Menang pilpres satu putaran, apa realistis?
Komisi Pemilihan Umum (KPU) telah menetapkan peserta Pilpres 2024 serta mengundi dan menetapkan nomor urut pasangan calon presiden dan wakil presiden. Di mana, pasangan Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar mendapat nomor urut satu. Pasangan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka nomor urut dua. Sementara pasangan Ganjar Pranowo-Mahfud MD mendapatkan nomor urut tiga.
Nomor urut itu bakal dipergunakan oleh masing-masing pasangan calon presiden dan wakil presiden selama masa kampanye yang dimulai pada 28 November 2023, hingga pemungutan suara pada 14 Februari 2024.
Kendati belum masuk masa kampanye, namun penetapan calon presiden dan wakil presiden hingga penetapan nomor urut oleh KPU, membuat genderang kontestasi Pilpres 2024 secara resmi dimulai.
Tidak heran jika sejumlah calon peserta pemilu mulai melakukan perang urat saraf. Salah satunya adalah mengeluarkan narasi dan klaim kalau pemilu bakal berlangsung satu putaran. Menariknya, hal itu bukan hanya disampaikan salah satu pasangan calon atau tim sukses saja, melainkan semuanya.
"Saya yakin dengan semangat bapak ibu semua, kita bisa menang satu putaran. Akan kita pantau terus pergerakan di akar rumput. Sosialisasikan terus misi visi dan program kita. Tetapi jangan lengah. Terus perlebar jarak kemenangan. Terus bekerja keras," kata calon wakil presiden Gibran Rakabuming Raka dalam pidato politiknya pada konsolidasi koalisi di Lampung pada Sabtu (11/11) yang dipantau online, Rabu (15/11).
Sementara calon presiden dari Koalisi Perubahan Anies Baswedan juga optimistis bakal menang satu putaran. Hal itu disampaikan Anies Baswedan saat acara Bimtek Nasdem pada Minggu (12/11) yang dipantau online, Rabu (15/11)
"Satu putaran? Insya Allah," kata dia.
Sedangkan dari kubu Ganjar Pranowo-Mahfud MD, optimisme menang satu putaran disampaikan Plt Ketum PPP M Mardiono.
"Jadi insya Allah nomor tiga ini berkah. Dan insya Allah, Ganjar-Mahfud akan memenangkan pilpres satu putaran," ucap Mardiono dalam keterangannya usai menghadiri pengundian nomor urut capres cawapres untuk Pilpres 2024, di KPU, Jakarta Pusat, Kamis (14/11) yang dipantau online, Rabu (15/11).
Keinginan pemilu berlangsung satu putaran oleh peserta kontestasi Pilpres 20024 dan tim kampanye, ternyata seiring dengan hasil survei Populi Center yang menunjukkan kalau 64,9% responden menginginkan Pilpres 2024 hanya satu putaran. Sedangkan 26,9% masyarakat menginginkan dua putaran. Lalu, 4% masyarakat tidak mempersoalkan Pilpres 2024 berjalan satu atau dua putaran. Survei itu dilakukan pada periode 29 Oktober-5 November 2023 terhadap 1.200 responden.
Tetapi apakah pemilu satu putaran realistis? Direktur Eksekutif Voxpol Center Research and Consulting Pangi Syarwi Chaniago mengatakan, target menang satu putaran merupakan hal positif. Apalagi sebenarnya ada beberapa keuntungan jika pemilu berlangsung satu putaran, seperti menghemat biaya dan pelaksanaan pilpres bakal cepat selesai. Sehingga kebisingan di opini publik tidak terlalu panjang.
"Tetapi, satu putaran itu harus terukur. Harus rasional. Tidak bisa berdasarkan asumsi dan persepsi pemikiran. Sejauh yang saya cermati sampai hari ini, tidak ada capres yang bisa melompat ke satu putaran," ucap dia saat dihubungi Alinea.id, Rabu (15/11).
Ditambah lagi sejauh ini, faktor cawapres tidak cukup membantu untuk mendongkrak atau menjadi sumber elektoral untuk proses kemenangan calon presiden. Artinya, faktor cawapres tidak memiliki daya kejut. Tidak ada yang mampu membuat peta elektoral mengalami perubahan setelah disorongnya nama cawapres.
Ini kemungkinan terjadi karena orang memilih capresnya bukan cawapresnya. Sehingga faktor cawapres belum memberikan insentif elektoral memadai untuk menunjang kemenangan calon presiden. Apalagi bisa melewati angka psikologi kemenangan 50% plus satu.
Untuk itu, masing-masing calon membutuhkan tim kampanye yang mumpuni agar bisa menang. Terutama tim pemenangan siluman yang tidak terdaftar di KPU. Di mana, tim kampanye ini beroperasi secara diam-diam dalam upaya memenangkan paslon.
"Yang paling mengerikan dan paling menentukan pemenangan adalah tim di belakang layar yang tidak terbaca ruang geraknya," ucap dia.
Hal hampir senada dinyatakan oleh pengamat politik dari UI Cecep Hidayat. Dia menyebut, kalau pilpres satu putaran bisa saja terjadi.
"Tetapi pertanyaannya, apakah itu realistis atau tidak. Mengingat, waktu pencoblosan tinggal sekitar tiga bulan lagi. Sementara, berdasarkan data riset dari berbagai lembaga survei, elektabilitas tertinggi pasangan calon (paslon) belum ada yang mendekati 50% plus satu," ucap dia.
Dengan waktu yang semakin mepet, agar salah satu paslon bisa menang dalam satu putaran, maka mereka harus mengejar suara dari swing voters dan undecided voters. Di mana, Cecep meyakini kalau jumlah swing voters dan undecided voters cukup signifikan buat mendongkrak suara paslon.
Mengutip data survei Litbang Kompas yang digelar pada 27 Juli-7 Agustus 2023, angka undecided voters atau pemilih yang belum menentukan pilihan untuk calon presiden (capres) di Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 ternyata cukup tinggi.
Di mana, Litbang Kompas mengelompokkan lima kategori usia, yakni pemilih usia 17-23 tahun, usia 24-40 tahun, usia 41-60 tahun, dan usia lebih dari 60 tahun. Untuk kelompok pemilih berusia 17-23 tahun, ada 24,9% belum tentukan siapa capres yang akan dipilih. Pada kelompok usia 24-40 tahun, 25,1% pemilih belum tentukan pilihan capres-nya. Kelompok pemilih berumur 41-60 tahun, 30,4% pemilih belum tentukan capres pilihannya. Sementara, untuk kelompok pemilih berusia lebih dari 60 tahun, yang belum menentukan pilihan capres sebanyak 42,1%.
Bagaimana dengan swing voters? Indikator Politik Indonesia mengeluarkan riset berjudul Swing Voters, Efek Sosialisasi, dan Tren Elektorial Jelang Pilpres 2024 edisi September 2023. Di mana, 30,5% dari total responden mengaku masih mungkin mengubah pilihannya terhadap capres tertentu. Lebih detailnya, 5,9% responden menyatakan sangat besar kemungkinan mengubah capres pilihannya dan 24,6% responden mengaku kemungkinan itu cukup besar.
Sedangkan persentase responden yang mungkin tidak akan mengubah dukungan terhadap capres favoritnya cenderung lebih tinggi, yaitu 67,9%. Terdiri dari 46,6% responden yang mengaku kecil kemungkinannya untuk mengubah pilihannya dan 21,3% menyatakan sangat kecil atau hampir tidak mungkin untuk melakukan hal tersebut. Terdapat sejumlah faktor yang dapat memengaruhi dukungan publik terhadap bakal capres. Salah satunya adalah faktor sosialisasi.
Itulah sebabnya Cecep menilai, pernyataan paslon soal menang satu putaran bisa saja dilihat sebagai bentuk show of force. Agar pelaksanaan kampanye yang dilakukan paslon berhasil, maka dibuatlah klaim sepihak agar menarik minat swing voters dan undecided voters untuk mendukung paslon tertentu.
Makanya, pada pelaksanaan kampanye, semua paslon atau tim kampanye, bakal habis-habisan mengeluarkan semua strategi agar bisa mendapatkan simpati dari pemilih rasional maupun irasional yang output nya bakal terlihat dari perolehan suara.