Lembaga Ilmu Pengatahuan Indonesia (LIPI) menilai, masih banyak isu yang berkaitan tentang ideologi, pemerintahan, pertahanan-keamanan dan hubungan internasional yang belum dibahas kedua capres.
Peneliti Pusat Penelitian Politik LIPI Diandra Menko menilai, dalam bidang pertahanan kedua capres, belum membahas masalah esensial yang berkaitan dengan masalah transparansi dan akuntabilitas di tubuh TNI dan masih berkutat di masalah anggaran alutsista.
"Padahal buat apa anggaran ditambah kalau masalah transparansi dan akuntabilitas belum kelihatan komitmennya di TNI, kedua capres tidak ada yang berani membahas ini," katanya.
Terkait itu, seharusnya ada wacana pemberian wewenang penuh kepada KPK untuk menyelidiki dan menyidik jika ada praktek korupsi di tubuh TNI. "Perkara korupsi seperti helikopter AW 101 tidak boleh terulang lagi. Itu salah satu contoh kasus yang tak jelas sekarang, karena KPK tidak diberi keleluasaan masuk ke TNI," katanya di Kantor LIPI, Jakarta, Senin (1/4).
Permasalahan lainnya yang tidak dibahas adalah, pelibatan TNI dalam ranah sipil, padahal hal itu ditunggu banyak pihak. Juga reformasi di tubuh TNI, terutama berkaitan dengan reformasi peradilan militer.
Kemudian Diandra pun memandang, Jokowi maupun Prabowo sama sekali tidak memiliki komitmen menengahi konflik antara sipil dan militer.
Kendati demikian, meski tak diulas secara detail. Diandra sangat mengapresiasi komitmen Jokowi yang ingin memberdayakan industri pertahanan dengan cara transfer of knowledge. "Prabowo tidak menyebutkan, apa yang akan dibangunnya untuk industri pertahanan," katanya.
Diandra juga mengapresiasi komitmen Jokowi melanjutkan reformasi Polri, yang hal itu pun tak keluar dari mulut Prabowo saat debat keempat.
Prabowo malah menyinggung pengelolaan bandara dan pelabuhan komersil oleh pihak asing, yang sebenarnya wajar bila negara dalam keadaan damai. "Harus bisa bedakan mana keadaan perang dan damai. Jangan semua dibayangkan dalam keadaan perang, wong lagi damai kok pakai pola pikir mau perang," katanya.
Kendati begitu, dia mengaku, bidang pertahanan tidak akan meningkat signifikan, meski Jokowi atau Prabowo yang terpilih. Apalagi tidak ada gagasan baru dalam bidang militer yang disampaikan keduanya pada debat.
Sementara di sisi pemerintahan, Peneliti LIPI lainnya Dini Suryani menilai, masih banyak persoalan pemerintahan yang belum dieloborasi kedua capres, terutama berkaitan dengan pencegahan perilaku menyimpang dari para ASN.
Jokowi dinilai kurang dapat memanfaatkan posisinya sebagai petahana dan sebagai birokrat saat di Solo dan Jakarta berkaitan dengan pengembangan pelayanan publik.
Prabowo malah lebih tak jelas lagi dalam mengulas masalah pemerintahan. Hal itu menurut Dini, karena Prabowo tak menguasai topik pemerintahan.
Kemudian di bidang hubungan luar negeri, Peneliti Pusat Penelitian Politik LIPI Nanto Sriyanto, menilai Prabowo sangat sempit dalam memandang hubungan luar negeri, sebab Nanto memandang, Prabowo hanya memahami hubungan luar negeri dari sudut pandang militer.
"Prabowo terlihat hanya mendalami soal militer, seakan-akan semua masalah hubungan internasional dapat diselesaikan dengan cara militer. Itu terlihat banget padahal dalam hubungan internasional kalau kita lihat kebelakang, tak hanya soal militer. Sebagai contoh bisa dilihat dari serangan Umum 1 Maret 1949 di Yogyakarta yang dipandang keberhasilan militer. Tapi belakangan diketahui strategi diplomasi sipil juga ikut bermain. Saya rasa Prabowo kurang update masalah hubungan internasional kontemporer," paparnya.
Konflik Laut Cina Selatan dan kondisi Geopolitik Filipina Selatan yang kini dikuasai kelompok Abu Sayyaf, dan kerap merampok di perairan Indonesia bagian Utara juga tidak dibahas.
Itulah sebabnya Nando melihat debat lalu kurang mengedukasi publik, lantaran tidak memunculkan orisinilitas dari pemikiran kedua capres.
"Debat kemarin hanya soal Jokowi yang memaparkan program dan Prabowo mendeligitimasi pernyataan Jokowi," katanya.