Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) memberi catatan terhadap pelaksanaan pemungutan suara di Pemilu 2019 pada Rabu (17/4) kemarin. Salah satunya adalah keterlambatan pelaksanaan pencoblosan di sejumlah tempat pemungutan suara (TPS).
Komisioner Bawaslu RI Muhammad Afifuddin mengatakan, seharusnya TPS sudah membuka pendaftaran pemungutan suara sejak pukul 07.00.
"Secara teknis, ada TPS yang membuka di atas jam 07.00. Misalnya ada di Jateng, ada di Banyumas, Banjarmasin, Sumut, Aceh, Kaltim, dan lain-lain. Banyak kejadian seperti ini," kata Afifuddin di Kantor Bawaslu RI, Jakarta Pusat, Rabu (17/4).
Menurut Afif, keterlambatan terjadi karena TPS tidak melakukan persiapan yang baik untuk menyambut pemungutan suara. Dugaan itu berdasarkan laporan hasil pengawasan proses pemungutan suara Pemilu 2019 hingga Selasa (16/4) pukul 21.00 WIB
"Ada 3.250 TPS belum disiapkan hingga malam jelang pemungutan suara, sehingga menjadi penyebab terlambat dibuka. Bisa jadi malamnya disiapkan, tetapi sampai 16 April, pukul 21.00 waktu setempat, belum disiapkan," katanya menerangkan.
Ditempat yang sama, Komisioner Bawaslu RI Fritz Edward Siregar mengatakan keterlambatan pembukaan TPS merupakan pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan.
"Padahal sesuai undang-undang harus dimulai di pukul 07.00. Terhadap TPS yang telat dibuka, itu sebetulnya sebagai sebuah pelanggaran, tapi kan itu tidak menyebabkan tidak dapat memilih," kata Fritz.
Menurut dia, seharusnya petugas TPS atau Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) dapat mendata para pemilih yang sudah mengantre, jika terjadi keterlambatan. Hal ini dinilai penting agar masyarakat dapat menyalurkan hak pilihnya.
"Itu juga satu persoalan. Jadi kalau misalnya ada TPS telat, harusnya KPPS mendata mereka yang sudah mendaftar, sehingga hak mereka untuk mencoblos tidak hilang. Jangan nanti tiba-tiba jam 13.00 dibilang tidak bisa, sudah selesai. Nah, itu kan kompensasi waktu itu harus diberikan oleh si KPPS," ujar Fritz.