close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Lembaga survei yang menggelar hitung cepat alias quick count buka-bukaan sumber dana. / Antara Foto
icon caption
Lembaga survei yang menggelar hitung cepat alias quick count buka-bukaan sumber dana. / Antara Foto
Pemilu
Sabtu, 11 Mei 2019 03:53

Lembaga survei bongkar sumber dana, BPN tak terima

Lembaga survei yang menggelar hitung cepat alias quick count buka-bukaan sumber dana. Namun, BPN Prabowo-Sandi justru tak terima.
swipe

Lembaga-lembaga survei yang menggelar hitung cepat alias quick count Pemilu 2019 buka-bukaan asal usul sumber dana mereka. Langkah ini dilakukan lantaran ada kecurigaan lembaga survei didanai oleh pihak yang ikut kontestasi di pemilu. Namun, Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandiaga Uno justru tidak terima dengan langkah itu.

Hal ini terjadi saat Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) kembali menggelar sidang dugaan pelanggaran adminstrasi pemilu ihwal sistem penghitungan dan quick count lembaga survei atas laporan BPN Prabowo-Sandi. Dalam sidang kali ini Bawaslu menghadirkan pihak terkait, yakni perwakilan lembaga survei. Ada empat lembaga survei yang hadir, yaitu Indobarometer, Syaiful Mujani Research & Consulting (SMRC), Indikator Politik, dan Poltracking.

Pada sidang yang diketuai oleh Komisioner Bawaslu, Ratna Dewi Patalolo ini, majelis mempertanyakan beberapa hal. Salah satunya mengenai sumber pendanaan atas laporan quick count kepada lembaga survei.

Perwakilan SMRC, Deni Irvani mengungkapkan, pendanaan lembaganya didapatkan dari hasil kerja sama dengan beberapa media massa. "Kami mendapatkan dana dari hasil kerja sama dengan tujuh media televisi nasional, dan dua media online," papar Deni di ruang sidang Bawaslu, Jakarta, Jumat (10/5).

Dipaparkan Deni, untuk urusan sumber dana ini, lembaga surveinya cukup transparan. Ia mengaku sumber pendanaan dapat dilihat oleh masyarakat luas lewat laman resmi SMRC yang telah mereka unggah pada 24 April 2019.

Berbeda dengan SMRC, Indikator Politik mengaku secara mandiri mendanai survei dan hitung cepat. Asep Jubaedillah, perwakilan Indikator Politik mengungkapkan, Indikator Politik pada hakikatnya mengusung partisipasi anggota mereka dalam masalah pendanaan.

Sementara itu, perwakilan Indobarometer dan Poltrackong mengaku tidak mengetahui dari mana sumber pendanaan masing-masing. Kedua perwakilan lembaga survei itu mengaku, dana merupakan ranah pihak yang memiliki wewenang.

Selain sumber dana, Bawaslu juga menanyakan apakah lembaga survei betul-betul sudah melewati seleksi dan sertifikasi sebagaimana aturan yang disampaikan oleh pihak Komisi Pemilihan Umum (KPU) dalam sidang sebelumnya.

Mengenai hal ini, para perwakilan lembaga survei mengatakan mereka tidak mengetahui mekanisme tersebut. Bagi mereka, itu merupakan kapasitas para anggota yang bekerja di lapangan.

Sidang Bawaslu atas lembaga survei. Alinea.id/Fadli Mubarok

BPN tak puas

BPN Prabowo-Sandiaga mengaku tidak puas atas jawaban pemaparan KPU dan lembaga survei. Juru bicara BPN Prabowo-Sandi, Sahroni, mengaku tidak bisa menerima jawaban dan penjelasan KPU.

"Bahwa dari persidangan tadi terlihat KPU dengan sangat jelas menjawabnya sangat-sangat tidak bisa diterima. Dan sangat menggampangkan dana untuk pemilu ini yang sebesar puluhan triliun," ungkap Sahroni pasca sidang di Bawaslu.

Menurut Sahroni, KPU mengorganisasi keuangan secara serampangan dan main-main. Hal ini juga terbukti ketika BPN meninjau seluruh aturan yang dibuat KPU dalam PKPU Nomor 10 Tahun 2019.

Bagi dia, KPU tidak mengangap ini persoalan serius sebagaimana diamanatkan oleh undang-undang. "Sebagaimana yang tadi saya pertanyakan lebih tegas lagi bahwa apa yang seharusnya KPU lakukan di dalam hal untuk melakukan seleksi terkait dengan lembaga survei ini," urainya.

KPU menjelaskan hanya melaksanakan persyaratan secara formalitas. Seleksi lembaga survei misalnya, KPU tidak melakukan sosialisasi kepada lembaga survei terkait peraturan-peraturan yang harus dipenuhi. Padahal, pada sidang sebelumnya KPU mengklaim sudah melakukan. "Ada inkonsistensi penjelasan KPU sebelumnya dengan hari ini," kata Sahroni.

Bercermin dari hal itu, Sahroni menilai KPU tidak profesional dan tidak sungguh-sungguh menjalankan tugas. Termasuk urusan yang sangat penting: soal dana. Hal-hal inilah yang membuat BPN Prabowo-Sandi kecewa.

Bagi Sahroni, jika dalam seleksi saja sudah tidak jelas mekanismenya, hasil yang disajikan tentu menjadi masalah. "Kredibilitas lembaga survei yang lolos harus dipertanyakan. Bagaimana hasil quick count kami bisa percaya kalau begini," kata Sharoni.

Terlebih lagi, tuding Sahroni, ada indikasi bahwa lembaga survei tersebut dekat dengan pasangan calon paslon 01 Jokowi-Ma'ruf Amin. Hal ini dapat dilihat dari hasil pertemuan lembaga survei sebelum penyajian quick count dengan Presiden Jokowi di Istana Negara dalam rangka memenuhi undangan.

Sahroni juga tidak puas jawaban lembaga survei. Lembaga survei tidak mengetahui persis aturan yang berlaku. Setiap jawaban mereka dilempar kembali kepada pihak yang mengetahui lebih detail mengenai mekanisme. "Rata-rata jawaban mereka tidak tahu, ini kan lucu," tegasnya.

Seharusnya, kata Sahroni, perwakilan lembaga survei yang hadir dalam persidangan adalah mereka yang mengetahui masalah rinci. Agar tidak terjadi aksi saling lempar masalah yang menimbulkan pertanyaan lanjutan.

Berangkat dari sidang hari ini, BPN Prabowo-Sandi meminta Bawaslu menjatuhkan sanksi kepada KPU dan lembaga survei atas ketidakjelasan yang sudah mereka sampaikan. "Semuanya kan sudah bisa dilihat. Mereka sudah jelas melanggar administrasi. Buang-buang uang atau anggaran saja," tegas Sahroni.

img
Fadli Mubarok
Reporter
img
Sukirno
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan