Calon anggota legislatif (caleg) DPR RI dari kalangan petahana masih mendominasi dapil-dapil neraka di DKI Jakarta. Selain lebih populer, elektabilitas muka-muka lama juga relatif jauh lebih tinggi ketimbang para pendatang baru di dapil DKI I, DKI II, dan DKI III itu.
"Hanya di dapil DKI Jakarta II nama pendatang baru Tsamara Amany mampu melewati popularitas dari caleg-caleg incumbent," kata Direktur Riset Charta Politika Muslimin saat memaparkan hasil survei di Restoran Es Teler 77, Jakarta Selatan, Senin (11/2).
Survei digelar pada periode 18-25 Januari 2019 dengan melibatkan 800 responden dari setiap dapil. Metode survei menggunakan multistage random sampling dengan teknik wawancara tatap muka. Dalam wawancara, penyurvei menggunakan simulasi kertas suara. Margin of error tiap dapil sekitar 3,4%.
Menurut data Komisi Pemilihan Umum (KPU), dapil DKI II meliputi sejumlah kawasan di Jakarta Pusat, Jakarta Selatan dan luar negeri. Di dapil yang tergolong dapil neraka itu, popularitas Tsamara mencapai 26,4%. Tsamara ditempel ketat oleh anggota DPR asal Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Hidayat Nur Wahid yang popularitasnya mencapai 25,3%.
Di bawah keduanya, tercatat ada nama Biem Triani Benjamin (23,6%), Okky Asokawati (20,6%), Masinton Pasaribu (20,3%) dan Eriko Sutarduga (20,3%). "Di dapil DKI II, tidak ada yang cukup dominan dari segi popularitas," kata dia.
Hal serupa juga terekam dapil DKI I yang meliputi Jakarta Timur. Dari segi popularitas, muka-muka lama seperti Imam Nahrawi dikenal sebanyak 51,8% responden diikuti kemudian Habiburokhman dengan popularitas mencapai 32,7%. Di belakang keduanya, nama Putra Nababan (26,7%), Wanda Hamidah (26,3%), Asril Hamzah Tanjung (24,4%) dan Chicha Koeswoyo (23,7%) mengikuti.
Tingkat kompetisi yang lebih ketat terlihat di dapil DKI III yang meliputi Jakarta Barat, Jakarta Utara dan Kepulauan Seribu. Di dapil neraka ini, Ketua Umum Partai Bulan Bintang (PBB) paling populer dengan 58,8%.
"Disusul Charles Honoris sebesar 53,0%, Lulung Abraham Lunggana sebesar 52,9%, Grace Natalie 50,5%, Darmadi Durianto 45,5% dan Adang Daradjatun 40,5%. Cukup banyak nama-nama yang terkenal, maka itu dapil DKI III memang persaingan pilegnya jauh lebih berisi," katanya.
Tantangan pendatang baru
Muslimin mengatakan, dominannya muka-muka lama di dapil DKI menjadi perintang bagi para pendatang baru. Menurut dia, para pendatang baru perlu turun ke bawah untuk memastikan popularitas mereka paralel dengan elektabilitas.
"Mendongkrak popularitas saja tidaklah cukup. Misalnya saja Tsamara yang cukup populer di dapil DKI II hanya saja tidak cukup mendongkrak elektabilitasnya," sebut Muslimin.
Hasil sigi Charta Politika menunjukkan, meskipun paling populer di dapil DKI II, elektabilitas Tsamara hanya sebesar 3,3%. Hidayat Nur Wahid dan politikus PDI-P Eriko Sotarduga yang popularitasnya di bawah Tsamara justru tingkat keterpilihannya mencapai 7,1%. Nama Biem Triani Benjamin (6,6%) dan Himmatul Aliyah ( 6,3%) bahkan masih unggul ketimbang Tsamara.
Karena itu, Muslimin menegaskan, para pendatang baru wajib 'blusukan'. Pasalnya, jumlah caleg yang masif bakalan membuat publik kesulitan mengenal siapa caleg yang akan dipilihnya. "Bahkan, di beberapa daerah ada yang tidak bisa membedakan mana caleg DPR RI dan DPRD. Karena itu, agar pendatang baru mudah untuk dipilih perlu kiranya meningkatkan popularitas ke bawah," pungkasnya.