Sekretaris Jenderal Perhimpunan Survei dan Opini Publik Indonesia (Persepi) yang juga Direktur Charta Politika Yunarto Wijaya, menyesalkan ada pihak yang menuding hasil hitung cepat dari sejumlah lembaga survei merupakan hasil yang salah.
"Ada yang menyatakan hitung cepat berusaha menggiring opini, bahkan ada yang menuduh seolah KPU nanti akan menyamakan hasil perhitungan manual mereka dengan hitung cepat kami," kata dia dalam konferensi pers yang digelar di Hotel Morissey, Jakarta, Sabtu (20/4).
Menurut Yunarto, hitung cepat yang harusnya menjadi alat bantu kontrol malah menciptakan ambiguitas dalam pemilu. Yunarto menyerukan agar seluruh pihak yang terlibat membuka data, demi mempertahankan kredibilitas masing-masing dan kepercayaan publik.
"Persepi merasa perlu membuka data secara terang-terangan supaya ikut membantu proses real count KPU yang hasilnya akan diumumkan pada 22 Mei nanti," ujarnya.
Dengan membuka data, Yunarto berharap beberapa pihak dapat berhenti melayangkan tudingan, yang akan menimbulkan opini memecah publik.
"Kami mengimbau adanya keterbukaan informasi, sehingga publik tidak dibingungkan dengan klaim masing-masing pihak," ujarnya.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) Jayadi Hanan menyatakan, hitung cepat berfungsi sebagai alat bantu agar pemilu berkualitas dan demokratis.
"Hitung cepat bukan alat menutupi kecurangan, tetapi alat yang bisa menjadi referensi terhadap hasil yang dikeluarkan secara resmi," ujarnya. "Jadi, bukan juga cepat-cepatan dapat hasil."
Sejak 2004, lanjutnya, Indonesia telah menyelengarakan empat pemilu dan selama itu tidak pernah ada masalah terkait hasil hitung cepat.
"Saya rasa masyarakat dan politikus sudah terbiasa dengan hitung cepat. Jelas hitung cepat itu persoalan pengetahuan, bukan keputusan politik," tuturnya.