close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) Banda Sakti melakukan simulasi pencoblosan Pemilu 2019 di Lhokseumawe, Aceh, Sabtu (6/4)./AntaraFoto
icon caption
Petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) Banda Sakti melakukan simulasi pencoblosan Pemilu 2019 di Lhokseumawe, Aceh, Sabtu (6/4)./AntaraFoto
Pemilu
Senin, 08 April 2019 00:43

Kesempatan memilih bagi ODGJ telah berlangsung sejak 1995

Ketua PDSKJI dr Eka Viora SpKJ, menegaskan ODGJ memiliki hak pilih yang sama dengan warga negara lainnya (aspek yuridis) melekat sebagai hak
swipe

Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Indonesia (PDSKJI) mengatakan, kesempatan memilih dalam pemilu bagi orang dengan gangguan jiwa (ODGJ) telah berlangsung sejak 1995. Hal itu, berdasarkan berbagai ketentuan yang tercantum dalam undang-undang.

Ketua PDSKJI dr Eka Viora SpKJ, menegaskan ODGJ memiliki hak pilih yang sama dengan warga negara lainnya (aspek yuridis) melekat sebagai hak asasi manusia (aspek filosofis).

Diperkirakan lebih dari 3.500 orang dengan disabilitas mental terdaftar dalam daftar pemilih Pemilu 2019 ini. "Angka ini masih lebih rendah dibandingkan dengan perkiraan jumlah orang dengan gangguan jiwa yang ada di Indonesia yaitu lebih dari 500 ribu (Riskesdas 2018), kata Eka, Minggu (8/4).

PDSKJI menjabarkan dasar-dasar regulasi yang mengatur tentang ketentuan pemenuhan hak pilih bagi ODGJ antara lain Undang Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945, Pasal 28 D ayat 1; Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia Bab 9, Pasal 43 ayat l dan 2; Undang Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan Pasal 148; Undang Undang Nomor 19 Tahun 2015 tentang Pengesahan Konvensi Mengenai Hak hak Penyandang Disabilitas Pasal 3, 5, ZS, dan 29 huruf a.

Selanjutnya Undang Undang Nomor 18 Tahun 2014 tentang Kesehatan Jiwa Pasal 2 poin h; Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 135/PUU-XII/2015 yang menyatakan bahwa UU Nomor 8 Tahun 2015 tentang Perubahan atas UU Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota menjadi Undang Undang, menyalahi UUD Tahun 1945.

Juga Undang Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas, Pasal 4 ayat 1c, Pasal 9, 13 poin a, Pasal 75 ayat 1 dan 2; Undang Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum Pasal 5, 198, 199, dan 200.

Ada pula Peraturan Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia Nomor 37 Tahun 2018 tentang Perubahan atas Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 11 Tahun 2018 tentang Penyusunan Daftar Pemilih di Dalam Negeri dalam Penyelenggaraan Pemilihan Umum menghilangkan 2 pasal dalam PKPU nomor 11 tahun 2018 yaitu, pasal 3 ayat 2 poin c yang menyatakan pemilih sedang tidak terganggu jiwanya, serta pasal 3 ayat 4 yang mengharuskan orang dengan gangguan jiwa membawa surat keterangan dokter untuk bisa memilih.

Pemerintah Indonesia senantiasa membangun masyarakat yang inklusif, mengembangkan pendekatan berbasis hak asasi bagi orang dengan disabilitas, berpegang pada prinsip-prinsip hak asasi manusia yang mencakup nilai kesetaraan dan nondiskriminatif.

"Indonesia bukanlah negara pertama dan satu-satunya yang menghormati dan memfasilitasi hak suara yang dimiliki oleh orang dengan gangguan jiwa. Hampir semua negara tidak melarang orang dengan gangguan jiwa untuk ikut berpartisipasi dalam memilih," kata Eka. (Ant)

img
Hermansah
Reporter
img
Hermansah
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan