Tiga ibu-ibu asal Karawang, Jawa Barat yang mencoba meyakinkan warga untuk tidak memilih Jokowi-Ma’ruf Amin disebut sebagai relawan dari tim calon presiden dan calon wakil presiden nomor urut 02. Ketiga ibu tersebut memang diminta untuk melakukan sosialisasi oleh Partai Gerindra.
Waketum DPP Partai Gerindra Sufmi Dasco Ahmad mengakui kalau ketiga ibu-ibu yang viral melakukan kampanye hitam terhadap pasangan nomor urut 01 Jokowi-Ma'ruf Amin tercatat sebagai relawan Partai Emak-emak Pendukung Prabowo-Sandi (Pepes).
"Sebenarnya tidak ada instruksi, itu kan relawan Pepes memang terdaftar di Direktorat Relawan Prabowo-Sandi. BPN Prabowo-Sandi memang menginstruksikan kepada seluruh relawan untuk melakukan sosialisasi kepada masyarakat guna memenangkan pasangan jagoannya di daerah," terang Dasco usai menghadiri acara peresmian Gedung DPD Gerindra Banten di Kota Serang, Senin (25/2).
Hanya saja, Dasco mengakui, soal sosialisasi tidak dijelaskan seperti apa diarahkan. Nah, soal video yang viral tersebut, kata Dasco, Direktur Pepes dan Advokat Tim BPN Prabowo-Sandi sedang rapat mengkaji persoalan tersebut termasuk mempertimbangkan untuk memberi bantuan hukum.
Di sisi lain, Dasco juga balik menuding kalau tim Jokowi juga kerap berkampanye di luar batas. Meski, tidak merinci soal kampanye di luar batas tersebut.
Ketiga ibu-ibu tersebut telah diamankan Polres Karawang, Minggu (24/2) malam pada pukul 23.30 WIB. Ketiga orang perempuan yang diamankan bernama, Engqay Sugiarti (39) warga Babakanmaja Rt 01/03, Ika Peranika (36) warga Kalioyod RT 02 RW 03. Keduanya warga Desa Wancimekar, Kecamatan Kotabaru, Karawang. Terakhir, Citra Widianingsih (38), warga Perumnas Bumi Telukjambe Blok W No. 273 Karawang.
Ketiganya ditangkap di rumahnya masing-masing, oleh pihak Kriminal Khusus Polres Karawang, setelah adanya laporan dari Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi-Ma'ruf Amin.
Juru Bicara Politik Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandi, Pipin Sopian menambahkan, hukum mesti tegak bagi siapa pun, termasuk apabila memang ada berita bohong atau hoaks dan fitnah yang disampaikan. Hanya saja, Pipin menilai para pendukung 01 juga kerap melakukan hal yang sama.
"Ada oknum di media sosial mengatakan kalau Prabowo-Sandi memimpin, maka akan terjadi radikalisme, fundamentalis. Wahabi disebut akan memimpin di Indonesia. Itu adalah fitnah yang sungguh kejam," kata Pipin.
Ia juga menyayangkan proses hukum terhadap pelaku penyebar hoaks dari pendukung 01 yang justru sering tidak diproses. Sebaliknya, ketika yang melakukan potensi dugaan hoaks dari pendukung 02 langsung diproses.
Tidak masuk akal
Jubir Tim Kampanye Nasional (TKN) Arya Sinulingga menyayangkan peristiwa tersebut. Ia memastikan kalau peristiwa ini akan dilaporkan ke Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).
Politikus Partai Perindo menyoroti sikap berbeda dari BPN. Satu sisi menyanggah kalau pelaku bukanlah bagian dari relawan, tapi di sisi lain mengatakan tidak apa-apa dan bukan kampanye gelap.
Arya mempertanyakan kampanye tersebut dilakukan secara sistematis. Apabila memang digerakkan secara door to door untuk meyakinkan pemilih, tentu dikhawatirkan akan menjadi masalah.
Sementara itu, Sosiolog Sanglah Institute dan Dosen Sosiologi Universitas Udayana, Wahyu Budi Nugroho menilai apa yang dilakukan ketiga ibu tersebut sudah tidak masuk akal. Wahyu bahkan menilai ekspektasi masyarakat terhadap para paslon sudah pada taraf tidak masuk akal.
"Seakan mereka meyakini jagoannya bakal membuat perubahan signifikan bagi bangsa ke depannya. Padahal yang diperlukan hanyalah pemimpin yang menjalankan UU," cetus Wahyu.
Ekspektasi yang terlalu tinggi tidak diimbangi dengan kehadiran sosok dengan kualitas tersebut. Alhasil, yang dilakukan adalah menghalalkan segala cara.
Ekspektasi berlebihan ini mirip dengan momen saat pemilihan presiden Amerika Serikat ada nama Barack Obama yang diharapkan bisa merevitalisasi hubungan antara Amerika dengan Islam. Tapi pada kenyatannya tidak.