Debat Kennedy-Nixon pada 1960 dan pengaruh televisi
Publik sudah menyaksikan debat perdana calon presiden dan calon wakil presiden antara pasangan Joko Widodo-Ma’ruf Amin dan Prabowo Subianto-Sandiaga Salahuddin Uno di televisi pada Kamis (17/1).
Pasangan Joko Widodo-Ma’ruf Amin yang mengenakan pakaian serba putih beradu gagasan dan argumen dengan pasangan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno yang bersetelan jas lengkap. Banyak persepsi dari publik, usai menyaksikan debat itu.
Sejarah mencatat, debat memperebutkan kursi presiden yang disiarkan televisi pertama kali terjadi pada 1960 di Amerika Serikat. Dikutip dari artikel “The Kennedy-Nixon Debates” dalam History.com edisi 21 September 2010, debat berlangsung pada 26 September 1960 malam, di studio televisi CBS, Chicago, Amerika Serikat.
Debat tersebut mempertemukan calon presiden dari Partai Demokrat John Fitzgerald Kennedy dan calon presiden dari Partai Republik Richard Nixon.
Politik di televisi
Sesungguhnya, Kennedy bukan apa-apa dibandingkan pesaingnya, Nixon, dalam memperebutkan kursi presiden Amerika Serikat pada 1960. Namanya kalah tenar dari Nixon, yang kala itu menjabat sebagai wakil presiden Dwight D. Eisenhower.
Sedangkan Kennedy merupakan senator Massachusetts. Meski jam terbang politiknya kalah dibandingkan Nixon, Kennedy nekat menantang debat Nixon di depan kamera televisi dan corong radio. Menurut Kennedy, seperti dikutip dari Tempo edisi 10 Desember 1988, debat itu harus dilakukan agar popularitas Kennedy bisa setara dengan Nixon.
Watak keluarga Kennedy memang nekat. Dikutip dari Tempo, kakek Kennedy merupakan jutawan yang memulai bisnisnya sebagai pedagang minuman keras.
Ayah Kennedy, senang berspekulasi. Uangnya disebar di berbagai bidang bisnis, terutama di pasar saham Wall Street. Pada 1926, dengan pengalamannya yang nol, ayah Kennedy menggeluti dunia film sebagai produser. Dalam dua tahun saja, dia menelurkan 76 judul film.
Ayahnya sebenarnya menaruh harapan kepada saudara tertua Joseph Fitzgerald dalam politik. Dia adalah perwira angkatan laut, sebagai pilot pesawat pengebom. Namun, pada 1944, Joseph tewas dalam Perang Dunia II. Lalu, Kennedy berjanji kepada ayahnya.
“Ayah, saya akan menjadi orang Katolik Irlandia pertama yang menjadi presiden,” kata Kennedy, dikutip dari Tempo, 10 Desember 1988.
Televisi, salah satu teknologi luar biasa yang muncul pada awal abad ke-20, sudah dimanfaatkan Kennedy dan Nixon untuk urusan politik.
Menurut situs Jfklibrary.org, pada 1950 hanya 11% rumah di Amerika yang memiliki televisi. Pada 1960-an, jumlahnya meningkat menjadi 88%. Diperkirakan, pada debat pertama 26 September 1960, 70 juta orang Amerika, atau sekitar dua pertiga pemilih, menyaksikan debat calon presiden itu. Untuk pertama kalinya dalam sejarah, televisi menjadi sumber informasi dominan bagi pemilih.
Sebelum menghadapi Nixon, Kennedy melakukan serangkaian kampanye. Termasuk gladi resik debat dengan Hubert H. Humphrey yang diadakan di studio televisi WCHS-TV, Charleston, pada 4 Mei 1960. Dikutip dari buku Presidential Debates: Risky Business on the Campaign Trail (2016) karya Alan Schroeder, sejarawan media Erik Barnouw berkomentar mengenai debat dalam rangkaian kampanye di Virginia Barat.
“Mengesankan pemirsa dengan keringkasan bahasannya, kecerdasan yang menarik, dan banyak isu domestik,” kata Barnouw.
Nixon punya segudang pengalaman di pemerintahan dan urusan luar negeri. Selama dua periode, dari 1953 hingga 1961, Nixon mendampingi Eisenhower sebagai wakil presiden. Sebelumnya, dia menjadi senator California, 1950-1953.
Urusan televisi, bukan barang baru bagi Nixon. Dia pernah memukau dengan pidato “Checkers” pada 1952, yang disiarkan televisi, mengenai anti-suap. Selama delapan tahun, Nixon jadi sorotan media. Sebagai wakil presiden, dia bekerja dengan sangat baik.
Menurut Alan Schroeder dalam buku Presidential Debates: Risky Business on the Campaign Trail (2016), pada 1959 Nixon memperkuat kepercayaan anti-komunisnya dalam “kitchen debate” dengan Perdana Menteri Uni Soviet Nikita Khrushchev di Moskwa.
Publik sudah menyaksikan debat perdana calon presiden dan calon wakil presiden antara pasangan Joko Widodo-Ma’ruf Amin dan Prabowo Subianto-Sandiaga Salahuddin Uno di televisi pada Kamis (17/1).
Pasangan Joko Widodo-Ma’ruf Amin yang mengenakan pakaian serba putih beradu gagasan dan argumen dengan pasangan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno yang bersetelan jas lengkap. Banyak persepsi dari publik, usai menyaksikan debat itu.
Sejarah mencatat, debat memperebutkan kursi presiden yang disiarkan televisi pertama kali terjadi pada 1960 di Amerika Serikat. Dikutip dari artikel “The Kennedy-Nixon Debates” dalam History.com edisi 21 September 2010, debat berlangsung pada 26 September 1960 malam, di studio televisi CBS, Chicago, Amerika Serikat.
Debat tersebut mempertemukan calon presiden dari Partai Demokrat John Fitzgerald Kennedy dan calon presiden dari Partai Republik Richard Nixon.
Politik di televisi
Sesungguhnya, Kennedy bukan apa-apa dibandingkan pesaingnya, Nixon, dalam memperebutkan kursi presiden Amerika Serikat pada 1960. Namanya kalah tenar dari Nixon, yang kala itu menjabat sebagai wakil presiden Dwight D. Eisenhower.
Sedangkan Kennedy merupakan senator Massachusetts. Meski jam terbang politiknya kalah dibandingkan Nixon, Kennedy nekat menantang debat Nixon di depan kamera televisi dan corong radio. Menurut Kennedy, seperti dikutip dari Tempo edisi 10 Desember 1988, debat itu harus dilakukan agar popularitas Kennedy bisa setara dengan Nixon.
Watak keluarga Kennedy memang nekat. Dikutip dari Tempo, kakek Kennedy merupakan jutawan yang memulai bisnisnya sebagai pedagang minuman keras.
Ayah Kennedy, senang berspekulasi. Uangnya disebar di berbagai bidang bisnis, terutama di pasar saham Wall Street. Pada 1926, dengan pengalamannya yang nol, ayah Kennedy menggeluti dunia film sebagai produser. Dalam dua tahun saja, dia menelurkan 76 judul film.
Ayahnya sebenarnya menaruh harapan kepada saudara tertua Joseph Fitzgerald dalam politik. Dia adalah perwira angkatan laut, sebagai pilot pesawat pengebom. Namun, pada 1944, Joseph tewas dalam Perang Dunia II. Lalu, Kennedy berjanji kepada ayahnya.
“Ayah, saya akan menjadi orang Katolik Irlandia pertama yang menjadi presiden,” kata Kennedy, dikutip dari Tempo, 10 Desember 1988.
Televisi, salah satu teknologi luar biasa yang muncul pada awal abad ke-20, sudah dimanfaatkan Kennedy dan Nixon untuk urusan politik.
Menurut situs Jfklibrary.org, pada 1950 hanya 11% rumah di Amerika yang memiliki televisi. Pada 1960-an, jumlahnya meningkat menjadi 88%. Diperkirakan, pada debat pertama 26 September 1960, 70 juta orang Amerika, atau sekitar dua pertiga pemilih, menyaksikan debat calon presiden itu. Untuk pertama kalinya dalam sejarah, televisi menjadi sumber informasi dominan bagi pemilih.
Sebelum menghadapi Nixon, Kennedy melakukan serangkaian kampanye. Termasuk gladi resik debat dengan Hubert H. Humphrey yang diadakan di studio televisi WCHS-TV, Charleston, pada 4 Mei 1960. Dikutip dari buku Presidential Debates: Risky Business on the Campaign Trail (2016) karya Alan Schroeder, sejarawan media Erik Barnouw berkomentar mengenai debat dalam rangkaian kampanye di Virginia Barat.
“Mengesankan pemirsa dengan keringkasan bahasannya, kecerdasan yang menarik, dan banyak isu domestik,” kata Barnouw.
Nixon punya segudang pengalaman di pemerintahan dan urusan luar negeri. Selama dua periode, dari 1953 hingga 1961, Nixon mendampingi Eisenhower sebagai wakil presiden. Sebelumnya, dia menjadi senator California, 1950-1953.
Urusan televisi, bukan barang baru bagi Nixon. Dia pernah memukau dengan pidato “Checkers” pada 1952, yang disiarkan televisi, mengenai anti-suap. Selama delapan tahun, Nixon jadi sorotan media. Sebagai wakil presiden, dia bekerja dengan sangat baik.
Menurut Alan Schroeder dalam buku Presidential Debates: Risky Business on the Campaign Trail (2016), pada 1959 Nixon memperkuat kepercayaan anti-komunisnya dalam “kitchen debate” dengan Perdana Menteri Uni Soviet Nikita Khrushchev di Moskwa.
Great debate
Pada 1947, Kennedy dan Nixon pertama kali bertemu dalam debat terbuka di sebuah hotel di McKeesport. Alan Schroeder dalam buku Presidential Debates: Risky Business on the Campaign Trail (2016) menulis, saat itu mereka berdebat mengenai pokok-pokok hubungan pekerja dan manajemen. Nixon menang dalam debat tersebut.
Hingga akhirnya mereka bersua di depan kamera televisi pada 26 September 1960, dalam Great Debate, untuk menyampaikan gagasan brilian mereka mengatasi masalah domestik dan internasional Amerika Serikat.
Debat Kennedy-Nixon pada 1960 berlangsung empat putaran. Debat pertama diadakan pada 26 September 1960 di Chicago, debat kedua berlangsung pada 7 Oktober 1960 di Washington. Kemudian, debat ketiga dihelat pada 13 Oktober 1960, berlangsung jarak jauh, Kennedy di New York dan Nixon di Los Angeles. Debat penutup diadakan pada 21 Oktober 1960 di New York.
Seluruh rangkaian debat ini selalu dimoderatori jurnalis senior Amerika Serikat. Dalam debat pertama, moderatornya adalah Howard Kingsbury Smith. Debat kedua, dimoderatori jurnalis televisi NBC News Frank McGee.
Debat ketiga, giliran Bill Shadel dari ABC News yang menjadi moderator. Dan, debat terakhir dimoderatori Quincy Howe dari ABC News. Rangkaian debat kedua hingga keempat disiarkan C-SPAN.
Pada 1960, Amerika Serikat menghadapi masalah serius di dunia internasional. Saat itu, dikutip dari artikel “The Kennedy-Nixon Debates” dalam History.com, 21 September 2010, negara adidaya tersebut tengah terlibat Perang Dingin dengan Uni Soviet. Negara komunis tersebut baru saja memimpin perlombaan menggapai antariksa, dengan meluncurkan satelit Sputnik.
Selain itu, muncul rezim revolusioner Fidel Castro di Kuba, yang bisa saja meningkatkan penyebaran komunisme di belahan dunia Barat. Ada pula masalah dalam negeri, seperti perjuangan hak-hak sipil dan desegregasi (penghapusan pemisahan yang bersifat rasial). Maka, dibutuhkan presiden yang punya posisi kuat.
Dua calon presiden memberikan pemaparan yang baik tentang keamanan nasional, ancaman komunisme, kebutuhan untuk memperkuat militer, dan pentingnya membangun masa depan bagi Amerika.
Dalam debat pertama, setiap kandidat diberikan waktu untuk memberikan pernyataan akhir.
"Kurasa sudah saatnya Amerika mulai bangkit lagi," kata Kennedy.
Kennedy membuat semacam sketsa sebuah negara yang kehilangan ruhnya, di bawah pemerintahan Republik. Amerika jatuh dalam retorika Perang Dingin dengan Uni Soviet. Dia berujar, Amerika harus memanfaatkan potensi ekonominya.
Nixon kemudian menyindir Kennedy.
“Partai Republik membangun lebih banyak sekolah, rumah sakit, dan jalanan daripada pemerintah Demokrat sebelumnya,” kata Nixon.
Kennedy membalasnya dengan cerdas.
“Pertanyaan di hadapan kita semua adalah bisakah kebebasan di generasi selanjutnya terwujud, atau apakah komunis akan berkuasa? Dan, jika kita memenuhi tanggung jawab, saya pikir kebebasan akan terwujud,” ujar Kennedy.
Kesalahan fatal Nixon
Selain jawaban yang meyakinkan, persiapan dan gelagat kedua calon presiden di depan kamera secara tidak langsung, menentukan ketertarikan warga Amerika untuk memilih salah satu calon. Dalam debat pertama, Kennedy benar-benar menjadi bintang.
Persiapan debat Kennedy jauh lebih baik ketimbang Nixon. Dikutip dari artikel Kayla Webley berjudul “How the Nixon-Kennedy Debate Changed the World” di TIME edisi 23 September 2010, Kennedy berjam-jam latihan dan berpidato di hadapan serikat buruh, kemudian menyediakan waktu untuk tidur siang.
Bahkan, hingga menjelang debat, tim Kennedy mempersiapkan kandidat presiden dari Partai Demokrat itu agar tampil meyakinkan. Masih menurut artikel Kayla Webley, penulis pidato Kennedy, Ted Sorensen mengatakan, mereka selalu siap sedia di hotel Chicago. Dia berlari memegang setumpuk catatan, dan menanyai Kennedy tentang topik debat.
"Kami tahu debat pertama yang disiarkan di televisi itu penting, tetapi kami tidak tahu seberapa penting hasilnya," kata Sorensen kepada TIME, 23 September 2010.
Dikutip dari situs Jfklibrary.org, sehari sebelum debat, Kennedy bertemu produser untuk membahas mengenai latar belakang studio dan penempatan kamera. Kennedy mengenakan setelan jas berwarna biru untuk mengurangi sinar tajam dan agar tak serupa dengan latar belakang studio yang berwarna abu-abu.
Sedangkan Nixon mengenakan setelan jas berwarna abu-abu, dan tampak menyatu dengan latar belakang. Karena di masa itu televisi berwarna hitam-putih, sosok Nixon memang menjadi seperti tertempel dengan warna latar.
Sial bagi Nixon. Ketika berkampanye di North Carolina, sekitar sebulan sebelum debat, lututnya menghantam pintu mobil. Lalu, menimbulkan infeksi, dan membuatnya harus dirawat di rumah sakit.
