Debat calon wakil presiden (cawapres) oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) beberapa waktu lalu, memicu Polling Institute untuk melakukan survei. Hasilnya, pasangan Prabowo-Gibran masih memuncaki survei elektabilitas bahkan dalam kategori wilayah, yakni sebesar 46,2%.
Peneliti Polling Institute Kennedy Muslim mengaku, angka ini tidak naik signifikan jika dibandingkan dengan survei periode 15-19 Desember 2023 yang mencapai 46,1%. Timnya melakukan penelitian ini pada periode 26-28 Desember 2023.
"Pasangan Prabowo-Gibran unggul dihampir setiap kelompok masyarakat, kecuali pada kelompok etnis Minang dan wilayah DKI Jakarta," katanya dalam siaran daring, Rabu (3/1).
Sedangkan pasangan calon presiden dan calon wakil presiden nomor urut satu Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar, menyusul di urutan kedua, dengan elektabilitas 24,6%. Angka tersebut naik 2% dari survei periode 15-19 Desember 2023.
Sementara, untuk pasangan Ganjar-Mahfud berada di angka 21,3% atau meningkat 0,8% dibandingkan survei periode sebelumnya. Menurut Kennedy, kenaikan angka elektabilitas baik Ganjar-Mahfud dan Anies-Muhaimin berasal dari swing voters atau pemilih yang belum menentukan pilihannya.
"Ini dari mana angka kenaikan dari paslon nomor urut satu dan tiga? Dari survei kami, itu karena ada penurunan dari swing voters atau tadinya yang belum punya pilihan dari 10,8% ke 7,8%. Mereka lari ke paslon nomor urut satu dan tiga. Setidaknya itu yang terekam dari data survei kami," jelas Kennedy.
Meski sempat memimpin Jawa Tengah, rupanya Ganjar juga tak cukup kuat di sana. Sebab, elektabilitas Prabowo-Gibran di Jateng-DIY mencapai 42,9%, kemudian Ganjar-Mahfud dengan 33,8%, lalu Anies-Muhaimin dengan 14%.
Prabowo-Gibran juga mendapatkan suara yang cukup merata di sejumlah wilayah. Di Sumatera, misalnya, dukungan untuk Prabowo-Gibran mencapai 40,4% dan Banten yang mencapai 57,5%. Hanya di DKI Jakarta suara Prabowo-Gibran tak sebesar Anies-Muhaimin.
“Di DKI Jakarta, dukungan kuat untuk untuk Anies-Muhaimin dengan 46,9%, baru Prabowo-Gibran 35,1%, lalu Ganjar-Mahfud 9%,” kata Kennedy.
Ia pun mendapatkan sejumlah alasan para pemilih memilih pasangan calon presiden dan wakil presiden. Untuk pasangan Anies dan Muhaimin, para pemilih memberikan suaranya karena ingin perubahan, dinilai paling mampu memimpin, pintar, dan lebih islami.
Sedangkan untuk pasangan Prabowo dan Gibran, dinilai lebih meyakinkan, tegas, melanjutkan Jokowi, dan juga berlatar belakang militer. Para pemilih memilih pasangan calon nomor urut tiga Ganjar dan Mahfud karena dinilai lebih menonjol, suka saja, jujur, dan sudah ada bukti hasil kerjanya.
Tidak signifikannya perubahan elektabilitas pasangan calon setelah debat juga diungkap pendiri LSI Denny JA, Denny Januar Ali. Dia mengungkapkan hasil riset LSI Denny JA pada Pemilu Presiden 2019 setelah debat. Di mana, yang mengatakan mengubah pilihannya setelah menonton debat capres/cawapres hanya 2,9% saja. Artinya, debat calon presiden dan calon wakil presiden tak banyak efek elektoralnya.
Lebih detail lagi, yang menonton debat itu dari seluruh populasi pemilih Indonesia hanya 50,6% saja. Tetapi dari menonton itu, banyak yang melihatnya hanya sekilas saja: 5 menit, 10 menit. Yang menonton keseluruhan debat dari awal hingga selesai, ternyata hanya 14,9% dari populasi.
Dari yang menonton debat itu, yang mengatakan mengubah pilihannya sebanyak 5,8%. Karena yang menonton debat hanya separuh dari populasi pemilih, berarti total yang bisa berubah dari populasi pemilih setelah debat, hanya 2,9% saja.
Perubahan itu juga terjadi hanya di kalangan swing voters saja. Yaitu, pemilih yang belum menentukan pilihan, dan pemilih yang sudah memilih tetapi masih ragu-ragu. Sedangkan pemilih militan para capres dan cawapres tak akan berubah setelah menonton debat. Pendirian mereka terlalu kokoh digoyah oleh tontonan debat.
Yang mengubah pandangan setelah menonton debat terjadi untuk tiga hal. Pertama, mereka yang belum memilih setelah menonton debat berubah menjadi memilih. Atau mereka yang sudah memilih, berubah menjadi tidak memilih, alias golput saja. Atau mereka yang awalnya memilih calon A pindah ke calon B. Bisa juga sebaliknya, dari memilih calon B pindah ke calon A.
Dari yang menonton debat, mereka mengatakan bahwa 40% itu dipengaruhi oleh substansi pesan yang disampaikan oleh capres atau cawapres. Namun lebih banyak lagi, 60% pemilih lebih memperhatikan penampilan, gaya dan juga daya persuasi sang capres/cawapres.
"Walaupun efek debat ini secara elektoral tidak besar, tetapi debat cawapres dan capres tetap penting. Debat ini membuat kita tahu gagasan capres dan cawapres ini untuk membulat lonjongkan Indonesia," papar dia,