close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Arief Budiman (kedua kiri) berbincang dengan Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD (kedua kanan) saat melakukan pertemuan di kantor KPU, Jakarta, Rabu (24/4). / Antara Foto
icon caption
Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Arief Budiman (kedua kiri) berbincang dengan Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD (kedua kanan) saat melakukan pertemuan di kantor KPU, Jakarta, Rabu (24/4). / Antara Foto
Pemilu
Rabu, 24 April 2019 23:49

Mahfud MD: Gembar-gembor kecurangan di media sosial disengaja

Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD kembali menunjukkan dukungan dengan mendatangi Komisi Pemilihan Umum (KPU).
swipe

Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD kembali menunjukkan dukungan dengan mendatangi Komisi Pemilihan Umum (KPU).

Mahfud membantah pengerahan opini seolah-olah terjadi kecurangan terstruktur, sistematis dan masif. Menurutnya, tidak ada data pendukung yang sahih memastikan bahwa terjadi kecurangan yang masif.

Guru Besar Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta itu mengimbau masyarakat tak terpengaruh penggiringan opini tersebut. Mahfud bahkan memuji cara kerja KPU yang terbuka untuk dikoreksi.

"Jadi tidak mungkin itu terstruktur. Tapi kalau tidak percaya juga kan nanti masih akan ada forum hukum yang menyelesaikan," kata Mahfud MD di kantor KPU Jalan Imam Bonjol, Jakarta Pusat, Rabu (24/4).

Kesalahan dalam memasukkan data tidak signifikan. Per pukul 17.15 WIB, dari 241.366 TPS data yang sudah diinput, hanya terdapat 105 kesalahan. Kesalahan tersebut dibagi ke dalam dua kategori. Pertama kesalahan yang ditemukan langsung oleh KPU, kedua ditemukan dari laporan masyarakat.

Bila ditotal, kesalahan hanya terjadi satu dari 2.500 data TPS berupa C1 yang terinput. Minimnya kesalahan itu menegaskan dugaan terjadi kecurangan yang terstruktur, sistematis dan masif (TSM).

Dia menduga kesalahan yang digembar-gemborkan lewat media sosial merupakan data yang diulang-ulang. Pengulangan itu dipakai untuk menjustifikasi terjadinya kecurangan pemilu.

Selain itu, peluang untuk terjadinya kecurangan yang masif sangat tipis. Pasalnya, form C1 sebagai bukti perolehan suara tidak hanya dipegang pihak KPU.

Masing-masing pasangan calon dan pengawas TPS juga mendapat salinan C1. Penguasaan atas C1 tidak hanya dipegang oleh KPU sehingga dapat dikontrol melalui cara yang konstitusional. 

"Kemudian tidak mungkin juga akan ada pemalsuan yang bisa lolos. Kenapa? Karena form C1 itu banyak, paslon punya sendiri-sendiri tapi KPU punya, TPS punya, Panwas punya, kalau ada satu yang palsu pasti ketahuan," ujar Mahfud.

img
Armidis
Reporter
img
Sukirno
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan