Penyebaran Tabloid Indonesia Barokah ditengarai sebagai upaya propaganda untuk menggerus suara pasangan calon presiden-calon wakil presiden (capres-cawapres) Prabowo Subianto-Sandiaga Uno. Pasalnya, konten-konten tabloid itu dominan memojokkan paslon nomor urut 02.
Disebar ke berbagai masjid dan pesantren di Jawa dan Sumatera, Indonesia Barokah kini 'viral' di berbagai lapisan masyarakat. Selain rajin diberitakan di media arus utama, bentuk digital tabloid itu juga beredar di berbagai media sosial.
Namun demikian, Direktur New Media Watch Agus Sudibyo menilai 'serangan' via Indonesia Barokah bakalan sulit menggoyahkan 'iman' massa Prabowo-Sandi. Terlebih, Prabowo dan Gerindra memiliki basis massa yang cukup loyal sejak 2014.
"Karena tidak mudah untuk merebut pemilih loyal dengan melakukan cara instan seperti ini. Tetapi, kalau tabloid ini ingin menjadikan pemilih Jokowi semakin loyal, maka ini akan berhasil," Agus dalam sebuah diskusi di Hotel Peninsula, Jakarta, Rabu (30/1).
Meskipun dianggap gagal menggerus suara lawan politik, menurut Agus, Indonesia Barokah sukses mengecoh publik dengan kegaduhan dan kontroversi yang ditimbulkannya. "Jadi kita dibuat fokus pada Tabloid Indonesia Barokah sehingga kita lupa dengan aspek-aspek lain yang lebih penting dari ini," imbuh dia.
Sebelumnya, Dewan Pers telah mengeluarkan kajian resmi terkait Tabloid Indonesia Barokah. Usai membedah konten-kontent tabloid itu, Dewan Pers menegaskan, Indonesia Barokah bukan produk jurnalistik. Kepolisian pun dipersilakan mengusutnya.
Direktur Eksekutif Indonesia Public Institute (IPI) Karyono Wibowo, berpendapat Indonesia Barokah merupakan bentuk dari kampanye negatif. Dalam kontestasi politik elektoral, penggunaan kampanye negatif ini masih diperbolehkan.
"Dalam pertarungan politik itu tidak bisa menghindari negative campaign dan positive campaign. Yang tidak boleh adalah black campaign karena tidak berdasar data dan fakta. Dampaknya (juga) dapat menimbulkan degredasi sosial, keretakan sosial," ujar Karyono.
Senada dengan Agus, menurut Karyono, Indonesia Barokah diciptakan untuk menyerang Prabowo-Sandi. Dilihat konten-kontennya, Karyono menduga, tabloid tersebut dikebut dan disebar secara masif sebagai strategi preemptif.
"Nah, jadi saya melihatnya ini bisa dianggap menjadi bagian taktik dan strategi untuk mendahuli upaya lawan yang akan menerbitkan Obor Rakyat jilid kedua," katanya.
Awal Januari lalu, Pemimpin Redaksi Obor Rakyat Setiyardi Budiono memang sempat mengungkapkan rencana menerbitkan kembali tabloid Obor Rakyat. Menurut Setiyardi, masih banyak para pembaca setia Obor Rakyat yang berharap tabloid itu kembali terbit.
Sama seperti Obor Rakyat yang disebar menjelang Pilpres 2014, Karyono menilai Indonesia Barokah juga diciptakan sebagai media propaganda untuk merebut suara. "Media framing, media yang didesain untuk kepentingan kotestasi politik elektoral. Momentumnya juga sama menjelang pilpres," tandasnya.