Langkah Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang tidak memasukkan aturan larangan mantan terpidana kasus korupsi maju pada pemilihan kepala daerah dalam peraturan KPU, dianggap bakal membuat masyarakat makin tak percaya terhadap kualitas demokrasi dalam melahirkan pemimpin berintegritas.
“Ini merupakan kegagalan KPU dalam mendorong regulasi yang lebih baik,” demikian kritik tersebut disampaikan oleh anggota Komisi II DPR RI dari Fraksi Partai Gerindra, Kammrusammad di Jakarta pada Minggu (8/12).
Menurut dia, KPU seharusnya berjuang sungguh-sungguh memasukkan aturan larangan mantan narapidana korupsi maju dalam pilkada karena beberapa alasan. Pertama, agar ada sanksi sosial yang diharapkan menimbulkan efek jera.
"Fakta kepala daerah terjerat korupsi meningkat dari sembilan kepala daerah pada tahun 2017 menjadi 20 kepala daerah pada tahun 2018," ujarnya.
Kedua, lanjut dia, perlu ada terobosan hukum untuk melahirkan pemimpin berintegritas. Hal itu diperlukan dukungan pemangku kepentingan di bidang hukum nasional. Berikutnya, alasan ketiga, apabila aturan larangan tersebut diberlakukan, merupakan kemajuan dalam membangun ekosistem politik berintegritas.
Sebelumnya, KPU membuat PKPU Nomor 18 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua atas PKPU No. 3/2017 tentang Pencalonan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati dan/atau Wali Kota dan Wakil Wali Kota.
KPU hanya mengatur larangan bagi dua mantan terpidana ikut dalam pilkada, yaitu bukan mantan trpidana bandar narkoba dan bukan mantan terpidana kejahatan seksual terhadap anak, yang tertuang dalam Pasal 4 Huruf H.
KPU menambahkan satu pasal dalam PKPU yang mengimbau partai politik untuk mengutamakan bukan mantan terpidana korupsi. Aturan itu dituangkan dalam Pasal 3A ayat (3) dan (4).
Pasal 3A Ayat (3) disebutkan bahwa dalam seleksi bakal calon gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wakil bupati, dan/atau wali kota dan wakil wali kota secara demokratis dan terbuka sebagaimana dimaksud pada Ayat (2) mengutamakan bukan mantan terpidana korupsi.
Dalam Pasal 3A Ayat (4) disebutkan bahwa bakal calon perseorangan yang dapat mendaftar sebagai calon gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wakil bupati, dan/atau wali kota dan wakil wali kota diutamakan bukan mantan terpidana korupsi. (Ant)