Komisi Pemilihan Umum (KPU) memutuskan untuk mengubah sistem penghitungan keterwakilan perempuan yang termuat pada Pasal 8 ayat 2 PKPU Nomor 10 Tahun 2023. Hal itu dilakukan setelah adanya masukan dan hasil diskusi antara DKPP, KPU, dan Bawaslu pada Selasa (9/5) malam.
"Dorongan ini juga datang dari pemerintah. Misalnya, kami dapat komunikasi dari Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak yang intinya menyampaikan bahwa salah satu target dari kegiatan pemerintahan itu juga ada aspek pemberdayaan perempuan. Di mana, salah satu indikatornya adalah keterwakilan perempuan," kata Ketua KPU Hasyim Asy'ari dalam keterangan resminya yang dipantau online dari YouTube KPU RI, Rabu (10/5).
Pada awalnya, Pasal 8 ayat 2 PKPU Nomor 10 Tahun 2023 berbunyi: Dalam hal penghitungan 30 persen (tiga puluh persen) jumlah bakal calon perempuan di setiap dapil menghasilkan angka pecahan, maka apabila dua tempat desimal di belakang koma bernilai:
(a) kurang dari 50 (lima puluh), maka hasil penghitungan dilakukan pembulatan ke bawah;atau (b) 50 (lima puluh) atau lebih, hasil penghitungan dilakukan pembulatan ke atas.
Setelah mendapatkan masukan revisinya menjadi: Dalam hal penghitungan 30 persen (tiga puluh persen) jumlah bakal calon peremppuan di setiap dapil menghasilkan angka pecahan, dilakukan pembulatan ke atas.
"Tentu hal tersebut bakal dikomunikasikan dengan DPR tentang perkembangan yang sedang dilakukan KPU," jelas dia.
Sementara Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggaraan Pemilu (DKPP) Hendy Lukito mengharapkan, revisi PKPU Nomor 10 Tahun 2023 akan memenuhi ketentuan perundang-undangan, khususnya Pasal 245 UU No.7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Pemilu)
"Jadi dalam hal ini, DKPP tentu saja sangat senang dan mensupport langkah yang ditempuh KPU karena memang harus demikian adanya. Kita harus menghormati norma UU secara konsekuen," tutur dia.