerindra Muhammad Syafii memastikan kubunya tidak akan menempuh jalur hukum dengan mengetuk ruang sidang Mahkamah Konstitusi (MK).
Syafii mengatakan, pihaknya pesimistis hakim-hakim MK bakal bersikap adil. Berkaca pada Pilpres 2014, menurut Syafii, MK sama sekali tidak menggubris bukti-bukti kecurangan yang dikumpulkan Prabowo-Hatta dalam 19 truk.
"MK kemudian mengetuk palu untuk kemenangan 01 tanpa memeriksa data yang kami bawa sampai 19 truk itu. Jadi, kalau hari ini yang pemilunya curang itu, saya pikir datanya bisa lebih dari 19 truk. Kami punya keyakinan MK tidak akan melakukan pemeriksaan sama seperti pemilu lalu," kata dia.
Pengamat politik dari Formappi Lucius Karus menilai narasi kecurangan yang terus dibangun Prabowo-Sandi janggal. Selain hanya berbasis data tim internal, KPU pun sejauh ini masih melakukan rekapitulasi dan belum mengumumkan pemenang Pilpres 2019.
"Hasilnya saja belum diumumkan secara resmi oleh KPU. Keputusan yang obyektif tentu harus dibuat atas dasar data dan fakta yang sahih. Yang ditunjukkan oleh BPN justru membuat sebuah keputusan dengan fakta dan data mereka sendiri," kata dia.
Menurut Lucius, penolakan terhadap rekapitulasi suara KPU mengindikasikan kubu Prabowo sudah kehabisan akal mencegah kekalahannya. "Itu jelas muncul dari bayang-bayang ketakutan akan kekalahan saja," ujar dia.
Terkait wacana people power yang digaungkan kubu Prabowo, Lucius menilai, gelar kekuatan massa tidak akan mengubah hasil pemilu. Ia menyarankan agar Prabowo-Sandi ke MK ketimbang mendorong para pendukungnya turun ke jalan.
"Sikap resmi peserta pemilu harus disalurkan melalui jalur yang resmi. Dan sikap itu sesungguhnya baru punya kekuatan jika hasilnya sudah diumumkan. Atas hasil itu penolakan bisa diajukan, itu pun harus dilengkapi dengan bukti," ujar dia.
Redakan tensi
Ketua DPR RI Bambang Soesatyo menilai, dugaan kecurangan di Pemilu 2019 yang dilakukan kubu Prabowo-Sandi merupakan upaya membentuk opini publik. Ketimbang hanya sekadar gaduh, Bamsoet menyarankan agar kubu Prabowo-Sandi menempuh jalur konstitusional.
"Kalau nanti ternyata benar dan dimenangkan (MK), itu sudah langsung secara official dan legal. Kalau hanya pembentukan opini yang ada hanyalah menghasilkan kebisingan dan ketidaknyamanan terhadap masyarakat," kata Bamsoet di Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu (15/5).
Bamsoet pun mempertanyakan sikap kubu Prabowo yang hanya mempersoalkan hasil Pilpres 2019. Menurut dia, jika Pilpres 2019 dipenuhi kecurangan masif, maka hal serupa pun terjadi pada Pileg 2019. "Karena itu satu paket," imbuhnya.
Lebih jauh, ia berharap elite-elite politik di kubu Prabowo-Sandi menahan diri dan meredakan tensi politik pascapemungutan suara. Ia khawatir gelaran unjuk rasa massa menolak hasil Pilpres 2019 kontraproduktif dan merugikan bagi publik.
"Ingat masih 265 juta rakyat kita yang ingin hidup tenang, kalau hidup tenang. Masyarakat tenang, maka ekonomi bisa berjalan dengan baik. Tapi, kalau dibuat bising oleh para elite maka yang rugi 265 juta rakyat kita. Dampaknya ke ekonomi dan ujungnya kepada penerimaan rumah tangga," kata dia. (Ant)