Menurut Erik van den Berg dalam artikelnya “Het tv-debat Kennedy-Nixon in 1960: De politiek voorgoed veranderd” di situs Anderetijden.nl, 28 September 2016, Nixon berada di rumah sakit selama dua minggu, tak mencukur janggutnya, wajahnya terlihat pucat, dan badannya kurus.
Lebih fatal lagi, Nixon menolak dirias sebelum tampil debat.
“Berbeda dengan Kennedy yang benar-benar memoles wajahnya. Ini adalah debat televisi pertama dan publisitasnya sangat besar. Nixon jelas telah meremehkan pentingnya media baru (televisi) ini,” tulis van den Berg dalam artikelnya itu.
Sementara itu, Alan Schroeder dalam bukunya menulis, selain kesehatannya yang tengah bermasalah, Nixon pun melakukan kesalahan fundamental. Dia mendeskripsikan debat sebagai latihan retorika belaka, sedangkan Kennedy sadar ini adalah acara televisi.
“Insting universalitas (Kennedy) sudah siap,” kata pakar komunikasi Kathleen Hall Jamieson, seperti dikutip oleh Alan Schroeder dalam bukunya Presidential Debates: Risky Business on the Campaign Trail.
Selain itu, pengalaman pidato “Checkers” sudah mengelabui Nixon, dan mentah-mentah meniru gaya yang sama dalam debat.
“Pidato ‘Checkers’ adalah masalah moral, bukan pertanyaan kebijakan. Dan, dalam pidato itu, dia (Nixon) sendirian di televisi,” kata pakar ilmu politik Harvey Wheeler, seperti dikutip oleh Alan Schroeder.
Belum lagi gelagat yang diperlihatkan Nixon di debat pertama. Saat debat, Kennedy menatap langsung ke kamera, ketika menjawab pertanyaan panelis dan moderator. Sementara Nixon, kerap terlihat mengalihkan pandangannya dari kamera, kikuk, dan terkesan gugup. Gerak-geriknya itu seakan-akan meruntuhkan kharismanya.
Nixon memperbaiki semuanya di debat kedua, ketiga, dan keempat. Alan Schroeder menulis, dia memulihkan ukuran berat badannya dan sepakat dirias. Bahkan, seorang ahli kosmetik bersetifikat bergabung dalam tim Republik. Sayangnya, debat-debat setelahnya ini tak berpengaruh. Dia sudah meninggalkan bekas negatif di debat pertama, yang membuat suaranya dalam pemilu runtuh.
Peneliti senior dari Lembaga Studi Pers dan Pembangunan (LSPP) Ignatius Haryanto mengatakan, Kennedy amat memperhatikan penampilan visual. Hasilnya menarik.
“Mereka yang menonton televisi tertarik dengan sosok Kennedy, dan menilai Kennedy yang menang dalam debat (pertama). Sementara yang mengikuti debat lewat radio, mengunggulkan Nixon,” kata Ignatius saat dihubungi, Selasa (22/1).
Menurut Ignatius, televisi memang sangat berpengaruh dalam perebutan suara pemilih saat itu. Mereka yang melihat tampilan visual yang santai, kata Ignatius, membuat Kennedy terpilih menjadi Presiden Amerika Serikat.
Sedangkan mereka yang hanya mendengar debat melalui radio, menurut dosen jurnalistik di Universitas Multimedia Nusantara itu, hanya membayangkan ketegasan suara dan wibawa Nixon.
Kennedy memenangi pertarungan pemilihan presiden Amerika Serikat dengan persentase sangat tipis, unggul 49,72%. Sedangkan Nixon memperoleh 49,55%.
Layaknya debat antara Nixon-Kennedy, debat calon presiden dan calon wakil presiden antara Joko Widodo-Ma’ruf Amin dan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno bisa saja memengaruhi pemilih April 2019 nanti. Masih ada empat putaran debat tersisa hingga menjelang pencoblosan. Segalanya bisa terjadi.