Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) memaparkan dua solusi untuk memperbaiki kelemahan dalam sistem Pemilu 2019. Salah satu solusi yang ia tawarkan ialah memisah antara pemilihan presiden (pilpres) dan pemilihan calon legislatif (pileg).
"Bahwa jangan disatukan, kemudian jangan lagi (proporsional) terbuka supaya yang dihitung hanya partainya. Supaya partai juga memilih orang yang baik karena banyak isu tentang biaya (pemilu) yang besar," kata JK kepada wartawan di Kantor Wapres, Jakarta, Senin (13/5).
Hingga kini, menurut catatan Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI, sudah ada lebih dari 450 orang petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) yang meninggal usai pemungutan suara 17 April lalu. Selain petugas lapangan KPU, puluhan pengawas Bawaslu dan aparat kepolisian juga meninggal pascapencoblosan.
Menurut JK, salah satu penyebab banyaknya penyelenggara dan petugas pemilu meninggal karena rumitnya penghitungan perolehan suara pileg DPR, DPRD provinsi dan DPRD kabupaten. Petugas, kata JK, harus bekerja keras mencatat perolehan suara di tiap jenjang pileg, baik itu di tingkat pusat, provinsi maupun kabupaten.
"Yang paling berat sebenarnya tiga sistem yang tergabung itu, sehingga makin banyak. Kedua, sistemnya terbuka, sehingga nama pun harus dicatat dan butuh waktu bagi mereka bekerja lama sekali," jelasnya.
Selain itu, menurut JK, jumlah partai politik yang menjadi peserta di Pemilu 2019 bertambah jika dibandingkan Pemilu 2014. Alhasil, waktu yang diperlukan petugas KPPS untuk menghitung perolehan suara caleg juga bertambah.
"Jadi yang terberat sebenarnya bukan pilpresnya, yang terberat justru pileg itu karena sistemnya terbuka. Jadi (sekarang) 16 partai, dulu cuma 10 partai, jadi bertambah lebih 60%," kata politikus senior Golkar itu. (Ant)