Puluhan panitia pengawas pemilu (panwaslu) di daerah mengalami intimidasi dari para peserta pemilu dan tim sukses para calon anggota legislatif (caleg). Tak hanya panwaslu laki-laki, menurut catatan Bawaslu RI, panwaslu perempuan pun kerap menjadi korban intimidasi.
"Dalam melakukan pengawasan kampanye, kekerasan atau intimidasi mengenai pengawas pemilu di sejumlah daerah. Bahkan di Maluku ada pengawas yang jenis kelamin perempuan menjadi korban yang sekarang ditangani Polda Maluku," ujar anggota Bawaslu Rahmat Bagja di Gedung Bawaslu RI, Thamrin, Jakarta, Jumat (8/3).
Intimidasi umumnya terjadi saat panwaslu mengawasi kegiatan kampanye para calon legislatif (caleg). Namun, Bagja tidak merinci jenis intimidasi yang dilakukan para caleg dan tim kampanyenya.
Bagja hanya menyebutkan intimidasi terbanyak terjadi terhadap Panwaslu di Sumatra Barat (9 orang), Papua Barat (8 orang), dan Kalimantan Selatan (6 orang). Di Banten, Sulawesi Barat, Sulawesi Selatan dan Sumatra Utara intimidasi dialami 4 panwaslu.
"Bengkulu, Papua dan Sulawesi Tengah masing-masing tiga orang. Sedangkan Jawa Barat, Jawa Timur, Maluku Utara, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Utara dua orang, serta Yogyakarta, Jakarta, Jambi, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, Maluku dan Sulawesi Tenggara masing-masing satu orang," tuturnya.
Ke depan, Bagja berharap, tidak ada lagi intimidasi dialami anggota panwaslu. Bawaslu pun meminta kepada pihak keamanan agar mengawal para panwaslu saat melakukan tugas-tugas pengawasan dan menuntaskan kasus-kasus laporan intimidasi terhadap panwaslu.
"Kami mengimbau kepada kepolisian untuk kemudian menjaga para pengawas kami, baik di tingkat provinsi sampai dengan tingkat pengawas TPS," imbuhnya.
Lebih jauh, Bagja menegaskan, anggota panwaslu merupakan para penyelenggara pemilu yang sudah disumpah jabatan dan melakukan segala pengawasan sesuai dengan tugasnya. "Para caleg maupun tim kampanye harus menghormati tugas yang dijalankan panwaslu," ujarnya.