Anggota Bawaslu RI Rahmat Bagja membela putusan Bawaslu Jawa Tengah (Jateng) yang merekomendasikan agar Gubernur Jateng Ganjar Pranowo dan 35 kepala daerah di Jateng disanksi karena mendeklarasikan diri mengusung pasangan Jokowi-Ma'ruf di Pilpres 2019.
Menurut Bagja, putusan yang dikeluarkan Bawaslu Jateng punya landasan hukum. "Ada dasarnya teman-teman Bawaslu Jawa Tengah memutuskan demikian yaitu sesuai dengan UU Pemilu," kata Bagja di Gedung Bawaslu RI, Jakarta, Senin (25/2).
Sebelumnya, Bawaslu Jateng merekomendasikan pemberian sanksi kepada Ganjar dan 35 kepala daerah karena dianggap melanggar netralitas aparatur sipil negara (ASN) jika mengacu pada Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (UU Pemda).
Ganjar menyebut Bawaslu Jateng 'offside' karena menghakimi ia dan para kepala daerah lainnya menggunakan UU Pemda. "Logikanya simpel saja, kalau saya melanggar etika siapa yang berhak menentukan saya melanggar? Apakah Bawaslu? Wong itu bukan kewenangannya," kata Ganjar.
Bagja menepis argumen Ganjar itu. Menurut dia, Bawaslu Jateng bisa menggunakan UU Pemda untuk 'menghakimi' Ganjar dan kawan-kawan karena diperbolehkan oleh Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu).
"Keputusan itu telah sesuai dengan pasal 455 ayat 1 huruf c Undang Undang nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilihan Umum," ucapnya.
Aturan itu menjelaskan ranah pelanggaran yang berhak ditangani Bawaslu termasuk 'pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan lainnya yang bukan pelanggaran pemilu, bukan sengketa pemilu, dan bukan tindak pidana pemilu.'
Pelanggaran semacam itu, lanjut Bagja, bisa diproses oleh Bawaslu, Bawaslu provinsi, Bawaslu kabupaten/kota dan panwaslu sesuai kewenangan masing-masing atau diteruskan kepada instansi atau pihak yang berwenang.