close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Mantan Sekretaris Jenderal Partai Golkar, Idrus Marham, ketika hendak diperiksa KPK. Antara Foto
icon caption
Mantan Sekretaris Jenderal Partai Golkar, Idrus Marham, ketika hendak diperiksa KPK. Antara Foto
Pemilu
Selasa, 23 April 2019 16:04

Divonis 3 tahun bui, hakim tolak pledoi Idrus Marham

Hakim tidak sependapat dengan pembelaan yang dilayangkan oleh Idrus.
swipe

Majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta menolak seluruh pembelaan mantan Sekretaris Jenderal Partai Golkar, Idrus Marham, yang tertuang dalam pledoi atau nota pembelaan. Pasalnya, hakim tidak sependapat dengan pembelaan yang dilayangkan oleh Idrus itu.

"Pendapat majelis, curhat terdakwa yang mengatakan ada kecenderungan fakta-fakta tidak diperhatikan dan kalau pun diperhatikan hanya untuk melegimitasi hukuman, sehingga dakwaan hanya melegitimasi tuntutan. Majelis hakim tidak sependapat dengan terdakwa karena harus sesuai bukti-bukti yang cukup dan keyakinan hakim,” kata anggota majelis hakim Anwar di Pengadilan Tipikor Jakarta, Selasa.

Hakim juga menolak pembelaan Idrus yang mengatakan bahwa tuntutan hanya merupakan salinan dari dakwaan, sehingga paradigma yang dipakai adalah menghukum, bukan mengadili. Terkait hal ini, kata hakim Anwar, majelis hakim tidak sependapat. Sebab, JPU memang fungsinya membuktikan semaksimal mungkin dakwaannya. 

“Begitu pula penasihat hukum sebaliknya melakukan pengumpulan bukti dan membela secara subjektif sehingga kalau perlu terdakwa dapat bebas. Berbeda dengan hakim yang mengadili dengan berpegang pada Demi keadilan berdasarkan Ketuhanan yang Maha Esa sehingga dipertanggungjawabkan di dunia dan akhirat,” kata Anwar.

Selanjutnya, Idrus juga menyatakan pada pembelaannya mengenai JPU yang hanya mencantumkan percakapan WhatsApp antara Idrus dengan Johannes Kotjo untuk mendapat pinjaman pilkada bagi Eni Maulani Saragih, tapi tidak dilengkapi dengan jawaban Johannes Kotjo bahwa permohonan pinjaman Eni ditolak, sehingga permintaan uang itu tidak lagi dapat dikaitkan.

"Terhadap pembelaan itu majelis hakim tidak sependapat sebagaimana berita acara persidangan Eni,” ucap Anwar. 

Idrus dalam perkara ini dinilai bersalah karena terbukti menerima suap Rp2,25 miliar bersama anggota Komisi VII DPR dari fraksi Partai Golkar non-aktif, Eni Maulani Saragih, dari pemilik Blackgold Natural Resources (BNR) Ltd, Johanes Budisutrisno Kotjo, untuk mendapatkan proyek Independent Power Producer (IPP) Pembangkit Listrik Tenaga Uap Mulut Tambang RIAU-1 (PLTU MT RIAU-1).

Idrus divonis 3 tahun penjara ditambah denda Rp150 juta subsider 2 bulan kurungan. Hukuman terhadap Idrus lebih rendah dibanding tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) KPK yang menuntut Idrus divonis selama 5 tahun dan pidana denda selama Rp300 juta subsider 4 bulan kurungan.

Adapun vonis terhadap Idrus berdasarkan dakwaan kedua yaitu Pasal 11 UU No. 31 tahun 1999 sebagaimana diubah UU No. 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 jo Pasal 64 ayat (1) KUHP,bukan pasal 12 huruf a sebagaimana tuntutan JPU KPK.

Menurut Hakim Yanto, hal yang memberatkan Idrus Marham karena perbuatannya bertentangan dengan pemerintah yang sedang gencar-gencarnya memberantas korupsi dan tidak mengakui perbuatannya. Sementara faktor yang meringankan terdakwa bersikap sopan, tidak menikmati hasil kejahatan dan belum pernah dihukum.

Penerimaan uang Rp2,25 miliar itu bertujuan agar Eni membantu Johanes Budisutrisno Kotjo mendapatkan proyek Independent Power Producer (IPP) Pembangkit Listrik Tenaga Uap Mulut Tambang RIAU-1 (PLTU MT RIAU-1) antara PT Pembangkitan Jawa Bali Investasi (PT PJBI), Blackgold Natural Resources (BNR) Ltd dan China Huadian Engineering Company (CHEC), Ltd.

Awalnya, pengurusan IPP PLTU MT RIAU-1 dilakukan Eni dengan melaporkan ke mantan Ketua Umum Partai Golkar, Setya Novanto. Namun, setelah Setnov ditahan KPK dalam kasus KTP elektronik, Eni melaporkan perkembangan proyek PLTU MT RIAU-1 kepada Idrus Marham.

Dalam komunikasi tersebut, terdakwa Idrus Marham selaku penanggung jawab Musyawarah Nasional Luar Biasa (Munaslub) Partai Golkar mengarahkan Eni Maulani Saragih selaku bendahara untuk meminta uang sejumlah 2,5 juta dolar AS kepada Johanes Budisutrisno Kotjo untuk keperluan Munaslub Partai Golkar tahun 2017.

Eni kemudian pada 25 November 2017 mengirim pesan WhatsApp kepada Kotjo dengan meminta uang sejumlah 3 juta dolar AS dan 400 ribu dolar Singapura. Pada 15 Desember 2017, Idrus bersama Eni menemui Kotjo di kantornya di Graha BIP Jakarta. Dalam pertemuan itu Kotjo menyampaikan fee sebesar 2,5% yang akan diberikan kepada Eni jika proyek PLTU MT RIAU 1 berhasil terlaksana.

Kotjo lalu pada 18 Desember 2017 memerintahkan sekretaris pribadinya untuk memberikan uang sebesar Rp2 miliar kepada Idrus dan Eni melalui Tahta Maharaya di Graha BIP. (Ant)

img
Tito Dirhantoro
Reporter
img
Tito Dirhantoro
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan