Pengamat politik Universitas Padjadjaran (Unpad) Muradi menilai calon presiden nomor urut 02 Prabowo Subianto blunder saat mengkritik 'pembisik-pembisik' di sekeliling calon petahana Joko Widodo (Jokowi). Menurut Muradi, Prabowo sama saja mengkritik junior dan seniornya di TNI.
"Yang jadi pembisiknya kan Panglima TNI, para kepala staf (TNI), Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu, Menko Polhukam Wiranto dan Luhut Binsar Panjaitan. Mereka semua adalah junior dan seniornya di TNI," kata Muradi dalam sebuah diskusi di Jakarta, Senin (1/4).
Saat beradu gagasan terkait tema pertahanan dan keamanan, Prabowo sempat mengkritik paparan Jokowi soal kemampuan militer Indonesia. Menurut mantan Komandan Jenderal Kopasssus itu, paparan Jokowi diperoleh dari informasi pembisik-pembisik yang kurang kompeten dan hanya bekerja dengan memegang prinsip 'asal bapak senang' (ABS).
"Saya lama Pak di militer dan saya tahu budaya di TNI itu seperti apa Pak. Banyak bicara yang bagus-bagus kalau sama atasan. Padahal faktanya tak seperti itu. Banyak orang-orang di sekeliling Bapak itu yang melaporkan ABS, Pak," kata Prabowo.
Menurut Muradi, justru Prabowo yang potensial dibohongi anak buahnya jika berkuasa. Ia menilai pemaparan Prabowo terkait isu pertahanan dan keamanan tidak mendetail dan tidak mengarah ke solusi praktis. "Visi misinya Prabowo sebenarnya kosong," imbuhnya.
Menurut Muradi, setidaknya ada tiga hal utama yang harus diurai ketika membicarakan isu pertahanan dan keamanan. Pertama, kebijakan politik pertahanan.
"Pengembangan kualitas sumber daya manusia. Ketiga, anggaran pertahanan yang memadai. Kemudian (terakhir), modernisasi dan peningkatan kapasitas alutsista. Nah, menjelaskan keempat poin ini Prabowo kalah dari Jokowi," katanya.
Hal serupa juga diungkapkan peneliti politik luar negeri Lembaga Ilmu Pengatahuan Indonesia (LIPI) Nanto Sriyanto. Menurut dia, budaya 'ABS' juga potensial berkembang di kubu Prabowo jika ia dan Sandiaga Uno berkuasa.
"Prabowo kalau ngomong terlalu melebar (dan) enggak bisa detail. Apalagi terlalu detail itu juga bisa didikte karena dia enggak tahu teknis," kata dia.
Nanto mengatakan, budaya ABS bukan persoalan Indonesia saja, tapi juga menjadi masalah yang lazim terjadi di berbagai negara.
"Itu kendala di semua negara. (Barrack) Obama di Amerika (Serikat) pun mengalami hal itu. Tugas tersulit sebagai presiden itu bukan pada mengambil keputusan yang tepat, tetapi mendapatkan informasi yang tepat sebelum mengambil keputusan," katanya.