close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Bawaslu RI dinilai lalai dalam seleksi calon anggota lantaran ada komisioner daerah yang dilantik diduga terafiliasi dengan OPM. Dokumentasi Bawaslu
icon caption
Bawaslu RI dinilai lalai dalam seleksi calon anggota lantaran ada komisioner daerah yang dilantik diduga terafiliasi dengan OPM. Dokumentasi Bawaslu
Pemilu
Kamis, 24 Agustus 2023 21:18

Komisioner daerah diduga terafiliasi dengan OPM, Bawaslu dinilai lalai

Bagi Kaka, kelalaian tersebut sangat nyata mengingat tahapan seleksi calon anggota Bawaslu daerah cukup panjang.
swipe

Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dinilai melakukan kelalaian menyusul adanya dugaan seorang komisioner Bawaslu Puncak 2023-2028 terpilih berafiliasi dengan Organisasi Papua Merdeka (OPM). Apalagi, yang bersangkutan sempat diadukan masyarakat saat seleksi calon anggota berlangsung.

"Kita sebagai pemantau [pemilu menilai], mungkin ada ketidakcermatan, ya. Kita lihat itu ada kelalaian dari Bawaslu jika benar [seorang komisioner Bawaslu Puncak terpilih berafiliasi dengan separatis]," ucap Sekretaris Jenderal Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP), Kaka Suminta, saat dihubungi Alinea.id, Kamis (24/8).

Diketahui, masyarakat mengadukan kandidat Bawaslu Puncak berinisial GT kepada Bawaslu Papua Tengah, 4 Agustus 2023, karena diduga terlibat OPM. Laporan memuat beberapa bukti, seperti kiriman GT di media sosial yang kontennya terkait kelompok separatis itu.

Namun, sesuai Pengumuman Bawaslu RI Nomor 2571.1/KP.01/K1/08/2023, GT terpilih menjadi komisioner Bawaslu Puncak 2023-2028 bersama dua nama lain. Ia pun telah dilantik Sabtu (19/8) lalu.

Bagi Kaka, kelalaian tersebut sangat nyata mengingat tahapan seleksi calon anggota Bawaslu daerah cukup panjang. Kegiatan dimulai dari pembukaan pendaftaran, seleksi administrasi, tes tertulis dan psikologi, tes kesehatan dan mental, hingga wawancara oleh tim seleksi (timsel) maupun komisioner Bawaslu.

"Nah, seyogianya [masalah] ini di tim seleksi [sudah] selesai, clear. Artinya, tidak ada permasalahan-permasalahan yang seperti ini. Hanya mungkin untuk data itu (separatis, red) tentu saja ini akan sangat terkait dengan data intelijen dan juga keamanan di sana, ya," katanya.

Apalagi, sambung Kaka, Bawaslu RI sempat menunda proses penetapan calon anggota terpilih selama 2 hari. Momentum tersebut mestinya dapat dioptimalkan untuk mendalami aduan masyarakat. Penetapan dilakukan dalam rapat pleno.

"Tentu saja dalam hal ini bukan hanya mengklarifikasi, ya. Yang menyampaikan laporan tentu saja dia, siapa pun yang menuduhkan harus mendalilkan. Maka, seyogianya juga dari pihak pelapor digali informasinya apa saja dari laporan ini. Kemudian, baru diklarifikasi sambil berjalan. Tapi, artinya ada kelalaian dalam hal ini," tuturnya.

Belakangan, Ketua Bawaslu RI, Rahmat Bagja, angka bicara tentang isu ini. Ia mengklaim, pihaknya tengah melakukan pendalaman dengan meminta keterangan GT. Jika terbukti benar terlibat kelompok kriminal bersenjata (KKB), ia akan meminta DKPP memberhentikan yang bersangkutan.

Nasi sudah menjadi bubur. Kaka berpandangan, sekarang yang semestinya dilakukan Bawaslu tidak hanya melakukan klarifikasi. Namun, mendalami pelapor sehingga mendapatkan data dan informasi secara komprehensif. "Ini satu kesatuan."

Pangkal masalah
Lebih jauh, Kaka menyampaikan, banyak laporan masyarakat terhadap kandidat Bawaslu daerah saat seleksi berlangsung. Sayangnya, aduan tersebut banyak yang tidak ditindaklanjuti.

"Banyak kasus-kasus lain yang sebenarnya dilaporkan. Misalnya, kasus Gorontalo itu disampaikan ke Bawaslu dan bahkan muncul di permukaan. Terus, kemudian kasus-kasus lain di Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah juga ada. Terus, banyak laporan-laporan lain. Tapi, nampaknya laporan-laporan ini, termasuk yang diduga separatis ini, nampaknya tidak dikaji secara utuh," bebernya.

Kaka berpendapat, jamaknya permasalahan dalam seleksi penyelenggara pemilu, utamanya Bawaslu, berawal dari pemilihan timsel. Pangkalnya, timsel yang ditetapkan banyak yang tidak memiliki wawasan yang baik tentang kepemiluan.

"Nampaknya juga [pemilihan timsel] lebih [karena faktor] kedekatan dengan komisioner, ya," ujarnya. "Di situlah kemungkinan potensi asas profesionalismenya tidak berjalan."

Kemudian, tingginya intervensi partai politik (parpol) dalam seleksi. Profesionalisme dan independensi timsel dan Bawaslu akhirnya tidak terlihat.

Selain tidak responsif terhadap aduan publik, buruknya pemilihan anggota timsel dan intervensi parpol mengakibatkan seleksi menghasilkan banyak komisioner bermasalah. "Ini, kan, jadi puncaknya," tandas Kaka.

img
Fatah Hidayat Sidiq
Reporter
img
Fatah Hidayat Sidiq
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan