Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam), Mahfud MD, meminta institusi pers mengawal pelanggaran-pelanggaran dalam penyelenggaraan Pemilihan Umum (Pemilu) Serentak 2024. Sebab, pelanggaran kode etik, administrasi, proses, hingga pidana kerap terjadi.
"Pelanggaran sering kali menjadi bukti awal adanya kecurangan yang harus segera ditangani dan diluruskan agar hasil pemilu sesuai dengan suara rakyat dan tidak kehilangan legitimasi," kata Mahfud yang diwakili Deputi Bidang Kesatuan Bangsa Kemenko Polhukam, Janedjri M. Gaffar, dalam seminar "Pers dan Pemilu Serentak 2024" di Jakarta Pusat, Kamis (26/1).
Mahfud menilai, institusi pers berperan memberitakan pelanggaran yang terjadi. "Dan mengawal agar setiap pelanggaran diproses sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku."
Atas peran tersebut, Mahfud memandang perlunya kerja sama antara lembaga-lembaga pers dengan Dewan Pers. Selain itu, kemitraan antara institusi pers dengan penyelenggara pemilu, seperti Komisi Pemilihan Umum (KPU), Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP).
Menurutnya, ini penting agar partisipasi pemilih dalam pemilu meningkat serta mengedepankan program yang rasional, berintegritas, dan tak diwarnai kecurangan.
Selain itu, Mahfud berpendapat, pers seharusnya menjadi referensi utama pemilih. "Agar pilihan rakyat pada Pemilu Serentak 2024 mendatang didasari oleh pertimbangan kepentingan keutuhan, kesatuan, dan kemajuan bangsa, bukan didasari oleh sentimen pribadi atau kelompok."
Mahfud melanjutkan, institusi pers berperan strategis dalam membendung sebaran hoaks dan disinformasi. Mahfud pun berpesan insan pers di Indonesia mampu bertindak selektif dalam memilih narasumber yang kompeten, bertanggung jawab, serta memilih judul dan sudut pandang berita yang konstruktif.
"Sehingga, tidak larut dalam praktik dan fenomena clickbait dalam arti membuat judul berita yang bombastis, yang terkadang tidak sesuai dengan isi beritanya," katanya.
Ditambahkan Mahfud, kemampuan dan kesadaran dalam memproduksi pemberitaan selama rangkaian proses pemilu juga harus dibarengi kompetensi jurnalis di lapangan. Dia menilai, wartawan di lapangan perlu dibekali dengan kemampuan teknis dan wawasan memadai.
Oleh karenanya, Mahfud mewanti-wanti institusi pers agar menyuarakan kepentingan publik yang objektif dan menyampaikan informasi berbasis fakta, bukan kepentingan.
"Pers sebagai institusi yang memiliki standar etik dan standar akurasi yang tinggi serta budaya check dan recheck dapat menjadi pilihan utama untuk mengawal dan mengarahkan masyarakat pada pilihan-pilihan yang rasional dan objektif, bukan pilihan yang berdasarkan pada kebencian atau ketidaksukaan pada salah satu kelompok," tuturnya.