Paslon capres dan cawapres saling sindir: Jangan sampai kebablasan!
Menjelang debat pertama calon presiden pada Selasa (12/12), masyarakat mendapati mulai hangatnya situasi politik nasional. Ini setelah terjadinya saling sindir antarpasangan calon presiden dan wakil presiden di ruang publik yang kemudian dikutip media.
Sindiran disampaikan Anies Baswedan terhadap cawapres nomor urut 2 Gibran Rakabuming Raka pada acara 'Desak Anies' di Banjarmasin, Kalimantan Selatan, Selasa (5/12). Anies menyindir Gibran setelah salah ucap asam folat menjadi asam sulfat.
"Menangani stunting itu tidak pada usia sekolah. Menangani stunting itu sebelum ibu hamil. Jadi kesehatan calon ibu itu sudah harus dipikirkan. Dan calon ibu itu membutuhkan, satu zat bes. Zat besi dapatnya dari mana? Daging, makanan. Kemudian yang kedua adalah yodium. Ketiga asam folat. Asam folat didapatnya dari tanaman, bukan di bengkel," kata Anies, dalam tayangan 'Desak Anies' di YouTube Anies Baswedan.
Calon wakil presiden nomor 2 Gibran Rakabuming Raka juga terpantau menyindir calon presiden nomor 3 Ganjar Pranowo yang juga mantan Gubernur Jawa Tengah terkait SMK.
"Sebenarnya SMK tuh bukan ranahnya wali kota tetapi ranahnya gubernur. Tetapi karena keadannya kurang baik, kami memberanikan diri. Mohon maaf, komputer masih jadul atau alat-alatnya itu masih sangat tidak ter-update. Ini kita update semuanya," kata Gibran di Pondok Pesantren Asshiddiqiyah, Tangerang, Senin (4/12).
Soal itu, pengamat politik dari UI Cecep Hidayat menyebut sindiran yang disampaikan pasangan calon presiden atau presiden itu, merupakan salah satu strategi mereka. Hal itu dimaksudkan agar publik merespons positif atas isu yang dilemparkan. Yang ujungnya diharapkan bakal berdampak positif pada elektoral dari mereka yang terlebih dahulu menyindir.
"Berharap respons positif audiens. Sehingga publik mengalihkan dukungan. Tentunya juga untuk memperkuat elektoral dari pasangan calon," kata dia saat dihubungi Sabtu (9/12).
Tentunya sebelum melempar sindiran, pasangan calon telah mendapatkan masukan dari tim konsultan yang mendampingi pasangan calon. Semua yang pasangan calon capres-cawapres sampaikan ke publik sudah melalui seleksi di internal masing-masing. Sehingga pasangan calon capres-cawapres sebenarnya sudah menyiapkan antisipasi, jika ada sindiran balik dari pasangan calon yang disindir.
Namun dia berharap, strategi yang diterapkan pasangan calon presiden bisa tetap dikontrol. Agar tidak malah turun ke masyarakat bawah. Sebab jika itu terjadi, berpotensi menimbulkan konflik di tengah masyarakat. Padahal semua pihak, termasuk pasangan calon telah menyepakati bakal mewujudkan pemilu damai.
Itulah sebabnya Koordinator Nasional Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR) Nurlia Dian Paramita menyebutkan kalau fenoma saling menyindir itu, bukan contoh elite yang yang baik. Apalagi sebenarnya semua orang mempunyai kelebihan dan kekurangan. Jadi tidak elok rasanya kalau kemudian menghabiskan energi atau justru lebih banyak menitikberatkan pada kelemahan lawan. Apalagi jika itu menjadi perhatian publik.
"Salah-salah mereka ingin mendapatkan tambahan dukungan, tetapi pihak lain malah melihatnya lain. Jadi ini yang harus diperhatikan. Apalagi masyarakat kita kan penetrasi politiknya masih rendah. Hati-hati, jangan sampai kebablasan," harap dia.
Untuk itu, Nurlia mengimbau agar Bawaslu bisa mengingatkan semua pasangan calon presiden agar tidak melakukan hal-hal kontraproduktif dengan tidak berkampanye dengan saling menyindir. Karena dia khawatir hal itu bakal mengarah kepada ujaran kebencian. Dan itu membuka kesempatan untuk oknum tak bertanggung jawab membuat dan memproduksi hoaks. Akibatnya, masyarakat tidak bisa lagi objektif untuk melihat sisi-sisi baik dari pasangan calon. Oleh karena itu, tim kampanye dan capres-cawapres harus lebih objektif dan menjaga ruang publik dengan menghadirkan narasi yang sifatnya positif.
Sebaliknya, pasangan capres-cawapres maupun tim kampanye harus menceritakan berbagai langkah untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan masyarakat yang sesuai dengan cita-cita bangsa. Apalagi pemilu itu berlangsung lima tahun sekali. Sekarang waktunya untuk menceritakan kesungguhan para calon pemimpin untuk memajukan Indonesia.
Pasangan calon juga harus mampu mengarahkan tim kampanyenya agar berkampanye dengan cara yang santun. Apalagi kalau dilihat di masyarakat, banyak baliho yang muncul dan menyerukan agar berpolitik dengan santun. Berpolitik dengan gembira. Kalau kemudian menyindir calon lain, itu artinya sudah tidak konsisten dengan apa yang diungkapkan dan dijanjikan.
"Sekali lagi kami mengingatkan kepada pasangan calon, mari tunjukan komitmen kepada rakyat pemilih dengan menawarkan program-program, dengan gagasan yang jelas, narasi yang berpihak kepada rakyat, dan juga tidak hanya menguntungkan elite saja. Bagaimana kemudian kerja bersama dengan berkoordinasi dan berkolaborasi demi 2045 yang jauh lebih baik," harap dia.
Namun pengamat politik dari IPR Ujang Komarudin menyebut, kalau saling kritik dan sindir merupakan fenomena umum. Sesuatu yang biasa dalam rivalitas dalam kontestasi pilpres. Justru ha itu dianggapnya sebagai pernak-pernik demokrasi dalam pilpres. Karena jika semuanya berjalan dengan baik, lancar, mudah, itu bukan demokrasi. Karena demokrasi ada perbedaan pandangan dan pendapat, kritikan, rivalitas, dan persaingan. Itu semua merupakan proses yang harus dijalani kontestan.
"Jadi saya melihat dengan adanya saling kritik dan sindir, itu merupakan fenomena umum yang bakal terjadi dalam persaingan kontestasi pilpres. Justru saling kritik dan sindir itu masih wajar. Yang penting tidak saling fitnah, menebar hoaks, dan sebagainya yang masuk ranah pidana. Tetapi kalau mengkritik atau menyindir, itu hal wajar," ucap dia.