Puncak penyebaran hoaks Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 di media sosial diprediksi terjadi pada Februari mendatang. Ini, ungkap anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI, Herwyn JH Malonda, merujuk pengalaman sebelumnya pada 2019: menjelang pemungutan suara.
"Terkait isu informasi negatif, maka tren hoaks dan berita tidak benar ini bisa meningkat. Kalau berkaca [Pemilu] 2019, memuncak di April 2019, ketika berakhirnya tahapan kampanye sampai menjelang pemungutan suara," ucapnya.
"Kalau saat ini, bukan tidak mungkin hoaks itu akan meningkat dan memuncak di akhir November 2023, pada tahapan kampanye, sampai pada awal Februari 2024, menjelang tahapan pemungutan suara," imbuhnya.
Herwyn melanjutkan, berdasarkan data Pemilu 2019, sebanyak 501 isu hoaks menyebar kala itu. Menurutnya, masalah tersebut perlu diantisipasi karena memicu menguatnya polarisasi di masyarakat, munculnya ketidakpercayaan pada penyelenggara pemilu, publik meragukan hasil kontestasi sehingga berpotensi terjadinya kekerasan.
Bawaslu, sambungnya, telah melakukan berbagai upaya pencegahan. Misalnya, memantau dinamik di media, memublikasikan informasi, dan menyosialisasikan kepemiluan secara massif.
"Kami juga melakukan kolaborasi kepada stakeholder terkait, seperti Kemenkominfo, platform media sosial, media, dan konten kreator, dan juga membentuk gugus tugas pengawasan kampanye bersama KPI, KPU, dan Dewan Pers," tuturnya, mengutip laman Bawaslu.
Herwyn pun mengajak masyarakat berperan aktif dengan melaporkan hoaks, ujaran SARA/kebencian melalui aplikasi Sigap Lapor. Selain itu, tidak mudah terhasut konten-konten provokasi.
"Mari kita lakukan terlebih dahulu menyaring informasi untuk cek fakta sebelum kita bagikan ke pihak lain. Dengan itu, kita sudah membantu masyarakat supaya kita juga bisa mengangkat perintah undang-undang dasar, yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa," ujarnya.