Supaya tragedi kematian massal KPPS tak berulang di Pemilu 2024
Penyelenggaraan bimbingan teknis (bimtek) untuk anggota kelompok penyelenggara pemungutan suara (KPPS) di berbagai daerah menuai persoalan. Sejumlah anggota KPPS mengeluhkan penyediaan konsumsi tidak layak dari panitia bimtek dan tidak adanya uang transportasi untuk petugas KPPS saat menjalani bimtek.
Di Desa Majingklak, Kecamatan Wanareja, Kabupaten Cilacap, misalnya. Sebanyak 40 petugas KPPS mengalami keracunan usai menyantap nasi kotak dan kudapan yang disediakan panitia bimtek saat bimtek di balai desa, Sabtu (27/1) lalu. Sebagian petugas KPPS bahkan harus dirawat inap karena terus-menerus mual dan muntah-muntah.
Kapolsek Wanareja, Jarkoni membenarkan peristiwa kerancunan massal anggota KPPS tersebut. "Awalnya, makanan enggak ada masalah, ternyata hari Sabtu ada makanan yang enggak tahu asalnya dari mana. Ini (penyebab) keracunan," kata Jarkoni kepada wartawan, Selasa (30/1).
Persoalan kudapan sebelumnya juga dikeluhkan petugas KPPS di Kabupaten Sleman. Mereka kecewa dengan sajian camilan yang hanya terdiri dari pastel, roti dan air mineral kemasan dalam gelas plastik. Foto-foto sajian makanan pelantikan petugas KPPS itu diviralkan oleh akun X @yourfuture****
"Sekelas KPU kabupaten menyediakan konsumsi untuk pelantikan KPPS serentak se-kabupaten seperti ini ? Sudah tidak ada uang transport dan makan siang. Snack tidak jauh beda dengan snack di lelayu @KPUSleman @Humas_KPUDIY @KPU_ID @IniSleman," cuitnya.
Setelah diusut, KPU Sleman menemukan ada penyunatan anggaran untuk konsumsi yang dilakukan vendor, dari semula Rp15.000 per orang menjadi Rp2.500 per orang. Sebagai sanksi, KPU Sleman telah memutus kontrak kerja sama dengan vendor tersebut.
Selain soal snack yang tak layak, sejumlah petugas KPPS Sleman juga mempertanyakan perihal uang transportasi bagi mereka. Saat resmi dilantik, Kamis (25/1) lalu, petugas KPPS Sleman mengaku tak mendapatkan uang transportasi dari panitia. Sebagian dari mereka mengeluh di akun Instagram resmi KPU.
"Min, tanya untuk pelantikan Anggota KPPS tiap kabupaten memang berbeda ya? Di Sleman bagian timur tadi hanya dapat Snack ringan tanpa uang transport. Sementara di kabupaten lain dapat makan besar dan transport 50K. Apakah tiap kabupaten berbeda? Terimakasih," tulis akun @jogjawa***.
Warganet yang kemungkinan juga merupakan petugas KPPS di daerah lainnya mengeluhkan hal serupa. Mereka terutama mempertanyakan perihal uang honor bimtek dan transportasi yang berbeda-beda kepada pengelola Instagram @kpu_ri.
KPU sudah mengeluarkan pernyataan klarifikasi terkait itu. Menurut KPU, besaran uang honor dan transportasi memang berbeda-beda sesuai standar yang dikeluarkan Kementerian Keuangan dan mengacu pada peraturan daerah setempat.
"Setiap daerah memang berbeda-beda besaran transportnya karena disesuaikan dengan perda setempat dan disepakati dengan pemerintah desa setempat. Kalau jarak menuju lapangan atau tempat pelantikan hanya 10-15 menit, tentu beda dengan yang jarak tempuhnya 49-50 menit atau lainnya. Itu salah satu indikator," tulis @kpu_ri.
Untuk menyelenggarakan Pemilu 2024, KPU telah melantik 5.741.127 anggota KPPS. Mereka akan bertugas menyelenggarakan pemilu selama sebulan, tepatnya sejak 25 Januari 2024 hingga 25 Februari 2024. Setiap anggota KPPS mendapatkan upah Rp1 juta.
Komisioner Ombudsman RI Indraza Marzuki Rais mengatakan segudang persoalan yang muncul saat pelantikan dan bimtek anggota KPPS harus serius diperhatikan KPU. Ia khawatir penyelenggaran pemilu bakal terganggu lantaran KPU tidak matang menyiapkan petugas lapangan.
Secara khusus, Indraza mengingatkan agar KPU memastikan para petugas KPPS siap secara mental dan fisik. Ia berkaca pada kasus kematian massal petugas KPPS pada Pemilu 2019. Ketika itu, ada 894 petugas KPPS yang meninggal dunia dan 5.175 petugas KPSS yang sakit setelah bertugas.
Mengingat Pemilu 2024 menggabungkan pileg dan pilpres, Indraza menyarankan agar ada pembatasan terhadap jumlah pemilih di tiap TPS. Pasalnya, ada 5 jenis surat suara yang harus disortir dan dihitung oleh petugas KPPS, mulai dari DPRD tingkat II hingga pillpres.
"Jadi, KPU harus membagi secara rata agar satu TPS (tempat pemungutan suara) jumlah pemilihnya tidak kebanyakan jika dibanding TPS lain, semisal dibatasi 300 pemilih per TPS," ucap Indraza kepada Alinea.id, Selasa (30/1).
Indraza juga mengusulkan penambahan jumlah petugas KPPS di setiap TPS yang jumlah pemilihnya besar. Jika perlu, KPU mengeluarkan kebijakan khusus untuk memberikan perpanjangan waktu bagi petugas KPPS yang bertugas di TPS dengan jumlah pemilih besar.
"Bayangkan kalau 300 pemilih dikali 5 lembar itu ada 1.500 lembar. Itu harus menghitung waktunya. Satu partai saja bisa ada 5 calon dalam selembar surat suara. Kemudian, ada 18 partai dan 6 partai lokal," jelas Indraza.
Tak kalah penting, kata Indraza, perlu ada pemeriksaan kesehatan bagi petugas KPPS sebelum bertugas melayani pemilih dan menghitung suara. Petugas puskesmas setempat juga harus disiagakan pada hari pencoblosan untuk memberikan pertolongan kepada petugas KPPS yang sakit saat bertugas.
"Petugas kesehatan mesti keliling juga. Harus ada screening kesehatan karena tidak tahu kalau orang itu punya penyakit jantung atau liver dan sebagainya. Lalu, jumlah pemilih dalam satu TPS jangan terlalu banyak," jelas Indraza.
Ia pun mengingatkan petugas PPS tidak menyunat anggaran konsumsi dan transportasi untuk petugas KPPS pada hari pencoblosan. Ia melihat banyak indikasi pemotongan anggaran logistik di setiap daerah saat bimtek KPPS. "Hal semacam itu jangan sampai terjadi pada hari pencoblosan. Kasihan mereka nanti," kata Indraza.
Digitalisasi
Direktur Eksekutif Democracy and Electoral Empowerment Partnership (DEEP) Indonesia, Neni Nur Hayati menilai KPU perlu menggelar terobosan digital untuk memudahkan kerja petugas KPPS saat menghitung hasil pemungutan suara. Ia terutama mengusulkan digitalisasi pengisian formulir administratif saat pemungutan dan penghitungan suara.
"Sehingga cara-cara manual bisa dihindari agar tidak terjadi penumpukan beban administrasi yang harus diisi oleh KPPS. Di Pemilu 2019, salinan hasil dan form administrasi yang bertumpuk menyebabkan petugas KPPS kelelahan dan terjadi banyak kekeliruan dan ketidaktepatan dalam melakukan salinan hasil," ucap Neni kepada Alinea.id, Selasa (30/1).
Oleh karena itu, Neni berkata sentuhan digitalisasi perlu diterapkan pada Pemilu 2024 untuk menyederhanakan proses rekap suara Pemilu. Selain itu, digitalisasi bisa membuat proses Pemilu semakin transparan dan akuntabel.
Neni memahami bila digitalisasi penyelenggaraan pemilu tidak mudah dilakukan. Apalagi, tidak semua wilayah punya akses dan koneksi internet tidak merata di setiap daerah. Namun, upaya itu perlu dilakukan demi menjaga pemilu transparan dan akuntabel serta tak memberatkan bagi petugas di lapangan.
"Pastikan juga server tidak sering down apalagi dengan waktu pengisian yang terbatas dikhawatirkan tidak maksimal apalagi di daerah yang masih mengalami kesulitan akses, terutama di Papua. Kehadiran teknologi informasi bisa menjadi jembatan untuk bisa semakin transparan dan akuntabel bukan malah menjadi ruang gelap dalam pemilu," tutur dia.
Neni sepakat Pemilu 2024 jauh lebih rumit dibanding Pemilu 2019. Ia pun mengusulkan pembatasan usia petugas KPPS dan pengecekan kondisi kesehatan para petugas KPPS untuk mencegah jatuhnya korban jiwa karena sakit atau kelelahan pada pemilu kali ini.
KPU, lanjut Neni, juga harus memastikan beban kerja para petugas KPPS dibagi secara merata. Dari tujuh petugas KPPS di setiap TPS pada Pemilu 2019, menurut Neni, hanya dua orang yang diberikan pelatihan dan bimtek. Lima petugas KPPS lainnya sama sekali tidak dibekali pelatihan.
"Ini menjadi problem karena yang memahami aturan main di TPS untuk pelaksana teknis hanya dua orang sementara lima orang lainnya otodidak dan tidak mendapatkan pemahaman materi secara komprehensif. Namun, saat ini KPU sudah berupaya mem-bimtek semua KPPS. Semoga ini dapat membantu meminimalisir berbagai hal yang tidak diinginkan di lapangan," ucap Neni.
Alinea.id sudah berupaya menghubungi Komisioner KPU August Mellaz untuk menanyakan persiapan KPU dalam mencegah berulangnya tragedi kematian massal petugas KPPS di Pemilu 2024. Namun, August belum merespons permintaan wawancara Alinea.id.