Dampak buruk kicauan Kemhan muat tagar #PrabowoGibran2024
Koalisi Pemilu Bersih 2024 melaporkan akun Twitter (X) Kementerian Pertahanan (Kemhan), @Kemhan_RI, kepada Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu). Pangkalnya, sebagai kepanjangan tangan instansi pemerintah yang mestinya netral, ia justru turut terlibat politik praktis dengan melambungkan #PrabowoGibran2024 dalam kicauannya.
Tagar (hastag) #PrabowoGibran2024 merujuk pada pasangan calon (paslon) nomor urut 2 pada Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024, Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka. Prabowo merupakan Menteri Pertahanan (Menhan).
"Ini bukan cuma pelanggaran yang hanya dinilai administrasi, akan tetapi kita harus melihat pelanggaran secara struktural karena kita tahu bersama Kemhan masih bernuansa militeristik. Jadi, kita harus lihat apakah jangan-jangan ada komando di situ karena mustahil seorang admin medsos (media sosial) kemudian melakukan cuitan terkait dengan hastag tanpa ada perintah," tutur perwakilan Koalisi Pemilu Bersih 2024 dari Themis Indonesia, Hemi Lavour Febrinandez, usai mengadukan masalah ini kepada Bawaslu di Jakarta, Selasa (23/1).
Ini kesalahan yang sangat fatal dari admin @Kemhan_RI , mungkin nantinya akan ada evaluasi juga dari kesilapan yang telah terjadi. Tidak heran juga banyak orang atau buzzer paslon tertentu menuduh para "pemerhati militer" sebagai buzzer paslon nomor 2, padahal ya tak seperti itu. pic.twitter.com/XYZTEd6Euk
— Random World War (@RandomWorldWar) January 21, 2024
Laporan tersebut terdaftar dengan Nomor: 035/LP/PP/RI/00.00/I/2024. Pelapor menilai, pelanggaran tersebut bertentangan Pasal 280, Pasal 282, dan Pasal 283 Undang-Undang Pemilihan Umum (UU Pemilu).
Pembelaan Kemhan
Sementara itu, Kepala Biro Humas Kemhan, Brigjen Edwin Adrian, menyatakan, tercantumnya #PrabowoGibran2024 dalam salah satu kicauan @Kemhan_RI karena ketidaksengajaan imbas aktifnya teks otomatis (autotext). "Kesalahan telah diperbaiki," ucapnya.
Ia melanjutkan, Kemhan pun sudah melakukan evaluasi dan menekankan agar jajarannya berhati-hati saat memublikasikan sesuatu. "Dan admin telah diberikan sanksi teguran keras, karena kurang berhati-hati dalam melaksanakan tugasnya," sambungnya.
Terpisah, Ketua Bawaslu RI, Rahmat Bagja, memastikan pihaknya akan menindaklanjuti laporan tersebut. Mula-mula, melakukan pendalaman.
"Pasti kita cek dulu, apakah ini official account atau non-official. [Kalau] official, makan akan diteliti: apa ini fasilitas [negara] atau bukan," katanya, Rabu (24/1).
Karena itu, ia enggan mengomentari kemungkina adanya hukuman dari Bawaslu. Namun, Bagja memastikan setiap kandidat pilpres, sesuai Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 15 Tahun 2023, diperkenankan memiliki 20 akun medsos untuk kampanye.
"Tapi, kan, ini akun Kementerian Pertahanan atau bagaimana, kita harus melihat juga, dicek juga," jelasnya.
Mencederai demokrasi
Bagi Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP), kasus tersebut memperkuat asumsi publik bahwa pemerintah berpihak kepada salah satu kontestan pilpres. Imbasnya, mencederai proses demokrasi.
"[Ini] semakin menguatkan dugaan publik bahwa pemerintah tidak netral. Harusnya bukan hanya Kemhan, tapi di situ juga presiden, terus kemudian lembaga yang paling tinggi, pembantu presiden. Presiden seharusnya punya sikap. [Namun] Presiden [Jokowi] justru memperkuat kesan publik bahwa pemerintah tidak netral sehingga ini mencederai demokrasi," urai Sekretaris Jenderal KIPP, Kaka Suminta, kepada Alinea.id.
Presiden Joko Widodo (Jokowi) sebelumnya menyatakan, ia sebagai kepala negara, termasuk para pembantunya, bisa berpihak kepada salah satu kontestan pemilu dengan dalih setiap orang memiliki hak politik yang sama. Namun, dilarang memanfaatkan fasilitas negara ketika berkampanye untuk kandidat yang didukungnya.
Karenanya, bagi Kaka, Bawaslu wajib menindaklanjuti laporan koalisi sipil atas kasus ini. Apalagi, aduan sudah teregistrasi sehingga tidak bisa lagi beralasan akan melakukan pengecekan.
"Bawaslu tidak boleh normatif karena kalau dibiarkan terjadi, [sama saja memberikan] impunity karena terkait hukum pemilu. Bisa jadi [nantinya] tidak ada efek jera sehingga lembaga lain bisa melakukan hal sama, baik [untuk mendukung] calon nomor urut 1, 2, 3, atau partai politik," ujarnya.
Menurutnya, sekalipun Kemhan telah memberikan sanksi kepada admin medsos yang mengunggah konten tersebut, kasus ini tetap harus berjalan. Alasannya, sikap Kemhan tidak beririsan dengan dugaan pelanggaran pemilu yang terjadi dan ini menyangkut lembaga negara. Dicontohkannya dengan kasus dugaan pejabat di Kabupaten Batu Bara, Sumatera Utara (Sumut), menggunakan dana desa untuk memenangkan Prabowo-Gibran.
"Jangan, kan, institusi negara, personal saja kalau melakukan kesalahan seperti kasus di Batu Bara yang dibilang hoaks, ada hukum yang gunakan, [UU] ITE. Ini institusi negara, maka harus lebih arif dan penuh pertimbangan, ada mekanismenya," bebernya.
Diketahui, Bawaslu menyatakan video rekaman antara Bupati, Dandim, Kepala Kejaksaan Negeri, dan Kapolri Batu Bara tentang memenangkan paslon nomor 2 dengan memanfaatkan dana desa adalah hoaks. Kendati begitu, kepolisian terus mengusut kasus itu, terutama tindak pidananya. Bahkan, seorang pegiat medsos yang menyebarluaskannya, Palti Hutabarat yang merupakan pemilik akun @Paltiwest, ditetapkan sebagai tersangka.
Di sisi lain, Kaka meminta Kemhan turut bertanggung jawab atas kekeliruan tersebut. Artinya, tidak melempar kesalahan yang terjadi kepada jajarannya semata mengingat akun itu resmi milik institusi sehingga segala konten yang dipublikasikan merupakan kebijakan resmi.
"Seharusnya proses upload [konten medsos] bukan [urusan] personal, tapi merupakan kebijakan [institusi]," tegasnya. "Secara institusi, [akun medsos resmi] bagian dari [kerja-kerja divisi] hubungan masyarakat. Nah, dengan demikian harus ada tanggung jawab."