Sekitar 5.303 hak pilih masyarakat kelompok rentan terancam gugur dalam pemilihan umum serentak April 2019 mendatang.
Tim pemantau pemilihan umum dari Komisi Nasional Hak Azasi Manusia (Komnas HAM) membeberkan temuan 637 warga negara di Banten yang belum melakukan perekaman e-KTP.
Masyarakat adat Badui di Banten juga terancam tidak bisa memilih. Sehingga, Komnas HAM juga berupaya memastikan pemenuhan hak pilih masyarakat adat Badui.
"Saya sudah bersama KPU Banten dan Kabupaten Lebak, untuk memastikan warga Badui bisa memilih. Tantangannya itu waktu, di sana tidak ada listrik, kalau hitung suaranya sampai malam itu susah," tutur Komisioner Pemantauan dan Penyelidikan Komnas HAM, Amiruddin Al Rahab dalam konferensi pers Temuan Penting dan Catatan Kritis Pemantauan Persiapan Penyelenggaran Pileg dan Pilpres 2019, di kantor Komnas HAM, Jakarta Pusat, Kamis (4/4).
Mengenai kendala teknis tersebut, Amir meminta pemerintah setempat untuk menyediakan listrik selama berlangsungnya proses penyelenggaraan pemilihan umum, terutama saat penghitungan suara.
Amir menemukan upaya Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) Banten yang telah menyiapkan 68 Tempat Pemungutan Suara untuk Pemilih Tambahan (TPS DPTb), yang ditempatkan di beberapa lokasi khusus, seperti Bandara Soekarno-Hatta, Kawasan Industri PT Nikomas, Universitas Pelita Harapan, dan lokasi lainnya.
Di Kota Tangerang terdapat setidaknya 35 35 TPS DPTb dan di Kabupaten Tangerang 27 TPS DPTb. Sedangkan tujuh TPS DPTb juga tersedia di Kabupaten Serang.
"Bahkan saat saya di Banten dan bertemu dengan KPU Banten, saya ingin memastikan bahwa masyarakat Badui bisa memilih. Kita pastikan itu. Sudah disediakan TPS, aparatnya, tapi nanti di hari H masyarakatnya harus juga dimotivasi untuk ikut agar datang ke TPS," kata Amir.
Dengan demikian, kata Amir, tidak satu orang pun warga negara yang punya hak pilih yang tertinggal dalam proses pemilu. Karena pemilu, kata Amir, akan menentukan pembuatan kebijakan bagi setiap warga negara untuk masa depan Indonesia.
"Jangan hanya karena proses administratif, sehingga hanya sekian orang saja yang bisa ikut memilih. Hal inilah yang nantinya menyebabkan kualitas dari kebijakan publiknya akan jadi kurang baik untuk semua orang," ujar Amir.
Selain itu, ada 4.666 warga binaan juga terancam kehilangan hak pilihnya karena e-KTP dan tidak masuk DPT (Daftar Pemilih Tetap).
Tidak hanya persoalan terancamnya ribuan hak pilih di Banten, Komnas HAM juga menjumpai kasus dugaan pelanggaran pemilihan umum yang melibatkan relawan yang berkampanye di masjid-masjid.
Akan tetapi, pemantauan Komnas HAM yang patut dicermati adalah penyelenggaraan pemilihan umum yang tidak mendiskreditkan suku, agama, ras, dan antar golongan (SARA).
Sebelumnya, Kepala Desa Kanekes, Jaro Saija, mengatakan aturan untuk tidak mencoblos ini berlaku bagi warga Badui Dalam di tiga kampung di Desa Kanekes, Kecamatan Lewidamar, Kabupaten Lebak. Tepatnya ada di Kampung Cibeo, Kampung Cikuesik, Kampung Cikartawana.
Sedangkan untuk warga Badui Luar, kata Saija, secara aturan adat agak sedikit longgar. Mereka diperbolehkan apabila ingin ikut mencoblos pada Pemilu 2019. Jika mereka secara keseluruhan menentukan pilihannya, maka total ada sekitar 6.000 orang yang turut berpartisipasi. Adapun 6.000 orang tersebut, kata Saija, telah masuk DPT di 27 bilik suara yang disediakan KPU.
“Memang Badui Dalam tidak memilih, kalau Badui Luar melakukan. Itu sudah aturan sejak dulu dari pertama ada pemilu,” kata Saija saat dikonfirmasi pada Selasa, (2/4).