close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Calon Presiden nomor urut 02 Prabowo Subianto menyapa warga saat kampanye di Bengkulu, Kamis (14/3)./ Antara Foto
icon caption
Calon Presiden nomor urut 02 Prabowo Subianto menyapa warga saat kampanye di Bengkulu, Kamis (14/3)./ Antara Foto
Pemilu
Sabtu, 16 Maret 2019 16:44

Januari 2019, Prabowo- Sandi lebih banyak diserang hoaks

36,20 % serangan hoaks tertuju pada Prabowo-Sandi, sementara Jokowi-Ma'ruf hanya 32,75%.
swipe

Masyarakat Anti Fitnah Indonesia (Mafindo) menemukan 109 hoaks sepanjang Januari 2019. Dari jumlah itu, 58 hoaks diantaranya berhubungan dengan politik.

"Pada bulan Januari 2019, jumlah hoaks mencapai 109 buah dengan hoaks politik mendominasi, sebesar 58 buah, disusul oleh hoak lain-lain 19 buah dan hoaks kriminalitas sebanyak 7 buah," kata Ketua Presidium Mafindo Septiaji Eko Nugroho di Hotel Mercure, Bali, Sabtu (16/3).

Septiaji merinci, 58 hoaks politik pada Januari 2019 lebih banyak terhadap pasangan calon presiden dan wakil presiden Prabowo Subianto-Sandiaga Salahuddin Uno. 

"Adapun 58 hoaks politik tersebut menyasar kepada paslon 02 sebesar 21 hoaks atau sebesar 36,20 %. Hoaks terhadap paslon 01 sebesar 19 hoaks atau sebesar 32,75 %," katanya.

Selain itu, juga terdapat hoaks terhadap pemerintah yang jumlahnya mencapai 8 atau 13,79%. Hoaks terhadap figur terkemuka sebanyak 7 hoaks atau 12,06 %, dan hoaks kepada parpol sejumlah 3 hoaks atau 5,17 %. Mafindo tak menemukan hoaks terhadap pemerintah daerah (pemda) sepanjang Januari lalu.

Septiaji mengatakan, salah satu media penyebaran hoaks saat ini adalah media sosial. Berdasarkan catatan Mafindo, penyebaran hoaks pada Januari 2019 dilakukan menggunakan media sosial.

Ketua Komite Litbang Mafindo, Santi Indra Astuti mengatakan, penyebaran hoaks pada semester II  tahun 2018 dilakukan melalui penggabungan foto yang ditambahi narasi. Terdapat 45,25% konten hoaks yang dicatat Mafindo disebar menggunakan dua hal tersebut. 

Adapun hoaks yang hanya dibentuk dari paparan narasi, berjumlah 30,63%, sementara dalam bentuk video narasi sejumlah 14,22%.

“Namun, kami melihat pada bulan Januari 2019, komposisinya sedikit berubah dengan 34,86% berupa narasi saja, kemudian gabungan foto dan narasi sebanyak 28.44% serta video dan narasi sejumlah 17.43%. Kenaikan jumlah hoaks berbentuk video, mengindikasikan kian canggihnya bentuk hoaks yang beredar di masyarakat,” ucap Santi.

Merusak akal sehat

Septiaji mengaku prihatin dengan maraknya penyebaran hoaks saat ini. Saat ini, ruang publik khususnya di media sosial dan group percakapan instan, lebih banyak diisi perdebatan kosong dengan topik hoaks yang berhubungan dengan politik. Padahal, ada hal yang lebih substansial, seperti adu argumen tentang program kandidat Pilpres atau Pileg.

Menurutnya, banyaknya jumlah hoaks saat ini menunjukkan hoaks masih menjadi masalah bersama yang akan merugikan semua pihak. Jika masyarakat menyadari fakta tersebut,  kehidupan demokrasi di Indonesia diyakini dapat berjalan lebih baik. Menurutnya, hoaks juga dapat berdampak pada rusaknya akal sehat.

“Meningkatnya jumlah hoaks tidak hanya merusak akal sehat calon pemilih, namun juga mendelegitimasi proses penyelenggaraan pemilu, dan lebih parahnya mampu merusak kerukunan masyarakat yang mengarah ke disintegrasi bangsa," ucapnya.

Karena itu, elit politik pun diminta untuk tidak menggunakan apalagi membiarkan hoaks demi kepentingan elektoral.

img
Robi Ardianto
Reporter
img
Gema Trisna Yudha
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan