Bosan menonton orasi politik di debat ketiga Pilpres 2019
Debat ketiga Pilpres 2019 yang mempertemukan calon wakil presiden nomor urut 01, KH Ma’ruf Amin dan calon wakil presiden nomor urut 02, Sandiaga Salahuddin Uno telah rampung. Diselenggarakan selama dua jam di Hotel Sultan pada Minggu, (17/3), debat ketiga ini terkesan membosankan dibanding dua debat pilpres sebelumnya.
Jalannya debat ketiga semula diharapkan menarik dan bakal muncul perdebatan panas antara kedua cawapres. Itu ketika pada segmen pertama, Ma’ruf Amin memaparkan visi dan misinya yang akan mengeluarkan 3 kartu sakti antara lain Kartu Sembako Murah, Kartu Indonesia Pintar (KIP) Kuliah dan Kartu Pra Kerja.
“Di bidang pendidikan beasiswa akan ditingkatkan sampai kuliah. Pemerintah telah menyediakan tempat latihan dan kursus secara gratis agar mudah mendapat kerja,” kata Ma’ruf Amin.
Mendengar program visi-misi yang disampaikan Ma’ruf, mestinya Sandi dapat memblejeti satu per satu kebijakan tersebut. Terlebih, soal 3 kartu sakti itu sudah disampaikan Ma’ruf akan dijadikan jualannya dalam debat nanti. Artinya, program yang disampaikan Maruf itu bisa dipelajari Sandi untuk kemudian dikritisi saat berlangsungnya debat ketiga.
Ma’ruf Amin pun cenderung main aman. Soal pemaparan Sandiaga dalam visi-misi yang akan menghapus ujian nasional, melanjutkan program OK OCE yang diangkat ke level nasional, dan menyelesaikan masalah defisit BPJS Kesehatan dalam jangka waktu 200 hari kerja, mestinya juga bisa dikritisi. Namun, hal itu tak dilakukan Ma’ruf.
“Saya yakin OK OCE yang akan kita angkat ke level nasional akan membuka 2 juta wirausaha baru. Juga program rumah siap kerja akan dilakukan secara nonstop service untuk para anak-anak muda mendapatkan pekerjaan sampai ke tingkat pedesaan,” ujar Sandiaga.
Menurut Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Ahmad Heri Firdaus, OK OCE merupakan program yang kurang jitu. Meski inisiasinya cukup baik, namun implementasinya di lapangan justru menimbulkan masalah. Misalnya, soal masih banyaknya peserta program OK OCE yang gagap teknologi.
“Semua calon peserta harus register via email. Di tahap ini saja sudah banyak kendala. Banyak yang tidak bisa register, sehingga perlu dibantu,” ujar Ahmad.
“Kemudian dari segi persyaratan lain banyak yang belum bisa memenuhi. Harusnya ada evaluasi dulu di level DKI Jakarta sebelum dinaikkan ke level pusat.”
Pada segmen keempat dan kelima, baru ada sanggahan yang ditunjukkan dari kedua cawapres. Di segmen ini moderator mempersilakan kedua kandidat untuk saling berdebat secara bebas. Namun jalannya debat di kedua segmen ini pun tak signifikan. Cenderung tampak datar-datar saja dan anti klimaks.
Sandiaga yang diberi kesempatan pertama oleh moderator, bertanya pada Ma’ruf Amin soal strategi mengurangi angka pengangguran dan perlindungan kepada pekerja. Menanggapi pertanyaan Sandi, Ma’ruf Amin mengatakan akan fokus pada dunia usaha di bidang startup. Caranya, membangun infrastruktur langit seperti Palapa Ring.
Palapa Ring adalah proyek pembangunan jaringan serat optik nasional yang akan menjangkau sebanyak 34 provinsi, 440 kota/kabupaten di seluruh Indonesia dengan total panjang kabel laut mencapai 35.280 kilometer, dan kabel di daratan sejauh 21.807 kilometer.
Menanggapi jawaban Ma’ruf, Sandiaga mengatakan pihaknya akan fokus pada sektor UMKM sebagai upaya untuk mengurangi angka pengangguran. “Kami melihat UMKM solusi bagi tenaga kerja. Program OK OCE akan kami dorong berpihak pada UMKM,” ujar Sandi.
Debat ketiga Pilpres 2019 yang mempertemukan calon wakil presiden nomor urut 01, KH Ma’ruf Amin dan calon wakil presiden nomor urut 02, Sandiaga Salahuddin Uno telah rampung. Diselenggarakan selama dua jam di Hotel Sultan pada Minggu, (17/3), debat ketiga ini terkesan membosankan dibanding dua debat pilpres sebelumnya.
Jalannya debat ketiga semula diharapkan menarik dan bakal muncul perdebatan panas antara kedua cawapres. Itu ketika pada segmen pertama, Ma’ruf Amin memaparkan visi dan misinya yang akan mengeluarkan 3 kartu sakti antara lain Kartu Sembako Murah, Kartu Indonesia Pintar (KIP) Kuliah dan Kartu Pra Kerja.
“Di bidang pendidikan beasiswa akan ditingkatkan sampai kuliah. Pemerintah telah menyediakan tempat latihan dan kursus secara gratis agar mudah mendapat kerja,” kata Ma’ruf Amin.
Mendengar program visi-misi yang disampaikan Ma’ruf, mestinya Sandi dapat memblejeti satu per satu kebijakan tersebut. Terlebih, soal 3 kartu sakti itu sudah disampaikan Ma’ruf akan dijadikan jualannya dalam debat nanti. Artinya, program yang disampaikan Maruf itu bisa dipelajari Sandi untuk kemudian dikritisi saat berlangsungnya debat ketiga.
Ma’ruf Amin pun cenderung main aman. Soal pemaparan Sandiaga dalam visi-misi yang akan menghapus ujian nasional, melanjutkan program OK OCE yang diangkat ke level nasional, dan menyelesaikan masalah defisit BPJS Kesehatan dalam jangka waktu 200 hari kerja, mestinya juga bisa dikritisi. Namun, hal itu tak dilakukan Ma’ruf.
“Saya yakin OK OCE yang akan kita angkat ke level nasional akan membuka 2 juta wirausaha baru. Juga program rumah siap kerja akan dilakukan secara nonstop service untuk para anak-anak muda mendapatkan pekerjaan sampai ke tingkat pedesaan,” ujar Sandiaga.
Menurut Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Ahmad Heri Firdaus, OK OCE merupakan program yang kurang jitu. Meski inisiasinya cukup baik, namun implementasinya di lapangan justru menimbulkan masalah. Misalnya, soal masih banyaknya peserta program OK OCE yang gagap teknologi.
“Semua calon peserta harus register via email. Di tahap ini saja sudah banyak kendala. Banyak yang tidak bisa register, sehingga perlu dibantu,” ujar Ahmad.
“Kemudian dari segi persyaratan lain banyak yang belum bisa memenuhi. Harusnya ada evaluasi dulu di level DKI Jakarta sebelum dinaikkan ke level pusat.”
Pada segmen keempat dan kelima, baru ada sanggahan yang ditunjukkan dari kedua cawapres. Di segmen ini moderator mempersilakan kedua kandidat untuk saling berdebat secara bebas. Namun jalannya debat di kedua segmen ini pun tak signifikan. Cenderung tampak datar-datar saja dan anti klimaks.
Sandiaga yang diberi kesempatan pertama oleh moderator, bertanya pada Ma’ruf Amin soal strategi mengurangi angka pengangguran dan perlindungan kepada pekerja. Menanggapi pertanyaan Sandi, Ma’ruf Amin mengatakan akan fokus pada dunia usaha di bidang startup. Caranya, membangun infrastruktur langit seperti Palapa Ring.
Palapa Ring adalah proyek pembangunan jaringan serat optik nasional yang akan menjangkau sebanyak 34 provinsi, 440 kota/kabupaten di seluruh Indonesia dengan total panjang kabel laut mencapai 35.280 kilometer, dan kabel di daratan sejauh 21.807 kilometer.
Menanggapi jawaban Ma’ruf, Sandiaga mengatakan pihaknya akan fokus pada sektor UMKM sebagai upaya untuk mengurangi angka pengangguran. “Kami melihat UMKM solusi bagi tenaga kerja. Program OK OCE akan kami dorong berpihak pada UMKM,” ujar Sandi.
Performa kandidat
Dilihat dari penguasaan panggung, pengamat politik dari Universitas Al Azhar, Ujang Komarudin, menilai pemaparan kedua cawapres cenderung normatif dan datar. Alih-alih menunjukkan perdebatan yang menarik, keduanya justru mempertontonkan berbagai pemaparan yang cenderung terlihat seperti orasi politik.
Kedua cawapres, baik Ma’ruf Amin maupun Sandiaga Uno hanya menunjukkan keunggulan masing-masing terkait ide, gagasan, dan program yang dimiliki mereka masing-masing, bukan kemampuan mereka menyelesaikan beragam persoalan terkait tema debat soal kesehatan, ketenagakerjaan, pendidikan, sosial dan budaya.
“Debat yang datar, tapi menarik karena lebih mengedepankan kecakapan masing-masing dalam menjelaskan ide, gagasan dan programnya,” tuturnya.
