close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Kuasa hukum capres Joko Widodo dan Ma'ruf Amin, Yusril Ihza Mahendra (kanan) mengunjungi narapidana kasus terorisme Abu Bakar Baasyir (kiri) di Lapas Gunung Sindur, Bogor, Jawa Barat , Jumat (18/1). Foto Antara
icon caption
Kuasa hukum capres Joko Widodo dan Ma'ruf Amin, Yusril Ihza Mahendra (kanan) mengunjungi narapidana kasus terorisme Abu Bakar Baasyir (kiri) di Lapas Gunung Sindur, Bogor, Jawa Barat , Jumat (18/1). Foto Antara
Pemilu
Rabu, 23 Januari 2019 16:43

Efek elektoral pembebasan Ba'asyir dinilai tak signifikan 

Tanpa Ba'asyir pun, Jawa Tengah masih 'kandang banteng'.
swipe

Rencana pemerintah membebaskan napi kasus terorisme Abu Bakar Ba'asyir masih menuai polemik. Pengamat politik Indria Samego mengatakan, Presiden Joko Widodo salah langkah dan kurang jeli dalam rencana pembebasan mantan petinggi Jamaah Islamiyah (JI) itu. 

Menurut Indria, Jokowi terindikasi ingin memulangkan Ba'asyir ke Solo. Pasalnya, kota kelahirannya itu kini 'diduduki' Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandi. Diharapkan, Jokowi bakal menuang simpati warga Solo dengan langkah pembebasan Ba'asyir itu. 

"Kalau menang di Solo lalu kalah di tempat lain? Apalagi ini berkaitan dengan politik domestik dan internasional. Saya kira juga Solo tetap akan memilih Jokowi, apalagi Ganjar (Pranowo) masih menang di Jateng," ujar Indria di Habibie Center, Jakarta, Rabu (23/1).

Ganjar bakal melanjutkan pemerintahannya di Jateng setelah memenangi Pilkada 2018. Ganjar dan Jokowi sama-sama kader PDI-Perjuangan. Jateng juga dikenal sebagai markas partai berlambang banteng moncong putih itu.  

Di sisi lain, upaya menggembosi dominasi PDI-P dilakukan kubu Prabowo-Sandi dengan mendirikan posko pemenangan tak jauh dari kediaman Jokowi di Jalan Kutai Utara, Sumber, Solo, Jateng. Seperti Jokowi, keluarga Ba'asyir juga tinggal di Solo. 

Jumat (18/1) lalu, Jokowi dikabarkan mengutus kuasa hukum Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi-Ma'ruf, Yusril Ihza Mahendra, untuk bertemu Ba'asyir di Lapas Gunung Sindur, Bogor. Kepada wartawan, Yusril mengatakan, Ba'asyir mau dibebaskan, namun menolak setia pada Pancasila. 

Belakangan rencana tersebut mentah setelah Menko Polhukam Wiranto mengumumkan pemerintah masih mengkaji pembebasan Ba'asyir. Terlebih, Jokowi bakal menabrak sejumlah aturan hukum jika berkukuh membebaskan Ba'asyir.  

Indria mengatakan, tarik ulur pembebasan Ba'asyir menunjukkan Jokowi kurang jeli dalam perencanaan. Di sisi lain, menurut Indria, Jokowi  juga bisa dipandang tak punya posisi yang kuat dalam kontestasi elite di level tertinggi.  

"Itulah saya kira Presiden Jokowi tidak terlalu kuat dalam kontestasi elite. Di luar Presiden Jokowi itu banyak faktor luar yang menentukan, semisal dia (Jokowi) bukan ketua umum partai. Salahnya juga, Jokowi terlalu optimis tanpa menanyakan ke kiri dan kanannya," jelas dia. 

Pengamat teroris Habibie Center Imron Rosyid mengatakan, pembebasan Ba'asyir harus memenuhi syarat-syarat formil yang tertuang dalam aturan hukum yang berlaku. Terlebih, di persidangan Ba'asyir terbukti sebagai pendana pelatihan kelompok teroris di Aceh. 

"Sebetulnya Ba’asyir dijatuhi hukuman tiga kali. Pertama melarikan diri ke Malaysia, kedua (hukuman) 2,5 tahun terkait masalah bom Bali, ketiga yang pelatihan di Aceh itu," ucapnya.

Terpisah, Direktur Hukum dan Advokasi TKN Jokowi-Ma'ruf, Ade Irfan Pulungan, menyatakan bahwa rencana pembebasan ini dilakukan untuk membuang stigma Jokowi anti-Islam. Namun, ia menepis anggapan bahwa pembebasan Ba'asyir berbasis kepentingan elektoral Pilpres 2019. 

img
Ayu mumpuni
Reporter
img
Christian D Simbolon
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan