Diksi Jokowi Prabowo yang kontroversial
Mendekati waktu pemilihan presiden pada April mendatang, calon presiden (capres) Joko Widodo (Jokowi) dan Prabowo Subianto membuka 'kampanye' mereka dengan mulai melemparkan ucapan kontroversial. Saling sindir juga merendahkan lawannya kerap dilontarkan kedua calon.
Apa yang membedakan diksi kontroversial Jokowi dan Prabowo?
Jokowi tidak secara gamblang menyebut tokoh, kelompok atau sosok dari pidatonya yang sarat sindiran. Sementara Prabowo terang-terangan menyindir satu kelompok dan tokoh yang kerap berakhir pada sebuah protes.
Masih segar dalam ingatan, atas ucapan Prabowo soal 'tampang Boyolali' dan nasib pemuda Indonesia yang banyak berakhir menjadi ojek online, sempat memicu protes demonstrasi dari kedua kelompok.
Yang disayangkan ucapan kontroversial tersebut jauh dari visi dan misi yang harusnya lebih banyak ditonjolkan. Masyarakat harus disuguhi dengan konsep-konsep pembangunan kedua capres.
Pengamat politik yang juga pendiri Lingkar Madani (Lima) Ray Rangkuti mengingatkan agar kedua paslon lebih hati-hati dalam memilih kata yang memicu reaksi publik. Sebab, apabila kalimat yang digunakan terus bombastis, besar terjadi adanya perubahan pemilihan.
Diakui Ray, perang diksi yang terjadi saat ini disukai publik. Namun Ray mengingatkan kalau pemilihan diksi kontroversial terus dilakukan akan merugikan bagi popularitasnya sendiri.
"Awalnya memang disenangi publik, tapi sekarang sudah antiklimaks," tukas Ray.
Meski begitu, pada awalnya Ray menilai kalau ucapan kontroversial Prabowo cukup berhasil mendongkrak elektoralnya. Misalnya, menyalahkan media massa yang disebut merusak demokrasi bangsa. Lalu, soal ekonomi kebodohan dan ojek online yang dinilai merepresentasikan kondisi saat ini bangsa.
Ray memberi catatan. Apabila Prabowo terus memainkan kata-kata kontroversial tersebut bisa menjadi boomerang apabila terus menggunakan kata-kata yang pesimistis. Seperti Indonesia akan punah yang disebut Ray menjadi titik dari kejenuhan masyarakat akan ucapan-ucapan yang bombastis.
Mendekati waktu pemilihan presiden pada April mendatang, calon presiden (capres) Joko Widodo (Jokowi) dan Prabowo Subianto membuka 'kampanye' mereka dengan mulai melemparkan ucapan kontroversial. Saling sindir juga merendahkan lawannya kerap dilontarkan kedua calon.
Apa yang membedakan diksi kontroversial Jokowi dan Prabowo?
Jokowi tidak secara gamblang menyebut tokoh, kelompok atau sosok dari pidatonya yang sarat sindiran. Sementara Prabowo terang-terangan menyindir satu kelompok dan tokoh yang kerap berakhir pada sebuah protes.
Masih segar dalam ingatan, atas ucapan Prabowo soal 'tampang Boyolali' dan nasib pemuda Indonesia yang banyak berakhir menjadi ojek online, sempat memicu protes demonstrasi dari kedua kelompok.
Yang disayangkan ucapan kontroversial tersebut jauh dari visi dan misi yang harusnya lebih banyak ditonjolkan. Masyarakat harus disuguhi dengan konsep-konsep pembangunan kedua capres.
Pengamat politik yang juga pendiri Lingkar Madani (Lima) Ray Rangkuti mengingatkan agar kedua paslon lebih hati-hati dalam memilih kata yang memicu reaksi publik. Sebab, apabila kalimat yang digunakan terus bombastis, besar terjadi adanya perubahan pemilihan.
Diakui Ray, perang diksi yang terjadi saat ini disukai publik. Namun Ray mengingatkan kalau pemilihan diksi kontroversial terus dilakukan akan merugikan bagi popularitasnya sendiri.
"Awalnya memang disenangi publik, tapi sekarang sudah antiklimaks," tukas Ray.
Meski begitu, pada awalnya Ray menilai kalau ucapan kontroversial Prabowo cukup berhasil mendongkrak elektoralnya. Misalnya, menyalahkan media massa yang disebut merusak demokrasi bangsa. Lalu, soal ekonomi kebodohan dan ojek online yang dinilai merepresentasikan kondisi saat ini bangsa.
Ray memberi catatan. Apabila Prabowo terus memainkan kata-kata kontroversial tersebut bisa menjadi boomerang apabila terus menggunakan kata-kata yang pesimistis. Seperti Indonesia akan punah yang disebut Ray menjadi titik dari kejenuhan masyarakat akan ucapan-ucapan yang bombastis.
Kapan berakhir?
Pengamat Politik Universitas Al Azhar Indonesia Ujang Komarudin kepada Alinea.id meyakini masuk pada awal tahun kedua capres mulai fokus berkampanye soal rencana pembangunan mereka. Kata Ujang, yang tadinya saling sindir, serang, dan fitnah untuk saling menjatuhkan akan berubah menjadi kampanye yang berisikan narasi penuh visi, misi, dan program.
"Kampanye Januari akan memasuki babak baru. Karena akan ada kampanye terbuka yang dihadiri banyak massa. Jadi kampanyenya harus mencerahkan dan mencerdaskan," kata Ujang.
Ditambah lagi akan ada debat yang akan dilaksanakan oleh KPU, maka kampanye akan mulai berisi dan mengarah ke substansi.
Yang pasti, tujuan dari semua ucapan kontroversial kedua capres tersebut demi menarik perhatian masyarakat. Plus, meningkatkan elektabilitas. Alinea.id merangkum sejumlah diksi yang dilontarkan capres Jokowi dan Prabowo.
Jokowi
1. Berantem
Saat menghadiri acara Rapat Umum Relawan Jokowi pada 4/8, Pidato Jokowi di Sentul di depan relawannya mengajak agar tidak usah suka mencela, tidak usah suka menjelekkan orang lain. Tapi kalau berantem juga berani. "Tapi jangan ngajak lho. Saya bilang tadi, tolong digarisbawahi. Jangan ngajak. Kalau diajak, tidak boleh takut," tukas Jokowi.
2. Kabar Bohong
Jokowi menyerang balik ucapan Amien Rais soal bagi-bagi sertifikat tanah yang menyebut mantan Gubernur DKI Jakarta ini hanya melakukan pengibulan. Jokowi membalasnya dengan menyebut agar semua pihak menggunakan data sebelum melempar kritikan. Jika tidak, kritikan itu sama saja dengan kabar bohong.
3. Sontoloyo
Saat membagikan sertifikat tanah di Jakarta Selatan dengan menyebut politikus sontoloyo. Jokowi mengingatkan agar masyarakat berhati-hati di tahun politik lantaran saat ini makin banyak politikus sontoloyo yang memengaruhi masyarakat.
4. Gendoruwo
Jokowi menyindir politikus yang tidak pakai etika politik yang baik. Tidak pakai sopan santun politik yang baik. "Coba kita lihat politik dengan propaganda menakutkan, membuat ketakutan, kekhawatiran. Ini namanya politik gendoruwo " kata Jokowi.
5. Tabok
Jokowi mengungkapkan ada 6% masyarakat atau 9 juta orang Indonesia percaya Jokowi adalah simpatisan PKI. Sudah empat tahun belakangan, Jokowi mengaku geram akan isu tersebut.
"Ini yang kadang-kadang, aduh, mau saya tabok, orangnya di mana, saya cari betul," kata Jokowi saat membagikan sertifikat tanah di Lampung Tengah, Lampung, Jumat, 23 November 2018.
"Saya ini lahir tahun 1961. PKI itu ada tahun 1965. Saya berusia empat tahun ketika itu. Masak ada anggota PKI balita? Ini kan nggak bener," kata Jokowi dalam berbagai forum.
