Di segmen eksploratif debat keempat Pilpres 2019, calon presiden (capres) nomor urut 01 Joko Widodo (Jokowi) melayangkan pertanyaan singkat kepada Prabowo Subianto. Diberi waktu hingga tiga menit untuk memformulasikan kata-kata, Jokowi tercatat hanya memakai kurang dari 30 detik.
"Di bidang politik luar negeri, pertanyaan saya apa pandangan Bapak mengenai konflik di Rakhine State?" tanya Jokowi kepada Prabowo di Hotel Shangri-la, Jakarta, Sabtu (30/3).
Diberi pertanyaan singkat seperti itu, Prabowo sempat menanyakan ulang maksud Jokowi. "Yang Bapak maksud Rakhine State di Myanmar? Jadi, kita prihatin dengan apa yang terjadi kepada masyarakat Rohingya. Ini juga oleh PBB sudah ditegur," tutur Prabowo.
Meskipun jawabannya terkesan normatif, namun Prabowo relatif lancar menanggapi pertanyaan Jokowi. Waktu menjawab selama dua menit yang diberikan moderator pun ia tandaskan.
Peneliti politik Indonesian Public Institute (IPI) Jerry Massie menilai isu Rakhine State yang diutarakan Jokowi merupakan pertanyaan jebakan untuk Prabowo. Jokowi, kata dia, tengah mencoba mengarahkan agar diskusi beralih ke isu pelanggaran HAM yang kerap diidentikkan ke Prabowo.
"Jokowi saya rasa ingin bermain halus lewat isu Rakhine State dan Rohingya. Sebenarnya, ia (Jokowi) ingin menggiring Prabowo ke soal pelanggaran HAM," katanya saat dihubungi Alinea.id di Jakarta, Senin (1/4).
Selain itu, Jerry menilai isu itu juga sengaja dilempar Jokowi ke Prabowo untuk mengerem serangan Prabowo yang tampil galak di debat keempat. Jerry mengibaratkan strategi Jokowi ibarat strategi catenaccio yang kerap dipraktikkan tim nasional sepak bola Italia.
Jokowi, kata Jerry, cenderung bermain bertahan dan memanfaatkan celah lawan untuk mencuri angka. "Sedangkan Prabowo itu ibarat pemain Belanda yang pakai (strategi) total football yang tampil menyerang penuh. Tapi, saking enaknya menyerang dia lupa celahnya," katanya.
Namun demikian, Jokowi gagal menyetir arah diskusi. Menurut Jerry, Prabowo langsung mengetahui ia tengah dipancing ke isu pelanggaran HAM berat. "Makanya, dia langsung datar dan menggunakan kata-kata yang lebih halus, tapi kalau buat ngerem Prabowo itu lumayan berhasil," tutur Jerry.
Penyataan senada diungkapkan peneliti bidang politik luar negeri Lembaga Ilmu Penelitian Indonesia (LIPI) Nanto Sriyanto. Menurut dia, isu Rakhine State dicetuskan Jokowi di debat guna menguji penguasaan materi debat Prabowo.
"Prabowo itu orangnya hanya bisa menjelaskan secara general saja alias umum-umum saja. Dia lemah di level-level yang sifatnya detail sedangkan Jokowi itu teknis. Nah, Jokowi melempar isu ini, karena dia tahu Prabowo itu lemah di sisi ini dan enggak akan bisa menjawab detail," tutur Nanto.
Jurus sama
Ini bukan kali pertama Jokowi mencoba membuat Prabowo tersandung dalam debat. Pada debat kedua pertengahan Februari lalu, Jokowi sempat mengerjai Prabowo dengan pertanyaan ringkas soal unicorn. "Infrastruktur apa yang akan Bapak bangun untuk mendukung perkembangan unicorn Indonesia?" tanya Jokowi.
Prabowo Subianto sempat bertanya-tanya mengenai istilah unicorn yang dilontarkan Jokowi. "Maksud Bapak (unicorn) itu yang online-online itu?" tanya Prabowo sebelum menjawab dengan 'ngalor-ngidul'.
Tak butuh lama, frasa 'yang online-online itu' versi Prabowo viral di media sosial. Kubu Prabowo pun berang dan merasa dijebak oleh Jokowi.
Lebih jauh, Nanto mengatakan, isu konflik Rohingya dan Rakhine State juga diutarakan Jokowi sebagai peluru elektoral. "Lantaran itu memang ada efek elektoralnya untuk pemilih Muslim," katanya
Nanto menyayangkan Prabowo tidak bisa menjawab pertanyaan Jokowi secara komprehensif. "Sebenarnya bisa mengkapitalisasi isu ini untuk jualan dia ke umat Islam pendukungnya. Apa yang terjadi di Rakhine itu adalah tindakan yang zalim terhadap umat Islam. Umat Islam yang mendukung dia kan suka dengan isu-isu itu," katanya.
Analisis tak jauh berbeda diutarakan pengamat politik Universitas Padjadjaran (Unpad) Muradi. Menurut dia, Jokowi sengaja mengangkat itu Rakhine State di panggung debat guna menunjukkan prestasi pemerintahannya lewat mulut Prabowo.
"Jadi, sebenarnya Rakhine State itu bentuk prestasi pemerintahan Jokowi. Sebenarnya tak bisa dimungkiri itu suatu keberhasilan di bidang diplomatik Jokowi dan ini menunjukkan keberpihakannya terhadap Muslim," katanya.
Diakui Muradi, isu Rohingya cukup potensial untuk dijual Jokowi guna memikat pemilih Muslim. "Ini kan menunjukkan bahwa Indonesia itu punya peran penting dalam dunia Islam," ujar dia.