Ujang menjelaskan, pemaparan Sandiaga Uno yang lebih menonjolkan pengalamannya ketika menjawab pertanyaan menunjukkan dirinya sebagai praktisi yakni sebagai pelaku usaha. Sementara Ma'ruf Amin yang berbicara dengan menyelipkan ayat Al Quran menunjukkan keahliannya sebagai ulama. Hal inilah yang tidak dimiliki Sandiaga.
Meski sama-sama menunjukkan latar belakangnya, namun kedua cawapres disebut Ujang tidak mendalami materi debat. Ujang menilai, substansi dalam debat ketiga Pilpres 2019 tetap ada, tapi belum dapat menjelaskan secara detil. Misalnya ketika Sandiaga berbicara mengenai gaji guru honorer yang akan ia naikkan.
“Oleh Sandi tidak dijelaskan berapa kenaikannya, kapan akan dinaikkan, anggarannya diambil dari mana. Itu tidak jelas dan tidak tuntas,” ucap Ujang.
Menurut Direktur Eksekutif Politik Indonesia, Burhanuddin Muhtadi, jika sebelumnya dianggap bakal kikuk dan tak menguasai tema debat, performa Ma’ruf Amin pada debat kali ini justru berada di atas ekspektasi publik. Bahkan ia berhasil membuat orang-orang terkejut karena istilah yang dilontarkannya semisal infrastruktur langit.
Padahal, pembicaraan soal Ma’ruf Amin terutama di media sosial amat minim. Sementara Sandiaga Uno jauh lebih tinggi. Ia berada di bawah Jokowi dan Prabowo Subianto. Karena itu, tak heran jika Jokowi seolah kerap dikeroyok oleh Prabowo dan Sandiaga. Namun hal itu dijawab Ma’ruf lewat penampilannya yang cukup cemerlang dengan menjadi dirinya sendiri dan berani mengambil isu bagi kalangan milenial.
“Ma’ruf Amin menampilkan dirinya secara orisinil. Saat yang sama, ia memasukkan banyak istilah yang tidak bisa menebak, sehingga membuat orang kaget karena berbicara di luar keulamaannya yang identik hanya soal agama,” ujar Burhanuddin.
Sementara Sandiaga, kata Burhanuddin, terkungkung dengan persoalan pengangguran dan lapangan kerja. Secara elektoral isu-isu tersebut memang memiliki daya tarik dan diminati. Namun, tak ada kebaruan karena dalam setiap pemaparannya, pada akhirnya muaranya berlabuh pada dua hal itu tadi.
Senada dengan Burhanuddin, Direktur Eksekutif Charta Politika, Yunarto Wijaya, mengatakan ada ledakan baru yang ditonjolkan cawapres nomor urut 01, Ma’ruf Amin. Jika pada debat perdana cenderung pasif, kali ini Ma’ruf Amin menunjukkan kematangannya sebagai politikus senior. Terlebih, dalam memberi pemaparan, Ma’ruf Amin sangat artikulkatif.
Sebaliknya, terhadap Sandiaga, Yunarto berpendapat mantan wakil gubernur DKI Jakarta itu berbicara layaknya pedagang. Sebab, Sandi kerap menjual dagangannya terkait persoalan tenaga kerja. Meski demikian, Sandiaga Uno patut diapresiasi terkait emosionalnya yang stabil dan konsisten meski diserang oleh lawan debatnya.
“Walaupun demikian, debat kali ini begitu membosankan karena tidak keluar seperti yang ditunjukkan dalam debat antara Jokowi dan Prabowo,” ujar Yunarto.
Ma'ruf Unggul Berdasarkan Poling
Berdasarkan poling yang dilakukan Alinea.id di media social Twitter, rata-rata isu yang menjadi perdebatan pada debat ketiga Pilpres 2019 didominasi oleh Ma’ruf Amin. Pada aspek pendidikan Ma’ruf Amin mendapat angka 72%, sedangkan Sandiaga25%.
Kemudian di bidang kesehatan, Ma’ruf Amin memperoleh 76% dan Sandiaga 22%. Selanjutnya, ketenagakerjaan Ma’ruf Amin memperoleh 74% dan Sandiaga Uno 24%. Berikutnya, terkait social dan budaya Ma’ruf Amin mendapat angka 68% dan Sandiaga Uno 30%.
Namun menurut pengamat politik dari Universitas Islam Negeri, Adi Prayitno, debat ketiga antara Ma’ruf Amin dan Sandiaga Uno berakhir imbang. Pasalnya, substansi yang dipaparkan keduanya dalam debat tak jauh berbeda.
Namun demikian, ada beberapa perbedaan dalam penampilan kedua cawapres tersebut. "Bedanya, pertama, cuma cara pandang terhadap persoalan saja beda. Kedua, artikulasi Sandi lebih rileks, Kyai Ma'ruf datar saja," ujar Adi.