close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Sejumlah warga mengenakan topeng pasangan capres dan cawapres di Pilpres 2019./ Antara Foto
icon caption
Sejumlah warga mengenakan topeng pasangan capres dan cawapres di Pilpres 2019./ Antara Foto
Pemilu
Sabtu, 29 Desember 2018 17:03

Drama penentuan cawapres bagi Jokowi dan Prabowo

Penentuan cawapres pendamping Jokowi dan Prabowi di Pilpres 2019 dibumbui drama mengejutkan.
swipe

Sejumlah drama tersaji dalam penentuan calon wakil presiden (cawapres) kandidat peserta Pilpres 2019, Joko Widodo dan Prabowo Subianto. Kedua kandidat sama-sama membuat kejutan.

Bagaimana tidak, penentuan akhir calon pendamping keduanya berada diluar ekspektasi masyarakat dan pemberitaan media.

Jokowi pada akhirnya memilih Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) sekaligus Rais Aam Pengurus Besar Nahdatul Ulama (PBNU), Maruf Amin, sebagai pendampingnya. Sedangkan Prabowo, pada menit akhir memutuskan memilih Wakil Gubernur DKI Jakarta saat itu, sekaligus kader di partai yang dipimpinnya, Sandiaga Salahudin Uno. 

Penantian Mahfud MD

Jokowi melakukan deklarasi cawapresi pendampingnya pada 9 Agustus 2018, di restoran Plataran, Menteng, Jakarta Pusat. Jelang pengumuman, mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD, berada di restoran Te Sate yang hanya beberapa ratus meter dari lokasi deklarasi. 

Mahfud MD tengah menunggu waktu, namanya disebut sebagai pendamping Jokowi. Saat itu, Mahfud menjadi nama yang paling santer disebutkan sebagai calon pendamping Jokowi. 

Mahfud sudah diminta bersiap oleh tim Jokowi. Diapun telah diminta untuk menjahit baju untuk keperluan deklarasi. Namun bukannya mendekati lokasi deklarasi, pada menit-menit akhir Mahfud justru pergi. 

Tak lama setelah kepergian Mahfud. Jokowi mengumumkan nama pendampingnya bersama para ketua umum partai pendukung, seperti Megawati Soekarnoputri, Airlangga Hartarto, Romahurmuziy, Surya Paloh, Muhaimin Iskandar, Hary Tanoesoedibjo, dan para petinggi partai koalisi pendukung Jokowi lainnya. 

Pilihan politik yang disuguhkan benar-benar mengejutkan. Jokowi mengumumkan Maruf Amin yang menjadi cawapres, nama yang tak begitu diperhitungkan selama proses penentuan.

Sejumlah drama tersaji dalam penentuan calon wakil presiden (cawapres) kandidat peserta Pilpres 2019, Joko Widodo dan Prabowo Subianto. Kedua kandidat sama-sama membuat kejutan.

Bagaimana tidak, penentuan akhir calon pendamping keduanya berada diluar ekspektasi masyarakat dan pemberitaan media.

Jokowi pada akhirnya memilih Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) sekaligus Rais Aam Pengurus Besar Nahdatul Ulama (PBNU), Maruf Amin, sebagai pendampingnya. Sedangkan Prabowo, pada menit akhir memutuskan memilih Wakil Gubernur DKI Jakarta saat itu, sekaligus kader di partai yang dipimpinnya, Sandiaga Salahudin Uno. 

Penantian Mahfud MD

Jokowi melakukan deklarasi cawapresi pendampingnya pada 9 Agustus 2018, di restoran Plataran, Menteng, Jakarta Pusat. Jelang pengumuman, mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD, berada di restoran Te Sate yang hanya beberapa ratus meter dari lokasi deklarasi. 

Mahfud MD tengah menunggu waktu, namanya disebut sebagai pendamping Jokowi. Saat itu, Mahfud menjadi nama yang paling santer disebutkan sebagai calon pendamping Jokowi. 

Mahfud sudah diminta bersiap oleh tim Jokowi. Diapun telah diminta untuk menjahit baju untuk keperluan deklarasi. Namun bukannya mendekati lokasi deklarasi, pada menit-menit akhir Mahfud justru pergi. 

Tak lama setelah kepergian Mahfud. Jokowi mengumumkan nama pendampingnya bersama para ketua umum partai pendukung, seperti Megawati Soekarnoputri, Airlangga Hartarto, Romahurmuziy, Surya Paloh, Muhaimin Iskandar, Hary Tanoesoedibjo, dan para petinggi partai koalisi pendukung Jokowi lainnya. 

Pilihan politik yang disuguhkan benar-benar mengejutkan. Jokowi mengumumkan Maruf Amin yang menjadi cawapres, nama yang tak begitu diperhitungkan selama proses penentuan.

Nama-nama yang beredar

Sebelum deklarasi, Jokowi mengaku telah mengantongi beberapa nama calon wakil presiden. Enggan menyebut daftarnya, Jokowi hanya memberi isyarat pendampingnya berinisial M.

Presiden Jokowi menjelaskan, dirinya masih mempertimbangkan tokoh yang akan menjadi pasangannya di Pilpres 2019.

"Biar matang dulu. Nanti kalau sudah matang, kami sampaikan pada saat yang tepat," kata Jokowi di Istana Negara, Jakarta pada Rabu (11/7).

Menurut Jokowi, dirinya terus menjalin komunikasi dengan para petinggi partai politik (parpol) koalisi, untuk memutuskan nama cawapres. Jokowi mengungkapkan, dari 10 nama bakal calon wapres yang ada di kantongnya, telah mengerucut menjadi lima nama.

