close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Ketua, Anggota, dan Struktural Bawaslu, dalam Konsolidasi Nasional (Konsolnas) Pengawasan Tahapan Kampanye Pemilu 2024 di Jakarta, Sabtu (25/11/2023). Foto Bawaslu
icon caption
Ketua, Anggota, dan Struktural Bawaslu, dalam Konsolidasi Nasional (Konsolnas) Pengawasan Tahapan Kampanye Pemilu 2024 di Jakarta, Sabtu (25/11/2023). Foto Bawaslu
Pemilu
Selasa, 28 November 2023 12:03

Menanti ketegasan Bawaslu mencegah terjadinya kecurangan pemilu

Bawaslu harus lebih peka. Pasalnya, kondisi psikologis peserta pemilu sedang sensitif karena sedang fokus menghadapi pemilu.
swipe

Masa krusial pemilu akhirnya dimulai. Pada hari ini (28/11) hingga 10 Februari 2024, kita memasuki masa kampanye. Sebuah tahapan pemilu yang krusial buat semua peserta pemilu. Pasalnya, pada tahapan inilah, partai politik, calon anggota DPD, pasangan calon presiden/wakil presiden dan pasangan calon kepala daerah menyampaikan program dan misi-visi kepada masyarakat.

Tidak heran jika masa kampanye dikatakan rawan terjadi pelanggaran pemilu. Mulai dari pelanggaran pemasangan alat peraga kampanye (APK), kampanye di luar jadwal, penggunaan fasilitas pemerintah atau ibadah, hingga adanya kampanye di media sosial dengan menyebarkan informasi bohong, hoaks, kampanye hitam, isu SARA, dan lain sebagainya.

Untuk itulah, peran Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu), sangat penting untuk menjadi wasit yang baik dan adil dalam menerapkan aturan. Jangan sampai ada peserta pemilu yang merasa kecewa karena merasa dicurangi dan diabaikan Bawaslu.

Direktur Lingkar Madani (LIMA) Ray Rangkuti mengatakan, peran Bawaslu sangat penting untuk mencegah terjadinya kecurangan di masa krusial seperti tahapan kampanye, yang dimulai hari ini. Untuk itu, dia meminta agar Bawaslu lebih tegas dalam perannya sebagai wasit.

"Jadi ini sangat tergantung dari Bawaslu. Walaupun sebenaranya kita sendiri sudah agak sedikit hopeless. Bagaimana tidak, sudah begitu banyak laporan. Tetapi tindaklanjutnya tidak seperti yang diharapkan," kata dia saat dihubungi Alinea.id, Senin (27/11).

Jika Bawaslu tidak mengubah cara kerjanya, ada kehawatiran akan semakin banyak peserta pemilu yang kecewa kepada Bawaslu. Bukan tidak mungkin hal itu malah menimbulkan konflik. Padahal menjelang pemilu, semua pihak harus berupaya menghindari terjadinya konflik.

Dia mencontohkan bagaimana Bawaslu kurang memberikan respons positif atas pengaduan peserta pemilu. Terbaru adalah soal kegiatan dukungan sejumlah organisasi kepala desa terhadap pasangan calon presiden/wakil presiden. Padahal, aparat kepala desa dan kepala desa harus netral. 

Hal itu tertuang pada di Pasal 280 UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu yang mengatur aparat dan kepala desa dalam kampanye pemilu. Bagi yang melanggar akan dikenakan hukuman penjara selama satu tahun dan denda Rp12 juta.

Selain itu, Pasal 29 huruf j UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa mengatur kepala desa dan perangkat desa dilarang terlibat dalam kampanye pemilu. Bagi yang melanggar, akan dikenai sanksi administrasi berupa teguran lisan dan tertulis hingga pemberhentian.

"Kita tidak tahu perkembangan dari soal dugaan keberpihakan kepala desa kepada calon tertentu. Padahal, Bawaslu menyampaikan bakal menindaklanjuti. Tetapi sampai sekarang tidak ada kabar. Itulah salah satu penyebab yang membuat kami hopeless kepada Bawaslu," kata dia.

Padahal seharusnya Bawaslu lebih peka. Pasalnya, kondisi psikologis peserta pemilu sedang sensitif karena sedang fokus menghadapi pemilu. Apalagi jika mereka merasa dicurangi dan ketika menyampaikan laporan kecurangan cenderung tidak ditindaklanjuti oleh Bawaslu, maka berpotensi membuka konflik.

Dia pun menyebut kalau pidato Ketum Megawati atau calon presiden Ganjar Pranowo seharusnya bisa menjadi indikasi terjadinya kecurangan dan perlu ditindaklanjuti. Tetapi nyatanya, Bawaslu merasa pelaksanaan tahapan pemilu berlangsung dengan baik. Dan itu sangat disayangkan. 

Namun, dia tetap berharap Bawaslu bekerja dengan baik dan dapat dipercaya agar bisa mencegah terjadinya konflik. Salah satunya dengan meningkatkan kesiagaan dan kewaspadaan panitia pengawas pemilu di setiap wilayah. Sehingga bisa mengantisipasi potensi konflik di masyarakat.

"Bukan lagi hanya masyarakatnya yang harus menginformasikan jika ada kecurangan. Tetapi, Bawaslu serius apa enggak untuk menindaklanjuti dan menyelesaikan laporan kecurangan dari masyarakat atau peserta pemilu," ucap dia.

Kendati begitu, peran masyarakat masih tetap diperlukan untuk mencegah dan menangkal pelanggaran pemilu. Menurut pengamat politik dari UI Cecep Hidayat, Bawaslu sebagai lembaga yang mengawasi pemilu perlu melakukan pengawasan partisipatif. Dengan mengajak masyarakat, khususnya generasi muda untuk mengawasi pemilu.

Apalagi, generasi muda dapat melihat secara langsung berbagai proses pemilu. Dan jika ada kecurangan dapat segera dilaporkan, baik itu kepada Bawaslu, melalui aplikasi, atau jika terjadi tindak dilaporkan kepada polisi. 

Tinggal sekarang bagaimana caranya agar masyarakat, khususnya generasi muda memiliki kesadaran dan keinginan buat melaporkan jika terjadi pelanggaran pemilu. Untuk itu, seluruh jajaran Bawaslu diminta untuk terus mensosialisasikan pengawasan partisipatif, terutama kepada generasi muda untuk meningkatkan pengawasan pemilu.

Hal hampir senada juga disampaikan Tim Hukum Nasional Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar (THN AMIN) yang menyerukan seluruh lapisan masyarakat Indonesia untuk berpartisipasi aktif dalam mengawasi Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024, guna menjamin pelaksanaan pemilu yang jujur, adil, dan bermartabat.

Menurut Ketua Umum THN AMIN Ari Yusuf Amir, semua warga negara memiliki tanggung jawab untuk turut mengawasi Pilpres. Pengawasan semesta yang dilakukan secara partisipatif adalah kunci untuk menjamin proses pemilu yang jurdil.

“Kami mengajak seluruh elemen masyarakat, baik masyarakat umum, tokoh agama, tokoh masyarakat, kaum profesional, buruh, petani, atau siapapun itu, untuk aktif dalam mengawasi dan mencegah praktik-praktik curang," tegas Ari.

THN AMIN berpegang pada jargon “kami tidak takut” di dalam menghadapi segala intimidasi, kecurangan, maupun praktik-praktik manipulatif yang dilakukan oleh siapapun di dalam perjalanan menuju pencoblosan 14 Februari 2024. Jargon tersebut diharapkan juga menjadi pegangan bagi seluruh masyarakat.

Bawaslu sendiri, menurut Ketua Bawaslu Rahmat Bagja telah meminta kepada seluruh jajaran pengawas agar meningkatkan intensitas kerja dalam melakukan pengawasan Pemilu 2024. 

“Kami sebagai anggota Bawaslu Indonesia meminta kepada seluruh pengawas pemilu agar dapat meningkatkan intensitas kerja, masifkan kegiatan-kegiatan pencegahan, dan penanganan pelanggaran,” katanya.

“Kami harus yakinkan kepada peserta pemilu bahwa Bawaslu, dari tingkat pusat sampai nanti ketika ada pengawas Tempat Pemungutan Suara (TPS) tidak akan pandang bulu, tidak akan pilih kasih dalam menegakan peraturan perundang-undangan,” tegasnya dalam keterangan resminya.

Apalagi, seluruh jajaran Bawaslu sudah disumpah dan disaksikan oleh Tuhan Yang Maha Esa sehingga perlu menjunjung tinggi dan melaksanakan peraturan perundang-undangan. Oleh sebab itu Bagja meminta dukungan dari seluruh peserta pemilu untuk meningkatkan tugas dan fungsi Bawaslu.

img
Hermansah
Reporter
img
Hermansah
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan