Menunggu langkah konkret capres pada kasus Kanjuruhan dan KM50
Komisi Penyelenggara Pemilu (KPU) telah menggelar debat presiden tahap pertama pada Selasa (12/12). Salah satu yang dibahas adalah penuntasan kasus HAM di tanah air. Khususnya yang terkait dengan tragedi Kanjuruhan dan KM50. Dua kasus ini menyebabkan kehebohan di tanah air. Selain melibatkan aparat kepolisian juga menewaskan sejumlah anak bangsa.
Untuk diketahui, kasus Kanjuruhan menyebabkan 135 korban tewas pada 1 Okober 2022. Mereka adalah suporter Arema FC yang terperangkap dan panik karena kepungan gas air mata yang ditembakkan oknum kepolisian. Peristiwa itu terjadi setelah pertandingan Arema FC melawan Persebaya di Stadion Kanjuruhan, Malang, pada Sabtu (1/10/2022) pukul 20.00 WIB. Suporter Arema FC tak terima dengan hasil pertandingan dan masuk ke lapangan. Kemudian direspons oknum polisi dengan menembakkan gas air mata untuk mencegah semakin banyak suporter yang turun ke lapangan.
Sedangkan kasus pembunuhan di luar hukum (extra-judicial killing) kepada sejumlah anggota laskar FPI yang terjadi di km 50 Tol Cikampek pada 7 Desember 2020. Komnas HAM dalam rekomendasinya menyebut kalau penembakan sekaligus terhadap empat orang dalam satu waktu tanpa ada upaya lain yang dilakukan, untuk menghindari semakin banyaknya jatuh korban jiwa, mengindikasikan adanya unlawfull killing terhadap ke-4 anggota laskar FPI.
Menanggapi itu, Wakil Direktur Imparsial Ardi Manto Adiputra menyebut, untuk mengukur keseriusan mengungkap kasus KM 50 atau Kanjuruhan, sebenarnya bisa dari langkah konkret yang ditawarkan pasangan calon untuk penyelesaian kasus tersebut.
"Hal yang ditawarkan Anies terkait penyelesaian KM50 masih belum konkret. Bagaimana melakukan penyelidikan ulang. Sementara perkaranya sudah putus dan inkracht. Artinya upaya extra apa yang akan dilakukan itu tidak jelas. Begitu juga dengan tragedi Kanjuruhan. Pelaku sudah dihukum, meski sangat ringan dan jauh dari rasa keadilan, statusnya juga sudah inkracht. Upaya extra seperti apa yang akan dilakukan untuk memberikan keadilan bagi korban dan keluarganya?" tanya dia saat dihubungi Alinea.id, Kamis (14/12).
Mengingat ke dua kasus ini sudah disebut dalam debat capres, maka tidak ada pilihan lain bagi calon presisen, selain menjelaskan langkah konkret apa yang akan dilakukan untuk membongkar kembali kasus itu. Agar publik percaya bahwa ada keseriusan dari calon presiden untuk menyelesaikan kedua kasus tersebut.
"Gak juga bisa dibilang gimmick, cuman belum konkret saja tawarannya. Jadi kita belum bisa percaya sepenuhnya. Terkait langkah konkret yang bisa dilakukan, di antaranya mendorong Komnas HAM untuk melakukan investigasi dengan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia. Mengingat jumlah korbannya masif, terutama tragedi Kanjuruhan," papar dia.
Hal senada juga disampaikan Koordinator KontraS Dimas Bagus Arya Saputra. Dia menyebutkan, kalau calon presiden telah menjadikan kasus pelanggaran HAM berat sebagai komoditas janji politik. Hal itu juga pernah dilakukan Presiden Jokowi saat kampanye Pemilu 2014 dan 2019. Tetapi pada akhirnya Presiden Jokowi malah memutuskan untuk kompromi pada penyelesaian kasus pelanggaran HAM.
Sehingga KontraS meyakini kalau pernyataan calon presiden soal penyelesaian tragedi Kanjuruhan dan KM50 baru sekedar janji politik. Dan hal itu tidak bisa menjadi ukuran keseriusan dari calon presiden terhadap penyelesaian kasus pelanggaran HAM. Apalagi, belum ada calon presiden yang mengelaborasikan lebih lanjut dan konkret soal step by step penyelesaiannya.
Selain itu, tidak ada satupun yang menjelaskan bahwa permasalahan utama dari dua tragedi tersebut adalah soal kultur kekerasan di tubuh institusi kepolisian. Selama bertahun-tahun Korps Bhayangkara tampak terjebak dalam tindakan eksesif dan brutal. Sehingga tindakannya memakan korban di tengah masyarakat. Berbagai upaya penyelesaiannya pun jauh dari akuntabilitas. Di mana para pelaku dihukum ringan, bahkan tak jarang banyak yang bebas dari hukuman.
"Mungkin itulah sebabnya kalau ada masyarakat yang menilai, janji politik calon presiden dalam debat merupakan gimmick buat mendulang simpati orang atau calon pemilih dengan mengangkat persoalan tragedi Kanjuruhan dan KM50. Mengingat tidak ada elaborasi lebih lanjut seperti apa langkah konkret penyelesaiannya," papar dia.
Dimas Bagus juga sepakat dengan Imparsial soal langkah konkret yang bisa dilakukan presiden mendatang. Yakni dengan menginstruksikan kepada Komnas HAM untuk melakukan investigasi seperti yang diatur UU No.26 Tahun 2000. Serta menginstruksikan kepada Kejaksaan Agung untuk berkoordinasi karena penyidik dan penuntutnya adalah jaksa dan baru kemudian diajukan ke pengadilan.
"Ini butuh kemauan politik. Step yang paling utama adalah kemauan dari kepala negara. Perlu ada komitmen yang kemudian dijabarkan ke arah kebijakan dengan membuat sejumlah instruksi. Ini krusial. Karena faktor utamanya adalah adanya kemauan penyelesaian kasus itu dari kepala negara," papar dia.
Sementara Ketua Tim Hukum Nasional (THN) Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar, Ari Yusuf Amir, menekankan, penyelesaian tragedi Kanjuruhan dan tragedi unlawful killing KM 50 penting dilakukan untuk memenuhi rasa keadilan bagi korban dan keluarganya. Mengingat, kedua peristiwa tersebut telah menimbulkan keprihatinan mendalam dan hingga kini penyelesaiannya dianggap belum tuntas.
“Kami menggarisbawahi pernyataan Mas Anies Baswedan tentang pentingnya penanganan yang adil dan transparan untuk kedua kasus itu sebagai bagian dari tanggung jawab negara dalam melindungi warganya,” ujar Ari, Kamis (14/12).
Dalam debat perdana capres pada 12 Desember 2023, Anies Baswedan meminta pandangan kepada Ganjar Pranowo mengenai hal tersebut. Anies kemudian memberikan pemaparan bahwa kedua persoalan itu perlu diselesaikan minimal lewat empat hal, yakni memastikan proses hukum menghasilkan keadilan, mengungkap seluruh fakta, memberikan kompensasi kepada para korban, dan negara harus menjamin peristiwa serupa tidak terulang lagi.
Ari menekankan pentingnya transparansi, keadilan, dan fokus pada korban dalam penanganan kedua kasus itu. Penanganan kasus bukan hanya berkutat pada soal hukum, tetapi juga soal hati nurani bangsa. Setiap aspek penegakan hukum dalam kasus ini harus berpihak pada korban dan tidak melindungi siapa pun yang bersalah.
"Kami ingatkan bahwa tidak tuntasnya penanganan kedua kasus ini dapat menimbulkan apatisme terhadap penegak hukum dan keadilan itu sendiri," tambah Ari. "Penyelesaian kasus ini penting untuk menghapus luka yang dirasakan anak-anak bangsa dan mengembalikan kepercayaan publik pada sistem keadilan, khususnya terhadap Polri," papar dia.
Ari juga menyoroti pendekatan kekerasan yang masih kerap dilakukan kepolisian di dalam penanganan kasus. Kepolisian tercatat beberapa kali melakukan tindakan ekseksif dalam tindakannya, sehingga menimbulkan korban dari kalangan masyarakat. Menurut Ari, reformasi Polri krusial untuk dijalankan.
“Polri perlu menertibkan internalnya sendiri sebelum menertibkan masyarakat,” cetus Ari.
Selain itu, kata dia, merit system harus dikedepankan, di mana manajemen personel di Polri didasarkan pada kualifikasi, kompetensi, dan kinerja. Apalagi sebenarnya di Polri banyak polisi yang baik, yang bagus. Seharusnya mereka ini diberikan kesempatan yang sama untuk tampil di Polri. Jangan biarkan polisi yang bermasalah yang justru mendapatkan tempat dan jabatan strategis.
Sementara pada kesempatan debat capres, calon presiden nomor urut 3 Ganjar Pranowo menegaskan kasus hukum Tragedi Kanjuruhan dan kilometer (km) 50 harus dituntaskan. Apalagi dua kasus itu dianggap krusial agar tidak jadi masalah bangsa yang berkepanjangan.
"Dua isu itu jadi public talk. Kanjuruhan kita bisa bertemu dengan pencari fakta. Kita bisa membereskan urusan mereka dari sisi keadilan korban, termasuk di km 50. Ketika kita bisa bereskan semuanya, maka kita akan dalam naik satu tahap. Apakah kemudian proses legal, dan kemudian cari keputusan yang adil bisa dilakukan? Jawaban saya, bisa," kata Ganjar dalam debat capres, Selasa (12/12).