close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Meski selisih suara meningkat, ternyata jumlah provinsi yang dimenangkan oleh Jokowi justru turun pada Pilpres 2019. / Alinea.id
icon caption
Meski selisih suara meningkat, ternyata jumlah provinsi yang dimenangkan oleh Jokowi justru turun pada Pilpres 2019. / Alinea.id
Pemilu
Selasa, 21 Mei 2019 21:53

Peta kekuatan Jokowi lawan Prabowo pada Pilpres 2019

Meski selisih suara meningkat, ternyata jumlah provinsi yang dimenangkan oleh Jokowi justru turun pada Pilpres 2019.
swipe

Meski selisih suara meningkat, ternyata jumlah provinsi yang dimenangkan oleh Jokowi justru turun pada Pilpres 2019.

Berdasarkan catatan Alinea.id, rekapitulasi suara Joko Widodo (Jokowi)-Ma'ruf Amin pada Pilpres 2019 lebih rendah dari jumlah provinsi. 

Saat menggandeng Ma'ruf Amin, Jokowi hanya menang di 21 provinsi. Padahal, pada Pilpres 2014, Jokowi yang menggandeng Jusuf Kalla mampu memenangi 23 provisni.

Sebaliknya, Prabowo Subianto yang kini menggandeng Sandiaga Uno justru berhasil menambah jumlah provinsi yang dimenangkannya. Prabowo-Sandi berhasil menggembosi empat provinsi.

Pada Pilpres 2019, Prabowo-Sandi menang di 13 provinsi. Padahal, pada Pilpres 2014 yang menggandeng Hatta Rajasa, Prabowo hanya unggul di 10 provinsi saja. 

Empat provinsi yang berhasil direbut oleh Prabowo-Sandi adalah Bengkulu, Jambi, Sulawesi Tenggara, dan Sulawesi Selatan. Sebaliknya, Jokowi-Amin hanya mampu unggul tipis dari Prabowo-Sandi di Gorontalo yang saat 2014 dimenangkan oleh Prabowo-Hatta.

Kendati demikian, tampaknya Jokowi-Amin mencoba memperkuat basis massa di wilayah utama di Bali, Nusa Tenggara Timur (NTT), Jawa Timur, dan Jawa Tengah. Sedangkan, Prabowo mempertahankan hegemoni di Jawa Barat, Banten, dan sebagian besar Sumatera.

Meski kemenangan dari jumlah provinsi kalah, Jokowi berhasil memperlebar selisih suara dari Prabowo. Selisih keduanya meningkat dari 8,42 juta suara (6,3%) pada 2014 menjadi 16,95 juta (11%).

Tahun ini, Jokowi meraup 85,6 juta suara dengan persentase 55,5%. Pada 2014, suara Jokowi mencapai 70,99 juta dengan persentase 53,15%.

Sementara Prabowo pada tahun ini meraup suara 68,65 juta dengan persentase 44,5%. Pada Pilpres 2014, Prabowo meraup 62,57 juta suara dengan persentase 46,85%.

Quick Count

Ramalan lembaga survei melalui metode hitung cepat alias quick count, juga tampaknya presisi. Dari sepuluh lembaga survei yang menggelar quick count, rerata memotret perolehan suara Jokowi-Amin antara 54%-55% dan Prabowo-Sandi 44%-45%.

Lembaga Survei Center for Strategic and International Studies (CSIS)-Cyrus Network tercatat paling presisi. CSIS-Cyrus Network memerkirakan suara Jokowi-Amin mencapai 55,62% dan Prabowo-Sandi mencapai 44,38%.

Demikian juga dengan Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Denny JA yang memerkirakan suara Jokowi-Amin mencapai 55,67% dan Prabowo-Sandi 44,33%. 

Jika dibandingkan dengan hasil quick count yang dilakukan oleh internal Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandi, paslon nomor urut 02 ini meraup 52,2%. Sedangkan dari exit poll internal BPN, Prabowo-Sandi juga meraup 55,4%, jauh dari penghitungan manual resmi KPU. 

Partai politik

Perolehan suara partai politik pada Pemilu Legislatif 2019 tidak jauh berubah. Nampaknya, partai politik koalisi Indonesia Adil Makmur yang mendukung Prabowo-Sandi meraup berkah.

Efek ekor jas alias coattail effect berpengaruh banyak kepada parpol pendukung paslon nomor urut 02 Prabowo-Sandi. Partai Gerindra dan PKS memiliki efek ekor jas terbesar lantaran terjadi peningkatan persentase suara.

Suara Gerindra naik tipis 0,76% dari perolehan pada Pemilu 2014 sebesar 11,81% menjadi 12,57% dengan raihan 17,59 juta suara pada Pemilu 2019. Sedangkan, PKS melonjak 1,42% dari 6,79% pada Pemilu 2014 menjadi 8,21% sebesar 11,49 juta suara pada Pemilu 2019.

Kendati demikian, PAN justru terkoreksi 0,75% dari 7,59% pada Pemilu 2014 menjadi 6,84% setara 9,5 juta suara pada Pemilu 2019. Begitu pula dengan Partai Demokrat yang harus merosot 2,42% dari 10,19% menjadi 7,77% setara 10,87 juta suara pada Pemilu 2019.

Dari kubu Jokowi-Amin, coattail effect terbesar ternyata diraih oleh Partai Nasdem. Partai besutan Surya Paloh ini melonjak 2,33% dari 6,72% pada Pemilu 2014 menjadi 9,05% setara 12,66 juta suara pada Pemilu 2019.

PDI Perjuangan sebagai pengusung Jokowi hanya meningkat 0,38% dari 18,95% pada Pemilu 2014 menjadi 19,33% setara 27,05 juta suara pada Pemilu 2019. Sedangkan, PKB tercatat naik 0,65% dari 9,04% pada Pemilu 2014 menjadi 9,69% setara 13,57 juta pada Pemilu 2019.

Parpol pendukung Jokowi yang paling terpuruk terjadi pada Partai Hanura yang harus ambrol 3,72% dari 5,26% pada Pemilu 2014 menjadi 1,54% setara 2,1 juta suara. Bahkan, Hanura harus rela melepas kursi parlemen lantaran tidak lolos parliamentary threshold 4%.

Perolehan suara Golkar juga ambrol 2,44% dari 14,75% pada 2014 menjadi 12,31% setara 17,22 juta suara pada 2019. Setali tiga uang, PPP juga merosot 2,01% dari 6,53% pada 2014 menjadi 4,52% setara 6,32 juta pada 2019.

Seluruh partai baru peserta Pemilu 2019 tercatat tidak lolos ambang batas parlemen 4%. Partai baru yang gagal masuk parlemen adalah Perindo (2,67%), Berkarya (2,09%), PSI (1,89%), dan Garuda (0,5%). Sedangkan, partai lama yang kembali tidak lolos adalah PBB (0,79%) dan PKPI (0,22%).

Intervensi KPU

Sementara itu, Komisioner KPU Viryan Azis menepis tudingan jika KPU mengalami tekanan eksternal dalam menyelesaikan rekapitulasi suara Pemilu 2019. Viryan mengatakan, tak ada yang bisa mengintervensi KPU dalam semua tahapan Pemilu 2019.

"KPU ini tidak bisa ditekankan oleh pihak manapun. Alhamdulillah sampai sekarang," kata Viryan saat ditemui Alinea.id di Kantor KPU, Jakarta Pusat, Selasa (21/5).

Ia mengatakan, masyarakat tak perlu mencurigai KPU ditekan dalam penetapan hasil perhitungan suara. Menurut dia, peraturan telah memberikan kesempatan kepada KPU paling lambat selama 35 hari pascapemungutan suara.

Dengan demikian, penetapan cukup menunggu selesainya proses rekapitulasi dan tak perlu menunggu sampai hari ke-35 yang jatuhnya pada 22 Mei 2019. Menurut Viryan, proses rekapitulasi berjalan secara alami tanpa ada pengaturan.

"Prinsipnya, KPU tidak pada posisi meminta atau melakukan suatu proses yang dipaksakan, Dan KPU tak bisa ditekan oleh siapa pun," katanya.

Seperti diketahui, KPU mengumumkan hasil resmi rekapitulasi suara Pemilu 2019 pada Selasa (21/5) dini hari, sekitar pukul 02.00 WIB. Pengumuman itu lebih cepat dari target yang ditetapkan maksimum 35 hari setelah pencoblosan atau tepatnya pada 22 Mei 2019.

img
Kudus Purnomo Wahidin
Reporter
img
Sukirno
Reporter
img
Sukirno
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan