Sistem Informasi Rekapitulasi Suara (Sirekap) yang didesain Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI untuk menghitung hasil pemungutan suara di Pemilu 2024 terus menuai polemik. Belakangan, caleg-caleg di berbagai daerah mengungkap adanya anomali atau bahkan penurunan raihan suara mereka di Sirekap.
Salah satunya diungkap caleg PDI-Perjuangan di daerah pemilihan III 3 Jawa Timur (Jatim) Chandra Astan. Chandra memergoki raihan suaranya di dapil turun signifikan. Pada 17 Februari pukul 13.40 WIB, suara Chandra turun menjadi 8.157 suara dari 8.800 suara.
Selang beberapa jam, suara Chandra sempat kembali naik hingga mencapai 11.088 suara. Namun, dalam pantauan terakhir pada 20 Februari 2024 pukul 06.00 WIB, raihan suara Chandra hanya tinggal 7.479.
"Ini jelas tidak mungkin. Saksi yang kami terjunkan saja 7.722 orang yang jelas sudah deklarasi dukungan untuk kami. Suara saya bahkan sekarang di bawah jumlah saksi," ujar Chandra seperti dikutip dari Detik.
Anomali serupa juga diutarakan sejumlah caleg DPR dan DPRD di berbagai daerah. Caleg DPR RI dari dapil Lampung I Alzier Dianis Thabranie mengungkapkan suaranya berkurang dalam aplikasi Sirekap KPU.
Saat memantau Sirekap, Jumat (17/2) pukul 17.30 WIB, Alzier menemukan raihan suaranya mencapai 10.736. Namun, sekitar dua jam berselang, suaranya turunmenjadi 10.124 suara.
"Masa suara saya bisa berkurang 612. Dimaling siapa ini? Ini kan dari KPU sendiri? Jangan sampai ada permainan. Kami tidak terima," kata politikus Golkar itu.
Laporan-laporan suara hilang itu mengemuka di tengah kontroversi dihentikannya proses rekapitulasi suara di tingkat kecamatan oleh KPU hingga Selasa (20/2). Penghentian rekapitulasi suara diklaim KPU terkait dengan kesalahan konversi data dalam Sirekap.
Sebelumnya, kabar mengenai penghentian rekapitulasi suara itu diungkap politikus PDI-P Deddy Yevri Sitorus. Caleg DPR RI dari dapil Kalimantan Utara itu menduga adanya upaya tersistematis mengakali suara hasil pemilu.
"Padahal, Sirekap itu bukan metode penghitungan suara yang resmi dan sah. Rujukan perhitungan suara adalah rekapitulasi berjenjang, atau C1 manual. Ini kok kami dapat informasi bahwa penghentian terjadi di seluruh Indonesia," ujar Dedi dalam siaran pers yang diterima Alinea.id.
Peneliti Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Nurul Amalia Salabi mengecam tindakan KPU pusat yang mengeluarkan arahan untuk menghentikan proses rekapitulasi suara di tingkat kecamatan. Menurut Nurul, tindakan itu bisa dikategorikan penyelewengan wewenang atau abuse of power oleh KPU.
"Kami mendesak KPU untuk melanjutkan proses rekapitulasi suara di tingkat kecamatan. Proses rekapitulasi suara mesti dilaksanakan tepat waktu, transparan, dan akuntabel. KPU wajib menjaga kemurnian suara pemilih, dan mempercepat proses rekapitulasi suara agar hasil resmi Pemilu 2024 bisa lebih cepat diketahui oleh masyarakat," ucap Nurul kepada Alinea.id, Senin (19/2).
Langkah KPU menghentikan tahapan pemilu secara sepihak, kata Nurul, tak punya dasar hukum. Ia pun meminta agar Bawaslu dan Komisi II DPR turun tangan untuk mengusut praktik penyelenggaraan pemilu yang terkesan kian "ugal-ugalan" tersebut.
"Tindakan KPU RI tersebut patut diduga merupakan pelanggaran serius karena menghentikan tahapan pemilu tanpa dasar hukum. Ini bisa (dugaan kecurangan) yang terstruktur, sistematis dan masif dengan dihentikannya tahapan rekapitulasi suara di tingkat kecamatan," ucap Nurul.
Kepada Alinea.id, Direktur Democracy and Electoral Empowerment Partnership (DEEP) Indonesia Neni Nur Hayati mengatakan dugaan suara hilang yang diungkap sejumlah caleg tidak boleh disepelekan KPU. Ia khawatir terjadi manipulasi suara yang dilakukan oknum petugas di lapangan.
"Dan di situ C1 plano. Itu harus dibuka. Kalau ada yang tidak sinkron, maka solusinya buka kotak suara. Akurasi data pada Sirekap yang bermasalah dan arahan penghentian proses rekapitulasi suara manual di tingkat kecamatan menjadi masalah pelik penghitungan suara yang potensial memicu manipulasi suara," kata Neni.
Anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI Idham Holik membantah penghitungan suara menggunakan Sirekap di tingkat kecamatan dihentikan hingga tiga hari. Menurut dia, penghentian rekapitulasi suara hanya terjadi sebentar.