6. Pemimpin marah-marah
Jokowi menyinggung tokoh pemimpin yang tegas dan suka marah-marah. Sehingga pesan kepada rakyat justru tidak sampai.
"Karena kalau kita mendekati rakyat dengan marah-marah, ya tujuan kita tidak tercapai," kata Jokowi usai membuka pembekalan calon anggota legislatif dari Partai Hanura di kawasan Ancol Jakarta Utara.
Prabowo
1. Indonesia Bubar 2030
Prabowo juga pernah mengemukakan ancaman Indonesia bisa bubar pada tahun 2030, mengutip pernyataannya dari buku fiksi berjudul GhostFleet. Pidato Prabowo yang disampaikan berapi-api itu direkam dalam sebuah potongan video yang diunggah oleh akun Facebook resmi Partai Gerindra.
“Di negara lain, mereka sudah bikin kajian-kajian, di mana Republik Indonesia sudah dinyatakan tidak ada lagi tahun 2030.”
2. Tampang Boyolali
Ketika meresmikan Posko Badan Pemenangan Prabowo-Sandiaga Uno di Kabupaten Boyolali, Selasa (30/10), Prabowo memberi perumpamaan tampang Boyolali bagi masyarakat yang belum sejahtera dan belum pernah masuk hotel-hotel mahal.
3. Make Indonesia Great Again
Saat mengucapkan kata-kata tersebut, Prabowo meniru Presiden Amerika Serikat Donald Trump.
"Kenapa kok bangsa Indonesia tidak berani mengatakan bagi bangsa Indonesia: 'Indonesia First', 'Make Indonesia Great Again'," kata Prabowo dalam sambutannya di acara rapat kerja nasional Lembaga Dakwah Islam Indonesia (Rakernas LDII).
4. Terima sembako
Pada akhir Juni lalu, Prabowo sempat memberikan pernyataan kontroversial. Ia menyampaikan sembako dan uang suap pada dasarnya merupakan hak rakyat. Prabowo meyakini uang yang digunakan untuk menyuap itu merupakan uang haram yang berasal dari rakyat Indonesia pula. Ujaran Prabowo itu memperoleh protes dan dinilai tidak mencerdaskan masyarakat.
5. Tukang ojek
Prabowo menyebut kalau perjalanan karir pemuda bangsa saat ini setelah lulus SMA akan menjadi tukang ojek.
6. Ekonomi kebodohan
Menyikapi kondisi ekonomi bangsa saat ini, Mantan Danjen Kopasus ini menilai kalau saat ini tidak lagi ekonomi neoliberal. Katanya, bahkan lebih parah dari neolib.
"Harus ada istilah, ini menurut saya ekonomi kebodohan. The economics of stupidity. Ini yang terjadi," ujar Prabowo.
7. Negara Bisa Punah
Dalam acara Konferensi Nasional Partai Gerindra di Sentul International, Prabowo berujar Indonesia bisa punah jika dirinya dan Sandiaga Uno kalah dalam pemilihan presiden 2019. Ia beralasan, merasakan adanya getaran besar dari masyarakat yang menginginkan perubahan.
“Karena itu kita tidak bisa kalah. Kita tidak boleh kalah. Kalau kita kalah, negara ini bisa punah,” ucapnya.
8. Media memanipulasi
“Hampir semua media tidak mau meliput sebelas juta lebih orang yang kumpul,” kata Prabowo dalam pidatonya di acara peringatan Hari Disabilitas Internasional ke-26 di Hotel Grand Sahid Jaya, Jakarta, Rabu, 5 Desember 2018, menilai aksi reuni 212.
Dia juga menuding media-media itu telah memanipulasi demokrasi. Tak cuma itu, Ketua Umum Partai Gerindra ini juga menyerang wartawan. Prabowo mengatakan tak akan mengakui para jurnalis yang meliputnya lagi. Kepada para audiensnya, ia bahkan meminta mereka untuk tidak usah menghormati para wartawan lagi.