close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Ketua KPU Kota Tegal, Agus Wijanarko menunjukkan salahsatu nama warga negara asing (WNA) di Kartu Keluarga di KPU Kota Tegal, Jawa Tengah, Rabu (6/3). /Antara Foto
icon caption
Ketua KPU Kota Tegal, Agus Wijanarko menunjukkan salahsatu nama warga negara asing (WNA) di Kartu Keluarga di KPU Kota Tegal, Jawa Tengah, Rabu (6/3). /Antara Foto
Pemilu
Rabu, 20 Maret 2019 18:29

DKPP: WNA masuk DPT termasuk pelanggaran

Setidaknya ada 370 nama WNA yang masuk ke dalam daftar pemilih tetap (DPT).
swipe

Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) Harjono menilai kasus masuknya nomor induk kependudukan (NIK) KTP elektronik (KTP-el) ratusan warga negara asing (WNA) tergolong pelanggaran. Menurut  Harjono, masuknya WNA ke DPT merupakan pelanggaran etik yang dilakukan penyelenggara pemilu.

"Saya rasa kita harus lihat lagi. Kalau tidak bisa membedakan mana WNI dan WNA, itu juga termasuk pelanggaran kode etik. Kode etik itu di antaranya independensi yang saya rasa hal yang perlu dijaga selain ada juga profesionalitas," ujarnya di Kantor DKPP, Jakarta, Rabu (20/3).

Meskipun tergolong pelanggaran, Harjono mengatakan, DKPP tidak dapat langsung memproses kasus tersebut. Pasalnya, DKPP hanya bisa bergerak setelah ada laporan yang masuk. "Sampai saat ini tidak ada aduan terkait persoalan tersebut," imbuhnya. 

Lebih jauh, Harjono mengatakan, ada 76 perkara yang diadukan ke DKPP pada 2019. Dari angka itu, jumlah yang disidangkan mencapai 36 perkara. Pada 2018, jumlah aduan mencapai 521 perkara dan yang disidangkan hanya 302 perkara. 

Total ada 15 ribu aduan pelanggaran yang dilakukan penyelenggara pemilu. "Tetapi, tidak semuanya terbukti bersalah. Hanya sampai 50% yang terbukti," ujar Harjono. 

Menurut Harjono, pelanggaran yang diadukan kepada KPU dan Bawaslu merata, mulai di tingkat kabupaten/kota, provinsi, maupun pusat. "Padahal, DKPP sudah seringkali memberikan peringatan untuk tidak melakukan pelanggaran kode etik sebagai penyelenggara pemilu," ujarnya. 

Dijelaskan Harjono, DKPP memberlakukan beberapa level sanksi, mulai dari peringatan, rehabilitasi hingga sanksi. "Rasionya antara direhabilitasi dan sanksi 50:50. Sanksi teringan adalah peringatan," tuturnya.

img
Ayu mumpuni
Reporter
img
Christian D Simbolon
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan