Mendekati hari pemilihan umum, persentase masyarakat yang tidak memilih presiden dan wakil presiden terbilang masih tinggi. Hasil survei sejumlah lembaga survei mencatat persentase untuk tidak memilih atau golput bahkan mencapai 18%.
Dalam catatan Alinea.id lima lembaga survei merilis hasil pilihan untuk golput pada pemilihan presiden (pilpres) secara persentase berkisar antara 8,83% sampai 18,3%.
Rinciannya, hasil survei Indonesia Development Monitoring (IDM) sebesar 8,8% pada Maret 2019. Lalu, LSI Denny JA sebesar 9,9% pada periode Februari 2019. Kemudian, Indo Barometer sebesar 17,2% pada Maret 2019.
Jaringan Suara Indonesia persentase golput pada Maret 2019 sebesar 18,3%. Terakhir, golput Indikator Politik Indonesia sebesar 7,2% pada Maret 2019.
Berkaca pada hasil survei tersebut, bukan tidak mungkin persentase golput naik mendekati pilpres. Hal ini merujuk pada data golput saat pilpres sejak Pilpres 2014 yang persentasenya mencapai 29% .
Apabila ini terjadi, tentu akan menjadi ancaman suara bagi capres petahana yang meski hampir di sejumlah lembaga survei memenangkan Joko Widodo- KH Ma'ruf Amin.
Meski begitu, Direktur Populi Center Usep S Ahyar optimis angka golput tetap kecil pada Pilpres 2019. Usep menjelaskan alasan golput seseorang harus dibedakan berdasarkan kelompok.
"Misalnya, golput tidak memilih sebagai sikap. Golput karena tidak ada calon yang ideal. Sudah dari awal memutuskan tidak memilih. Nah, kalau pemilih tidak memilih pas hari H, beda lagi. Mereka tidak memilih karena masalah teknis, seperti malas mengurus kepindahan tempat memilih dan lain-lain," kata Usep saat dihubungi Alinea.id, Kamis (4/4).
Atas asumsi tersebut, Usep meyakini persentase golput sejak hari ini terbilang kecil khususnya yang dapat memengaruhi kemenangan Jokowi. Walaupun yang tidak memilih dan tidak datang ke TPS persentasenya disebut Usep belum diketahui.
Usep menilai yang bisa mengubah proyeksi kemenangan Jokowi bukanlah kaum golput, tapi bila sebanyak 40% pemilih Jokowi tidak datang ke TPS, tentu bisa kalah.
Kendati demikian, Usep juga melihat memang ada pihak yang ingin memobilisasi orang untuk tidak memilih.
"Memang ada upaya memobilisasi orang untuk tidak memilih. Tapi saya sih lihat, orang mau datang kok. Willingness to vote itu tinggi kok, sekitar 70-80%," ucapnya.
Usep mengatakan, apapun bisa terjadi pada saat hari pencoblosan. Maka dari itu, penyelenggara pemilu tetap mesti mengantisipasi hal ini.
Sementara itu, Juru Bicara Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo Subianto-Sandiaga Salahuddin Uno Dian Islamiati Fatwa yakin tetap menang. Dian juga tidak risau dengan angka potensi golput yang tinggi.
"Yang golput itu pasti ada saja. Tapi, menurut internal kami angka golput itu tidak tinggi. Bahkan, kita tahu ada orang yang golput karena kecewa dengan pemerintahan sekarang dan belum memutuskan pilihan. Mereka juga belum mendengar program Prabowo, karena tertimbun dengan banyaknya hoaks," ujar Dian.