Terdapat potensi banyaknya pemilih yang terancam tak bisa menggunakan hak pilihnya lantaran persoalan administratif. Salah satu potensi kalangan yang terancam tidak bisa menyalurkan haknya adalah mahasiswa.
Mantan komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Chusnul Mariyah mendorong penyelenggara pemilu untuk membuat terobosan hukum guna menjamin pemilih bisa menggunakan hak suaranya.
"Ada beberapa yang terancam tidak bisa menggunakan hak pilihnya, seperti mahasiswa, korban bencana, yang di rumah sakit juga. Karena sejak awal regulasi kita menggunakan KTP elektronik," kata Chusnul Mariyah di komplek DPR Senayan, Jakarta, Selasa (26/3).
Solusi yang tersedia, sambung Chusnul, hanya kembali ke tempat asal sesuai dengan alamat di KTP. Padahal, itu juga tidak memungkinkan untuk dilakukan, sehingga potensi golput semakin tinggi.
Dia menyampaikan, banyak mahasiswa yang tidak memiliki waktu untuk mengurus form A5 sebagai syarat untuk bisa memilih. KPU semestinya bekerja untuk permasalahan yang substansi bukan pada hal yang mengandung populis.
"Ini juga belum jelas bagaimana KPU menyikapinya. Ini karena sejak awal regulasi kita mengharuskan menggunakan KTP-el," kata dia.
Menurutnya, yang paling penting, KPU mesti menjelaskan pola koreksi yang akan dilakukan agar publik yakin dengan apa yang dilakukan KPU. Bahkan, dia mendorong KPU untuk menerbitkan keputusan KPU terkait cara melakukan koreksi terhadap data-data pemilih yang dianggap ganda dan invalid.
"Tapi juga dijelaskan ke masyarakat metodenya bagaimana. Metode yang akan dilakukan untuk mengoreksi itu seperti apa," ujar Chusnul.