"Bisa partai, bisa nonpartai, bisa profesional, bisa sipil, bisa (purnawirawan) TNI-Polri. Semuanya bisa," ujar Jokowi menjelaskan latar belakang bakal calon wapres pilihannya.

Hanya saja di masyarakat terdapat nama-nama yang telah beredar yakni Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Muhaimin Iskandar, Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto, Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Romahurmuziy.

Dari kalangan profesional Chairul Tanjung, Sri Mulyani, dan Susi Pudjiastuti. Ada juga nama Maruf Amin, Mahfud MD, hingga Moeldoko, yang disebut-sebut sebagai calon kandidat kuat pendamping Jokowi. 

Lika-liku pemilihan calon pendamping Prabowo

Seirama, kubu oposisi pun memberi suguhan drama mengejutkan dalam menentukan nama pendamping Prabowo Subianto. Ada sejumlah nama yang mencuat untuk disandingkan dengan Ketua Umum Partai Gerindra itu di Pilpres 2019.

Partai Keadilan Sejahtera (PKS) memberikan sembilan nama kadernya, seperti Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan (Aher), Wakil Ketua MPR Hidayat Nur Wahid, mantan Presiden PKS Anis Matta, Gubernur Sumatera Barat Irwan Prayitno.

Selanjutnya, Presiden PKS saat ini Sohibul Iman, Ketua Majelis Syuro PKS Salim Segaf Al Jufri, mantan Menkominfo Tifatul Sembiring, Muzzamil Yusuf, dan Mardani Ali Sera. 

Nama lainnya yang juga sempat beredar adalah Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) Zulkifli Hasan, mantan Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo, mantan Menteri Menko Kemaritiman Rizal Ramli, serta Gubernur Nusa Tenggara Barat M Zainul Majdi atau Tuan Guru Bajang (TGB). 

Kedatangan SBY dan AHY

Partai koalisi pendukung Prabowo, yakni Gerindra, PKS, dan PAN, mendapat kekuatan baru dengan bergabungnya Partai Demokrat. Bergabungnya mantan Presiden RI keenam Susilo Bambang Yudhoyono(SBY), digadang-gadang bisa mengubah peta penentuan cawapres di koalisi oposisi.

SBY mengaku tidak menyodorkan nama siapapun untuk menjadi cawapres, sebagai imbal balik dukungannya pada Prabowo. Namun demikian, nama putra sulung SBY, Agus Harimurti Yodhoyono alias AHY, mencuat dalam bursa calon pendamping Prabowo.

"Bagi Partai Demokrat, cawapres itu bukan harga mati. Yang penting, kalau kita berkoalisi, pasangan capres dan cawapres adalah yang terbaik," kata SBY di kediamannya, di Kuningan, Jakarta Selatan, Rabu (24/7)

Saat itu, Prabowo pun menimpali pernyataan SBY. "Kalau umpamanya dalam pertemuan nanti nama AHY yang muncul sebagai salah satu yang dibicarakan, saya harus katakan why not? Jadi, tidak ada harga mati-harga matian," ujar Prabowo.

Prabowo juga menegaskan, koalisi yang dibangun bersama SBY, tidak akan mengganggu harmoni koalisi yang telah terbentuk bersama PKS dan PAN. Dia memastikan koalisi yang telah terbangun, tidak akan pecah dan akan tetap solid.

Namun kemunculan nama AHY di tengah-tengah koalisi, membuat partai lain tak nyaman. Hingga kemudian, PKS bersikukuh memperjuangkan Salim Segaf Al Jufri menjadi cawapres Prabowo, sebagaimana rekomendasi hasil ijtima' ulama. Selain Salim, nama lain yang direkomendasikan ijtima' ulama menjadi pendamping Prabowo adalah Ustaz Abdul Somad.

"Pokoknya PKS memegang teguh, menjunjung tinggi ijtima ulama," kata Sekretaris Jenderal Dewan Pimpinan Pusat Partai Keadilan Sejahtera (DPP PKS) Mustafa Kamal, usai melakukan pertemuan dengan para Sekjen Parpol koalisi oposisi di Kemang, Jakarta Selatan, Rabu (1/8) malam.

Jenderal kardus dan terpilihnya Sandiaga

Di hari yang sama dengan pengumuman penunjukan Maruf Amin sebagai cawapres Jokowi, Prabowo menggelar konferensi pers di kediamannya, di Jalan Kertanegara, Jakarta Selatan, pada Kamis (9/8) malam. Dia mengumumkan Sandiaga Uno sebagai cawapres pendampingnya. 

Pengumuman dilakukan tanpa kehadiran elit Partai Demokrat, yang telah menyatakan dukungan pada Prabowo.

Sehari sebelumnya, Wakil Sekretaris Jenderal Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Demokrat Andi Arief menyebut Prabowo Subianto sebagai jenderal kardus. Pernyataan tersebut disampaikan melalui kicauan di akun Twitternya.

"Prabowo ternyata kardus, malam ini kami menolak kedatangannya ke kuningan. Bahkan keinginan dia menjelaakan lewat surat sudah tak perlu lagi. Prabowo lebih menghatgai uang ketimbang perjuangan. Jendral kardus," tulis Andi di Twitter.

Andi juga menyebut Sandiaga menyetor mahar Rp500 miliar pada PKS dan PAN, agar membuka jalan lebar bagi dirinya menjadi pendamping Prabowo.

img
Robi Ardianto
Reporter
img
Gema Trisna Yudha
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan