Penutup rangkaian debat pilpres yang minim substansi dan narasi ekonomi
Debat pemilihan presiden (pilpres) 2019 memasuki putaran terakhir. Kedua pasangan calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) beradu program dengan tema ekonomi dan kesejahteraan sosial, investasi keuangan, serta industri dan perdagangan.
Saat memaparkan visi dan misi, pasangan 01 Prabowo Subianto dan Sandiaga Uno langsung melemparkan serangan dengan memaparkan kondisi ekonomi Indonesia.
Menurut dia, saat ini, Indonesia sedang mengalami deindustrialisasi. Kondisi ini merupakan menurunnya kontribusi industri manufaktur terhadap produk domestik bruto (PDB) negara.
“Sekarang bangsa Indonesia tidak produksi apa-apa, hanya menerima barang (impor) dari negara lain,” kata Prabowo.
Sementara, pendampingnya, Sandiaga menyatakan pertumbuhan ekonomi Indonesia yang masih berada di angka 5% merupakan jebakan. Akibatnya, salah satu penduduk yang ditemuinya saat kampanye mengeluhkan kondisi ini.
“Ibu Nurjanah di Langkat, Sumatera Utara menyatakan bahwa sekarang pembeli yang datang ke tokonya di pasar tradisional sepi,” kata Sandi.
Untuk itu, mereka akan menggenjot pertumbuhan ekonomi dan menstabilkan harga bahan pokok lebih terjangkau. “Prabowo-Sandi juga berjanji membuka lapangan pekerjaan bagi masyarakat,” kata dia.
Pasangan capres cawapres 01 Joko Widodo dan Ma’ruf Amin tidak tinggal diam menerima “serangan” tersebut. Saat memaparkan visi dan misi, petahana Jokowi mengatakan selama menjabat bersama wakil presiden Jusuf Kalla, dirinya sudah melakukan pemerataan pembangunan, bukan hanya fokus meningkatkan pertumbuhan ekonomi.
Sejumlah program yang dilakukan pemerintahan Jokowi untuk mendorong hal tersebut yakni membangun infrastruktur hingga ke luar Pulau Jawa.
“Kami bangun infrastruktur agar ada pertumbuhan ekonomi di luar luar Jawa, ada kawasan ekonomi khusus (KEK), kawasan pariwisata, dan desa,” katanya.
Di sisi lain, jika terpilih pada pemilu 2019, Jokowi berjanji akan meluncurkan tiga kartu sakti yakni Kartu Indonesia Pintar (KIP), Kartu Pra-Kerja, dan Kartu Sembako. Menurut dia, program ini akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Ekonomi makro vs mikro
Di segmen kedua, saat mendapat pertanyaan mengenai langkah untuk menjaga harga komoditas, Jokowi mengakui saat ini Indonesia masih mengimpor berbagai komoditas dari negara lain. Untuk itu, pasangan ini akan melakukan hilirisasi industri.
“Industri pengolahan akan ditingkatkan. Ekspor didorong untuk tidak lagi barang mentahan, namun minimal barang setengah jadi,” kata dia.
Saat menanggapi hal tersebut, Prabowo mempertanyakan strategi yang dilakukan pemerintahan Jokowi selama 4,5 tahun menjabat. Alih-alih mendorong industrialisasi, kata Prabowo, Jokowi hanya membangun infrastruktur.
“Jangan-jangan pembangunan infrastruktur ini hanya memudahkan aliran dana ke luar negeri,” kata dia.
Kemudian, dengan lantang Jokowi menyatakan Prabowo tidak mengerti konsep ekonomi makro dan mikro. Menurut dia, kebijakan makro diambil untuk menjaga keseimbangan permintaan dan suplai. Sementara, ekonomi mikro hanya bicara soal transaksi jual dan beli.
“Perlu ada tahapan besar dalam menyusun ekonomi makro. Untuk itu kita fokus pada empat hal yakni pembangunan infrastruktur, sumber daya manusia, reformasi struktural, dan pengembangan informasi teknologi,” kata dia.
Debat pemilihan presiden (pilpres) 2019 memasuki putaran terakhir. Kedua pasangan calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) beradu program dengan tema ekonomi dan kesejahteraan sosial, investasi keuangan, serta industri dan perdagangan.
Saat memaparkan visi dan misi, pasangan 01 Prabowo Subianto dan Sandiaga Uno langsung melemparkan serangan dengan memaparkan kondisi ekonomi Indonesia.
Menurut dia, saat ini, Indonesia sedang mengalami deindustrialisasi. Kondisi ini merupakan menurunnya kontribusi industri manufaktur terhadap produk domestik bruto (PDB) negara.
“Sekarang bangsa Indonesia tidak produksi apa-apa, hanya menerima barang (impor) dari negara lain,” kata Prabowo.
Sementara, pendampingnya, Sandiaga menyatakan pertumbuhan ekonomi Indonesia yang masih berada di angka 5% merupakan jebakan. Akibatnya, salah satu penduduk yang ditemuinya saat kampanye mengeluhkan kondisi ini.
“Ibu Nurjanah di Langkat, Sumatera Utara menyatakan bahwa sekarang pembeli yang datang ke tokonya di pasar tradisional sepi,” kata Sandi.
Untuk itu, mereka akan menggenjot pertumbuhan ekonomi dan menstabilkan harga bahan pokok lebih terjangkau. “Prabowo-Sandi juga berjanji membuka lapangan pekerjaan bagi masyarakat,” kata dia.
Pasangan capres cawapres 01 Joko Widodo dan Ma’ruf Amin tidak tinggal diam menerima “serangan” tersebut. Saat memaparkan visi dan misi, petahana Jokowi mengatakan selama menjabat bersama wakil presiden Jusuf Kalla, dirinya sudah melakukan pemerataan pembangunan, bukan hanya fokus meningkatkan pertumbuhan ekonomi.
Sejumlah program yang dilakukan pemerintahan Jokowi untuk mendorong hal tersebut yakni membangun infrastruktur hingga ke luar Pulau Jawa.
“Kami bangun infrastruktur agar ada pertumbuhan ekonomi di luar luar Jawa, ada kawasan ekonomi khusus (KEK), kawasan pariwisata, dan desa,” katanya.
Di sisi lain, jika terpilih pada pemilu 2019, Jokowi berjanji akan meluncurkan tiga kartu sakti yakni Kartu Indonesia Pintar (KIP), Kartu Pra-Kerja, dan Kartu Sembako. Menurut dia, program ini akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Ekonomi makro vs mikro
Di segmen kedua, saat mendapat pertanyaan mengenai langkah untuk menjaga harga komoditas, Jokowi mengakui saat ini Indonesia masih mengimpor berbagai komoditas dari negara lain. Untuk itu, pasangan ini akan melakukan hilirisasi industri.
“Industri pengolahan akan ditingkatkan. Ekspor didorong untuk tidak lagi barang mentahan, namun minimal barang setengah jadi,” kata dia.
Saat menanggapi hal tersebut, Prabowo mempertanyakan strategi yang dilakukan pemerintahan Jokowi selama 4,5 tahun menjabat. Alih-alih mendorong industrialisasi, kata Prabowo, Jokowi hanya membangun infrastruktur.
“Jangan-jangan pembangunan infrastruktur ini hanya memudahkan aliran dana ke luar negeri,” kata dia.
Kemudian, dengan lantang Jokowi menyatakan Prabowo tidak mengerti konsep ekonomi makro dan mikro. Menurut dia, kebijakan makro diambil untuk menjaga keseimbangan permintaan dan suplai. Sementara, ekonomi mikro hanya bicara soal transaksi jual dan beli.
“Perlu ada tahapan besar dalam menyusun ekonomi makro. Untuk itu kita fokus pada empat hal yakni pembangunan infrastruktur, sumber daya manusia, reformasi struktural, dan pengembangan informasi teknologi,” kata dia.
Tumpulnya program yang ditawarkan
Berbagai program andalan terus dipaparkan masing-masing pasangan presiden. Kendati demikian, tidak ada hal baru yang ditawarkan masing-masing calon. Prabowo berjanji akan menaikkan tax ratio hingga 16%.
Caranya, kata dia, dengan mengejar para wajib pajak. Namun, di lain sisi, pajak badan (korporasi) akan dipangkas. Janji ini sudah pernah dilontarkannya pada debat kedua capres dengan tema ekonomi.
Sementara, Prabowo kembali menyerang Jokowi-Ma'ruf dengan catatan defisit neraca perdagangan yang terus melebar. Selain itu, Indonesia sebagai negara dengan mayoritas muslim disebut gagal membentuk ekonomi syariah. Saat ini, kata dia, Indonesia masih berada di posisi keempat besar sebagai negara pengimpor produk halal.
Bukan hanya itu, pasangan 02 juga mengungkapkan kerugian Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Hingga saat ini, kata Prabowo, kinerja Garuda Indonesia belum juga membaik.
Demikian, hingga akhir debat, penonton hanya disuguhkan aksi serangan Prabowo-Sandi yang ditakis Jokowi-Ma'ruf dengan pencapaian pemerintahan Jokowi dalam empat tahun ke belakang. Selebihnya, kedua pasangan hanya menawarkan program ekonomi yang tumpul.
Sementara itu, Juru Bicara Badan Pemenangan Nasional Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, Andre Rosiade, memparkan rencana yang akan dilakukan pasangan yang diusungnya dalam 100 hari kerja jika terpilih nanti.
"Ya selain diturunkan harga listrik, harga sembako juga diturunkan, harga daging, harga telur, semua diturunkan oleh pak Prabowo. Supaya masyarakat bisa melakukan penghematan, otomatis mereka bisa megang uang lalu daya beli masyarakat bertambah, intinya itu, awalnya itu," kata Andre.
Lebih jauh, Kawendra meyakini, bahwa segementasi pemilih yang ditargetkan dari kalangan emak-emak akan efektif. Sebab, menurut dia ekonomi rumah tangga ditopang dari kalangan emak-emak.
"1/3 ekonomi rumah tangga Indonesia kan ditopang oleh emak-emak. Makanya kita sangat yakin lah sama emak-emak. Tetapi bukan hanya emak-emak saja ya, kaum milenial dan bapak-bapak juga menjadi segmen kita," kata Kawendra.
Sementara, Juru Bicara Tim Kampanye Nasional (TKN) Joko Widodo-Ma'aruf Amin, Arif Budimanta, mengatakan program kartu-kartu Jokowi merupakan simbol negara hadir bagi masyarakat yang membutuhkan.
“Kartu-kartu ini adalah simbolik untuk negara hadir bagi golongan fakir dan miskin,” kata Arif Budimanta.
Absennya narasi kebijakan ekonomi
Direktur Pusat Studi Demokrasi dan Partai Politik (PSDPP) Dedi Kurnia menilai dalam debat terakhir ini, kedua pasangan gagal menawarkan gagasan berbasis kebijakan. Sehingga, baik petahana maupun penantang, masih berkutat pada persoalan program praktis.
Prabowo cukup konsisten dengan tema debat. Kritiknya terhadap kondisi ekonomi yang dikuasai asing terkesan relevan dengan tema-tema sebelumnya yang ia paparkan, hal ini menunjukkan Prabowo bicara sesuai perencanaan yang menjadi fokus pembangunan yang ia janjikan.
Sementara, petahana tidak berhasil menawarkan konsep pembangunan ekonomi berkelanjutan. Bahkan, terkesan mengkritik kebijakan sendiri selama 4,5 tahun memerintah, terutama soal pengelolaan ekapor impor yang juga dikritik kubu 02.
“Kubu 02 diuntungkan dengan keberadaan Sandiaga yang memahami kondisi ekonomi nasional perspektif korporasi,” kata dia kepada Alinea.id, Minggu (14/4).
Di sisi lain, kedua kubu belum memahami kesejahteraan sosial terutama di kalangan kaum perempuan. Langkah kedua pasangan menjelaskan kesejahteraan hanya melalui sudut pandang keterlibatan perempuan sebagai pekerja atau pengusaha mikro, merupakan kesalahpahaman.
“Kessos harus dikemukakan dalam bentuk kebijakan yang menjamin ketersediaan kebutuhan masyarakat, baik itu kebutuhan ekonomi maupun yang lainnnya,” kata dia.
Sementara, petahana lebih banyak memunculkan istilah digital, tetapi ini kelemahan petahana, karena istilah yang dimunculkan seringkali tidak relevan bahkan petahana cenderung tidak memahami apa yang ia sampaikan.
Dihubungi terpisah, ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) M. Rizal Taufikurahman menyatakan Jokowi seharusnya mempunyai strategi ekonomi yang lebih realistis dan rasional. Namun, sayangnya, program yang ditawarkan Jokowi tidak tepat sasaran dan tidak sesuai harapan.
Menurut dia, krisis yang terjadi saat ini yaitu deindustrialisasi. Program Jokowi untuk mendorong sektor digital dinilainya tidak tepat sasaran. Sebab, saat ini, kontribusi digital sangat kecil untuk perbaikan ekonomi.
“Justru sekarang yang harus didorong yakni industrialisasi yang mampu meningkatkan daya saing, produksi komoditas yang berorientasi ekspor, hilirisasi yang menumbuhkan industri strategis tumbuh,” kata dia.
Dia juga menyebut, sebagai calon dengan pengalaman memimpin Indonesia, seharusnya regylasi yang ditawarkan paslon 01 ini adalah kebijakan yang dapat mengurangi jumlah impor sehingga jumlah ekspor meningkat. Akhirnya, terjadi perbaikan neraca perdagangan hingga kembali positif.
“Kebijakan 01 memang business as usual seperti sekarang saja. Tanpa ada inovasi dan kreativitas kebijakan yang dipandang lebih efektif dan realistis sesuai perubahan dinamika kondisi perekonomian Indonesia,” kata dia.
Sementara, Rizal menilai langkah pasangan 02 Prabowo-Sandiaga ‘blusukan’ ke daerah-daerah tidak bisa menjadi rujukan tunggal untuk menyusun regulasi maupun program kerja pemerintah. Menurut dia, masih banyak data yang diperlukan seperti makro ekonomi.
“Kecuali blusukan ke emak-emak itu untuk melihat level perilaku ekonomi di tingkat mikro. Strategi kebijakannya spesifik dan prioritas kaitan dengan perilaku ekonomi yang bersifat mikro, seperti konsumsi rumah tangga, pendapatan keluarga, industri, harga, dan pasar,” kata dia.
Debat pamungkas ini memang disebut ajang pertaruhan bagi kedua calon untuk memenangkan hati masyarakat. Sayang, jalannya debat masih dinilai minim substansi dan narasi ekonomi.