Calon presiden Prabowo Subianto dan para pendukungnya harus berhati-hati dengan klaim kemenangan yang mereka lakukan terkait hasil Pemilu 2019. Juru bicara Ikatan Masyarakat Peduli Indonesia (IMPI) Ade Armando menyatakan, ada sanksi pidana yang menanti mereka jika klaim tersebut tidak sesuai dengan hasil penghitungan resmi Komisi Pemilihan Umum (KPU).
"Kalau mereka bohong, mereka terancam hukuman 10 tahun penjara sesuai Undang-Undang Nomor 1 tahun 1946," kata Ade Armando di Jakarta, Senin (22/4).
Prabowo tercatat telah tiga kali mengklaim kemenangan di Pilpres 2019. Berdasarkan hasil penghitungan internal Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandiaga Uno, capres dan cawapres nomor urut 02 unggul 62% dari pasangan petahana Jokowi-Ma'ruf Amin.
Menurut Ade, tidak cuma Prabowo yang terancam dijebloskan ke jeruji besi. Menurutnya, semua pihak yang mengklaim Prabowo meraih kemenangan di Pilpres 2019 juga terkena ancaman ini.
Menurut Ade, persoalan dari klaim kubu Prabowo berada pada penyebutan real count penghitungan hasil suara. Padahal, klaim tersebut tidak merujuk pada hasil real count resmi dari KPU.
"Kalau hasil quick count tidak bermasalah, tetapi istilah real count hanya bisa merujuk pada penghitungan KPU," ujar Ade.
Karena itu, dia menyarankan pada semua pihak untuk berhati-hati menyatakan hasil real count. Sebab terdapat konsekuensi yang serius jika merujuk hal tersebut tidak berdasarkan pada data real count KPU.
Terkait hal ini, Ade melaporkan Prabowo dan Imam Besar Front Pembela Islam (FPI) Rizieq Shihab ke Bareskrim Polri. Khusus terhadap Rizieq, laporan dilakukan karena dinilai menghasut masyarakat untuk tidak percaya pada hasil pemilu. Ini dikarenakan imbauan Rizieq yang tersebar di aplikasi pesan instan WhatsApp, agar Prabowo tak menemui Jokowi karena telah melakukan kecurangan pemilu.
Saat ini pelaporan tersebut belum dapat ditindaklanjuti oleh kepolisian. Pasalnya, bukti yang diajukan IMPI tidak menunjukan bahwa klaim yang dilakukan Prabowo merujuk pada data yang salah.
"Indikatornya adalah hasil penghitungan suara oleh KPU, tetapi begitu tanggal 22 Mei nanti ternyata Prabowo kalah, polisi akan mulai memeriksa kebohongan Prabowo tersebut," katanya.
Namun menurut Ade, saat ini pihak kepolisian terus memantau klaim dari berbagai pihak. Karena itu, lanjut Ade, begitu pengumuman resmi KPU keluar, Prabowo dan kubunya perlu khawatir untuk dipanggil polisi dan diadili.
"Karena itu hentikan sajalah klaim-klaim real count itu. Masak Prabowo akhirnya masuk penjara gara-gara bohong soal real count," ujar Ade.
Direktur Eksekutif Indonesia Political Review Ujang Komarudin menyayangkan fenomena klaim kemenangan ini. Menurutnya, semua pihak seharusnya mencairkan suasana setelah masa pelaksanaan pesta demokrasi lima tahunan berakhir.
Menurutnya, seharusnya kedua kubu yang ikut berpartisipasi dalam Pilpres 2019 dapat bersabar karena proses penghitungan suara masih dilakukan oleh KPU. Ujang juga menilai, klaim kemenangan di sejumlah daerah atau provinsi tidak akan bermakna karena pemenang pilpres ditentukan oleh suara terbanyak.
"Pencoblosan sudah berjalan dengan aman, damai, dan tertib. Mari jaga kerukunan dan persaudaraan dengan tidak saling mengklaim kemenangan," kata Ujang. (Ant)