close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Sejumlah elemen dari masyarakat mengajukan uji materi lima pasal UU Pemilu mengurangi hak pemilih./Alinea.id,Mumpuni.
icon caption
Sejumlah elemen dari masyarakat mengajukan uji materi lima pasal UU Pemilu mengurangi hak pemilih./Alinea.id,Mumpuni.
Pemilu
Selasa, 05 Maret 2019 14:55

Lima pasal UU Pemilu diajukan untuk uji materi

Lima pasal UU Pemilu dinilai dapat menghambat dan menghilangkan hak pemilih.
swipe

Lima pasal dalam UU Pemilu diajukan ke Mahkamah Konstitusi (MK) untuk dilakukan uji materi. Sejumlah elemen dari masyarakat menilai kelima pasal UU Pemilu mengurangi hak pemilih. 

Permohonan uji materi tersebut diajukan oleh Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Hadar Nafis Gumay dari Netgrit, Feri Amsari dari Pusat Studi Konstitusi (PUSaKO), Augus Hendy dan A. Mugori yang merupakan warga binaan di Lapas Tanggerang, Muhamad Nurul Huda dan Sutrisno yang merupakan warga daerah namun bekerja di Jakarta.

Kuasa hukum para pemohon Denny Indrayana menyebutkan kelima pasal yang diminta untuk dilakukan uji materi adalah Pasal 348 ayat (9), Pasal 348 ayat (4), Pasal 210 ayat (1), Pasal 350 ayat (2), dan Pasal 383 ayat (2) UU pemilu.

“Pasal-pasal tersebut dimohonkan karena menghambat atau menghilangkan hak pemilih warga negara yang seharusnya justru dilindungi dan difasilitasi,” kata Denny di Gedung MK, Selasa (5/3).

Ia menjelaskan Pasal 348 ayat (9) mengenai syarat kepemilikan KTP-el menjadi masalah karena data terakhir dari Dinas Dukcapil menyebutkan masih ada empat juta orang yang belum memiliki KTP-el. Begitu pun dengan Pasal 348 ayat (4) mengenai pemilih yang telah pindah hanya dapat memilih sesuai surat suara yang tersedia.

Sementara itu Pasal 210 ayat (1) mengenai pendaftaran daftar pemilih tetap atau DPT hanya bisa dilakukan paling lambat 30 hari sebelum pemilihan. Menurut pemohon, hal tersebut perlu diuji karena beberapa situasi yang mungkin dialami pemilih perlu adanya toleransi waktu. 

Padahal kata Deny tanpa KTP-el, pemilih dapat juga menggunakan akta nikah, KTP, surat keterangan, akta lahir asalkan memang dapat membuktikan usia telah mencapai 17 tahun. Selain identitas tersebut, pernah pula diusulkan adanya kartu memilih yang menunjukkan identitas diri. 

Persoalan lain adalah kendalanya para penghuni lapas untuk memilih karena persoalan KTP-el. Padahal dari data terakhir, jumlah narapidana dan tahanan mencapai 245.784 orang. 

Direktur Eksekutif Perludem Titi Anggraini menambahkan, dua pasal lainnya yaitu 350 ayat (2) dan 383 ayat (2) mengenai pembentukan tempat pemungutan suara (TPS) dan penghitungan suara dinilai perlu diajukan uji materi karena menyangkut penyelenggaraan pemilu. Menimbang jumlah peserta pemilu yang cukup banyak untuk dipilih, penghitungan suara yang harus diselesaikan hari itu juga, benar-benar dipastikan.

“Ini adalah pemilu yang sangat kompetitif, maka kepastian hukum jaminan KPU bisa bekerja dengan landasan hukum yang kuat itu sangat diperlukan. Meskipun ada beberapa terobosan yang dilakukan oleh KPU untuk menjamin pemenuhan hak pilih warga negara, tetapi kami ingin memastikan KPU bekerja berdasarkan jaminan kepastian hukum yang kuat, yang tidak membuka ruang untuk menjadi diskursus baru di dalam pelaksanaan pemilu,” tuturnya.


 

img
Ayu mumpuni
Reporter
img
Mona Tobing
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan