Sejumlah Lembaga Swadaya Masyarakat yang tergabung dalam Koalisi Perlindungan Data Pribadi menilai Partai Gerindra wilayah DKI Jakarta telah melanggar privasi data masyarakat. Pasalnya, partai besutan Prabowo Subianto itu memaksa Komisi Pemilihan Umum (KPU) DKI Jakatrta untuk membuka daftar pemilih di Pemilu 2019.
Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Titi Anggraini, mengatakan pihaknya mendukung penuh langkah KPU DKI yang menolak permintaan Partai Gerindra untuk membuka sensor tanda bintang di Nomor Induk Kependudukan (NIK) dan nomor Kartu Keluarga (KK).
“Gerindra DKI Jakarta dalam somasinya menyebut kalau permintaannya tak ditindaklanjuti akan melakukan upaya hukum terhadap KPU DKI Jakarta. Padahal permintaan Gerindra DKI Jakarta itu melanggar data privasi masyarakat,” kata Direktur Eksekutif Perludem, Titi Anggraini di Gedung Bawaslu.
Titi menjelaskan, Partai Gerindra menggunakan dasar Putusan Komisi Informasi Provinsi DKI Jakarta No. 0018/VIII/KIP-DKI-PS-A/2018 agar KPU membuka data pemilih Pemilu 2019. Dalam putusan tersebut, dinyatakan informasi yang dimohonkan Partai Gerindra adalah informasi terbuka yang bersifat ketat dan terbatas.
Selain itu, Komisi Informasi Provinsi DKI Jakarta juga memerintahkan KPU untuk melakukan pertemuan dalam forum terbatas antara Disdukcapil DKI, peserta pemilu dan Bawaslu DKI untuk membahas daftar pemilih Pemilu 2019 bagi warga DKI Jakarta.
“Kalau dibaca baik-baik, putusan Komisi Informasi Provinsi DKI Jakarta tidak ada satupun perintah yang meminta KPU DKI Jakarta untuk memberikan akses salinan DPT dengan NIK dan KK tanpa dibintangi," katanya.
Terkait hal ini, kata Titi, seharusnya Partai Gerindra melihat bahwa kerahasiaan data pribadi masyarakat dijamin dalam UU No. 24 Tahun 2013 tentang Perubahan atas UU No. 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan dalam Pasal 79 ayat (1).
Dalam peraturan itu, disebutkan Data Perseorangan dan dokumen kependudukan wajib disimpan dan dilindungi kerahasiaannya oleh Negara.
Karena itu, pihaknya berharap penyelenggaraan pemilu kali ini harus tetap mengupayakan adanya integritas dalam melindungi data pribadi para pemilih. Asas ini wajib diberlakukan tidak hanya pada saat pemungutan suara di kota besar saja, melainkan di seluruh daerah di mana tempat pemilu berlangsung.
KPU juga harus bisa memastikan adanya pembatasan pengumpulan, penggunaan atau penyebaran data atau informasi pribadi pemilih dengan cara apapun. Hal ini dilakukan untuk menghindari adanya penyalahgunaan data yang dapat dilakukan oleh berbagai pihak baik partai politik, perusahaan, atau masyarakat.
Seperti diketahui, dalam koalisi ini bergabung sejumlah LSM antara lain Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM), Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Yayasan Penguatan Partisipasi, Inisiatif dan Kemitraan Masyarakat Indonesia (YAPPIKA-ActionAid).
Kemudian The Southeast Asia of Freedom Expression Network (SAFEnet), Aliansi Jurnalis Independen (AJI), Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, LBH Asosiasi Perempuan Indonesia untuk Keadilan (APIK) Jakarta, LBH Pers dan Kelas Muda Digital (Kemudi).
Koalisi yang menamakan diri Koalisi Perlindungan Data Pribadi itu menyatakan mendukung KPU DKI Jakarta dan menguatkan sikap Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia yang melindungi data privasi berupa penyertaan bintang pada penulisan NIK dan NKK yang terdapat dalam daftar pemilih.
Kemudian, mendorong semua pemangku kepentingan pemilu tetap menjamin perlindungan segala bentuk data privasi dan mengamankannya dari segala bentuk penyalahgunaan.