Caleg-caleg bernomor urut paling atas alias nomor urut 1 jadi caleg-caleg yang paling banyak lolos jadi anggota DPR RI periode 2024-2029. Simulasi Litbang Kompas terhadap hasil Pileg 2024 menunjukkan setidaknya ada 370 caleg nomor urut 1 yang melenggang ke Senayan.
Dari total 540 kursi yang tersedia, para caleg bernomor cantik itu menguasai 64,1%. Angka itu cenderung naik. Pada Pemilu 2019, tercatat ada 63,3% caleg bernomor urut teratas yang terpilih dan Pemilu 2014 sebanyak 62,1%.
Tren tiga pemilu terakhir menunjukkan caleg nomor urut dua, dan tiga juga turut mendominasi. Pada Pileg 2014, gabungan caleg nomor urut 1, 2, dan 3 yang lolos ke Senayan tercatat mencapai 83,6%, meningkat menjadi 87,0% pada Pileg 2019, dan naik lagi menjadi 89,5% pada Pileg 2024.
Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Lucius Karus menilai terpilihnya para caleg bernomor cantik mengindikasikan pragmatisme pemilih di Pileg 2024. Tak mau menghabiskan waktu terlalu lama di bilik suara, banyak pemilih asal mencoblos caleg-caleg dengan nomor urut teratas atau terbawah.
Artinya, para pemilih umumnya tidak mendalami rekam jejak para caleg sebelum mencoblos dan memutuskan memilih caleg ketika sudah berada di bilik suara. Walhasil, caleg-caleg bernomor urut cantik yang dipilih karena yang mudah terlihat.
"Pengetahuan mengenai keistimewaan nomor urut 1 ini nampaknya sudah sampai ke pemilih juga sehingga banyak caleg nomor urut 1 yang terpilih. Tentu saja alasan teknis karena nomor urut 1 yang paling mudah ditemukan di kertas suara, sama halnya dengan yang nomor urut akhir," kata Lucius kepada Alinea.id, Selasa (9/4) lalu.
Secara teknis, menurut Lucius, format lima kertas suara membuat pemilih kerepotan. Di lain sisi, perhatian publik juga lebih banyak terbetot pada kompetisi para kandidat di Pilpres 2024. Pileg relatif terlupakan.
"Ketika pilpres lebih banyak dibicarakan, ya pemilih kadang tidak punya persiapan khusus untuk memilih caleg. Maka beruntunglah nomor urut 1 itu atau nomor urut akhir," ucap Lucius.
Parpol-parpol, lanjut Lucius, menyadari bahwa pragmatisme pemilih bakal kuat mewarnai Pileg 2024. Selain untuk kader yang dijagokan bakal mendulang suara, parpol menyediakan nomor cantik untuk "orang-orang penting" di parpol.
"Karena itu caleg-caleg berebut untuk mendapatkan nomor urut 1 itu. Partai juga menyediakan nomor urut 1 itu untuk figur yang paling dijagokan partai di dapil yang bersangkutan, kemudian figur berduit yang bisa menjanjikan suara signifikan bagi partai di pemilu legislatif," ucap Lucius.
Analis politik dari Universitas Padjadjaran Kunto Adi Wibowo menilai dominasi para caleg bernomor cantik di Pileg 2024 mengindikasikan pentas pileg tak dianggap penting oleh publik. Tak seperti Pilpres 2024, pemilih tak mau menghabiskan energi meriset rekam jejak para kandidat di Pileg 2024.
"Kalau tidak terlalu penting, pemilih tidak menginvestasikan energi yang lebih untuk mencari informasi atau kemudian berdasarkan pilihannya pada sesuatu yang rasional," ucap Kunto kepada Alinea.id, Selasa (9/4).
Menurut Kunto, pemilih cenderung lebih akrab dengan simbol partai ketimbang wajah-wajah para caleg yang terpampang di kertas suara. Hanya sedikit yang sudah punya niat memilih salah satu caleg sebelum pencoblosan. "Pemilih memilih nomor urut paling atas karena biar gampang," imbuhnya.
Di Pileg 2024, Kunto mengamati para pemegang nomor urut cantik umumnya petahana yang sudah berkantor di DPR . Selain itu, parpol juga menempatkan para petugas partai di struktural sebagai pemegang nomor urut cantik karena dianggap mampu menggerakan mesin politik parpol.
"Ketiga, kemungkinan mereka yang punya isi tas luar biasa banyak sehingga memilih nomor urut itu. Itu (isi tas) bisa dijadikan modal untuk money politic," jelas Kunto.