Anies Baswedan bersama Sandiaga Uno berhasil menjuarai kompetisi Pemilihan Gubernur DKI Jakarta pada 2017. Padahal berulang kali hasil survei tidak menjagokan mereka. Hasil survei kerap menempatkan Ahok dan Djarot pada peringkat pertama pada saat itu. Setidaknya, ada lima lembaga survei yang menunjukan hasil demikian.
Saiful Mujani Research Center (SMRC) menunjukkan Ahok-Djarot sebagai unggulan. Sementara Anies-Sandiaga menyusul dan AHY-Sylvi di peringkat terakhir. Riset Alvara Research Center juga menghasilkan Ahok-Djarot sebagai yang pertama, bedanya Anies yang duduk di kursi buncit.
Riset Indikator Politik juga tak jauh berbeda. Hanya AHY-Sylvi di peringkat kedua dan Anies-Sandiaga yang terakhir. Riset Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Denny JA dan Poltracking Indonesia menampilkan AHY-Sylvi yang pertama dan Anies-Sandiaga tetap paling bawah.
Hanya riset Polmark Research Center yang menampilkan Anies-Sandiaga dalam posisi teratas dan Ahok-Djarot di posisi paling kecil. Sejarah kemudian membuktikan kalau pasangan Anies-Sandiaga lah yang akhirnya memenangkan kontestasi Pilkada DKI Jakarta pada saat itu.
Anies terpilih sebagai Gubernur DKI Jakarta seusai mengalahkan Ahok-Djarot lewat dua putaran. Berdasarkan hasil rekapitulasi KPU DKI Jakarta, pasangan Anies-Sandi meraup perolehan total 3.240.987 suara atau sebesar 57,96%. Sedangkan Ahok-Djarot hanya meraih 2.350.366 suara atau 42,04%.
Mungkinkah Anies membalikkan keadaan pada kontestasi Pilpres 2024?
Sejumlah survei menunjukkan kalau pada pilpres kali ini, pasangan Prabowo-Gibran memiliki elektabilitas paling tinggi.
Misalkan saja, Charta Politika yang menyebutkan, kalau hasil elektabilitas calon presiden pada simulasi 10 nama adalah Ganjar Pranowo sebesar 28,9%, Prabowo Subianto 22,3%, dan Anies 15,2%. Lembaga Survei SPIN juga menyebut, kalau elektabilitas Prabowo-Gibran sebesar 50,9%, Ganjar-Mahfud 23,5%, dan Anies-Cak Imin 18,7%.
Direktur Eksekutif SPIN Igor Dirgantara mengatakan, kecilnya elektabilitas Anies akibat dari gaya debat Anies beberapa waktu lalu yang menyerang Prabowo. Alih-alih mendapatkan poin, justru elektabilitas Anies malah menurun.
"Sebetulnya keinginan Anies adalah mendapatkan peningkatan poin dukungan. Tetapi justru yang memperoleh poin dukungan adalah Prabowo," katanya, Senin (15/1).
Anies sendiri tidak merasa pusing dengan hasil survei yang bermunculan. Ia tetap optimistis. Meski berada di posisi buncit, bakal bisa mengangkat piala di akhir kompetisi. Dia merujuk pada pelaksanaan Pilkada DKI Jakarta beberapa tahun lalu.
“Seminggu sebelum pilkada, kami ditempatkan di nomor tiga. Makanya, kami sudah terbiasa ditempatkan di nomor tiga dan kami tetap optimistis bisa memenangkan kompetisi pilpres,” ujarnya beberapa waktu lalu.
Pandangan pengamat politik
Pengamat Politik dari Universitas Airlangga Ali Sahab melihat, fenomena dejavu bisa saja terjadi pada Pilpres 2023. Hanya saja dengan beberapa catatan.
Yakni, bila konflik antara Jokowi dengan Mega konflik benar-benar mendalam. Setelah itu, putaran kedua bakal mempertemukan nomor dua dan satu. Sehingga, suara nomor tiga bakal dilimpahkan ke Anies saat putaran kedua. Dan jika itu terjadi, maka potensi Anies membalikkan keadaan dapat terwujud. Itulah sebabnya Prabowo menargetkan dapat menang satu putaran.
“Jadi fenomena Pilkada DKI 2017 bisa saja terulang di Pilpres 2024,” katanya kepada kepada Alinea.id, Selasa (16/1).
Hal serupa juga dikatakan pengamat politik dari Kajian Politik Nasional (KPN) Adib Miftahul. Adib menilai, peluang Anies untuk membalikkan survei juga masih ada. Bahkan terbuka koalisi untuk nomor satu dan tiga.
Peluang itu ada, jika Jokowi berpisah dengan PDI Perjuangan. Kemudian, bergabung ke Prabowo. Catatanya lainnya adalah, harus melihat titik temu pendukung Anies dan Ganjar. Walaupun hal ini cukup berat.
“Bisa berbalik? Saya kira peluangnya masih ada,” ujarnya kepada Alinea.id.
Namun peneliti SMRC Saidiman Ahmad menyebut, hal itu tidak mudah terealisasi. Dia pun mengingatkan kalau saat Pilkada DKI Jakarta beberapa tahun lalu, faktor utama yang membuat Anies menang lawan Ahok adalah masalah agama. Walaupun sebenaranya approval rating Ahok tinggi. Banyak yang suka kerja Ahok, tetapi tidak memilih karena agamanya berbeda.
Kendati begitu, Saidiman menilai Anies tetap punya peluang untuk memenangkan kompetisi. Lantaran, di kubunya banyak menampung oposan Jokowi.
Jika Anies lolos ke putaran kedua, maka peluangnya bakal lebih terbuka. Suara pendukung Ganjar akan berlabuh ke Anies.
“Anies lebih banyak menampung oposan Jokowi. Jika kepuasan publik pada kinerja pemerintah menurun, peluang Anies meningkatkan suara menjadi besar,” ucapnya kepada Alinea.id.